Bagian ini khusus membahas pandangan-pandangan berupa tulisan baik dari dosen maupun mahasiswa atau masyarakat umum berkaitan dengan nilai-nilai keutamaan yang terdapat di dalam Pancasila sebagai dasar dan filosofi kebangsaan Negara Indonesia.
Pengabdian kepada Masyarakat Dosen Character Building Binus di Parung Panjang-Bogor tentang Indahnya Toleransi
Oleh: Yustinus Suhardi Ruman Keberagaman merupakan suatu keindahan dan rahmat yang patut disyukuri bahkan dirayakan secara bersama dengan penuh gembira dan suasana kebahagiaan. Demikian disampaikan oleh Doktor Frederikus Fios, dalam kata sambutannya sebagai Ketua Panitia Seminar “Indahnya Toleransi” di SMK Bina Putra Mandiri (BPM-Parung Panjang) Bogor, pada 26/02/2020 silam. Menurut Doktor Fios, keberagaman itu perlu terus dibicarakan agar dipahami, dimengerti, dihayati dan diaplikasikan dalam hidup nyata berbasis nilai-nilai kepedulian, persaudaraan, kasih sayang, perdamaian, kebaikan, penghargaan dan respek satu sama lain. Seminar ini menghadirkan beberapa narasumber yakni Drs. Zainal Adnan selaku Ketua MUI Kecamatan Parung Panjang, Egi Gunadhi Wibawa, SP., MM selaku Ketua Taruna Merah Putih, Kabupaten Bogor, Iqbal Hasanuddin, M.Hum (Dr. Cand.,) selaku Direktur Eksekutif Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF), Jakarta, dan Dr. Yustinus Suhardi Ruman, S.Fil.,M.Si, Sosiolog dan Subject Content Coordinator, Character Building Development Center, Unversitas Bina Nusantara Jakarta. Moderator seminar ini yakni Founder Rumah Anak Bumi, Bapak Ridwan Manantik. Peserta PKM sekitar 300 orang dari berbagai elemen se-kecamatan Parung Panjang. Dalam pemaparannya, Egy Gunadhi Wibawa mengemukakan bahwa beribadah adalah hak dasar semua umat beragama. Setiap umat beragama harus memiliki hak yang sama untuk dapat beribadah sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Dalam konteks itu, menurut Egy yang juga pernah menjabat anggota DPRD Bogor periode 2014-2019 tersebut, kita harus saling menghormati, saling membantu, dan bukan saling menghalang-halangi. "Saya ajak semua kita terutama genarasi muda untuk selalu memperjuangkan hak-hak beribadah bagi siapapun yang datang dan menjadi warga di Parung Panjang ini", imbau Egy yang juga tokoh yang sangat nasionalis ini. Sementara itu, Drs. Zainal Adnan, selaku Ketua MUI Parung Panjang menegaskan bahwa seminar toleransi seperti ini sangat didukung penuh oleh MUI Parung Panjang-Bogor. "Kami mengharapkan program-program seminar dan dialog lintas agama seperti ini untuk memperkuat toleransi di antara kita patut terus dilakukan di masa-masa mendatang", kata Adnan. Keberhasilan pembangunan Parung Panjang sangat ditentukan oleh tingkat toleransi di antara semua elemen berbeda di dalamnya. "Kita harus saling mempelajari satu sama lain", kata Adnan. Kyai Adnan juga melanjutkan bahwa semua agama itu pada dasarnya benar dalam ajarannya masing-masing, dan oleh karena itu Pancasila adalah dasar dari kehidupan bersama kita. Pancasila tidak bertentangan dengan agama. Adalah keliru kalau ada orang yang mengatakan bahwa Pancasila bertentangan dengan agama. Pembicara ketiga, Iqbal Hasanuddin menyoroti semangat keagamaan Soekarno sebagai pencetus Pancasila. Dalam pemaparannya, Iqbal mengatakan bahwa Soekarno mendapat pendidikan, dan bimbingan Islam yang sangat baik. Oleh karena itu, ketika Soekarno meletakkan Pancasila sebagai dasar negara, dan bukan agama Islam, bukan karena ia tidak paham agama Islam, melainkan karena Soekarno sadar betul bahwa dalam negara Pancasila, Islam justru akan dapat berkembang dengan sangat baik. Bung Karno adalah seorang pemikir Islam yang banyak belajar Islam dari Sarekat Islam (SI), Persatuan Islam (Persis) dan Muhammadiyah. Pembicara, terakhir Dr. Yustinus Suhardi Ruman, S.Fil,M.Si lebih menyoroti hakikat dari semangat toleransi itu sendiri. Menurut Dr. Yustinus, toleransi harus dimaknai sebagai ‘membiarkan orang lain menjadi, seharusnya ia menjadi’. Pemaknaan toleransi seperti itu menuntut sikap yang aktif dari semua umat beragama. Toleransi tidak sekedar berada bersama secara harmonis, tetapi juga menuntut setiap umat beragama untuk memastikan secara aktif bahwa orang lain/penganut agama yang lain dapat bertumbuh dan berkembang sebagai mana seharusnya mereka. "Orang Katolik harus memastikan bahwa saudaranya yang Muslim dapat menjalankan ibadahnya dengan baik, kalau saudaranya tersebut tidak dapat menjalan ibadahnya, maka ia harus membantu untuk memastikan saudaranya yang Muslim itu dapat beribadah dengan baik. Sebab dengan itu, ia dapat memastikan saudaranya yang Muslim itu dapat sungguh-sungguh menjadi Muslim sebagai seharusnya ia sebagai seorang Muslim. Demikian juga sebaliknya seorang Muslim harus dapat memastikan saudaranya, tetangganya yang Nasrani dapat bertumbuh menjadi seharusnya ia sebagai seorang Nasrani. Jadi toleransi dalam hal ini menuntut tanggungjawab sosial kita masing-masing. Tanggunjawab sosial tersebut, demikian Dr. Yustinus, merupakan panggilan kemanusiaan kita sebagai umat Allah yang Maha Kuasa. Seminar tersebut terselenggara dengan kepanitiaan bersama hampir semua elemen sosial dan pemerintah Kecamatan Parung Panjang-Bogor, seperti: Pemerintah Kecamatan Parung, Pemerintah Desa Parung Panjang, Polsek, Babinsa, MUI Kecamatan Parung, Taruna Merah Putih Kabupaten Bogor, GP Ansor, Rumah Anak Bumi, KNPI, Karang Taruna, Komunitas Katolik, Galaksi Band, Salomon Studio, Vox Poin Indonesia, dan SMK Bina Putera Mandiri Parung Panjang. Semoga kondisi toleransi semakin bertumbuh subur dan berkembang langgeng di Bumi Parung Panjang. read more
• February 18, 2020
PANCASILA DAN PERSATUAN INDONESIA
Oleh: Satya Manggala, mahasiswa PPA Sentul Negara Indonesia termasuk sebagai negara yang memiliki keberagaman terbanyak di dunia. Banyaknya keberagaman menimbulkan perbedaan yang diduga membuat sebuah negara akan mengalami kesulitan dalam.Tetapi tidak berlaku bagi negara Indonesia. Namun, keberagaman dan perbedaan tersebut tidak semata-mata langsung menyatu dan berbaur di dalam Indonesia. Pada awal kemerdekaan, hal pertama yang paling dibincangkan adalah dasar negara untuk mempersatukan seluruh wilayah menjadi satu yaitu, Negara Kesatuan Indonesia (NKRI). Pada saat itu lahirlah Pancasila sebagai dasar negara untuk pedoman pemersatu bangsa Indonesia. Pancasila diyakini sebagai jiwa seluruh rakyat Indonesia, dan sebagaimana yang telah tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Pancasila juga merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa. Berkat dengan adanya Pancasila sebagai semangat persatuan dan kesatuan, gangguan yang membuat tercorengnya Keutuhan Bangsa dan Negara dapat terselesaikan, tapi menyadair bahwa gangguan itu akan selalu ada dan terus mengusik Ketahanan dan Keutuhan bangsa, maka pelestarian kemampuan dan kesaktian Pancasila perlu diusahakan secara nyata dan terus menerus. Upaya yang diterapkan oleh pemerintah yakni adalah; penghayatan dana pengamalan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila serta pembelajaran sejak dini mengenai pentingnya dan sakralnya Pancasila. Kelima sila yang terkandung dalam Pancasila merupakan cerminan atau poandangan hidup bersosial rakyat Indonesia dan juga sebagai dasar pergerakan serta penerapan pemerintahan di Indonesia. Sila ketiga dalam Pancasila merupakan sila yang paling menggambarkan persatuan, namun bukan berarti sila yang lainnya tidak, seperti sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan yang Maha Esa”, dalam sila ini menunjukan bahwa Indonesia tidak hanya memihak atau mementingkan satu agama saja, tetapi agama lain juga. Begitu pula dengan sila kedua, yaitu “ Kemanusiaan yang adil dan beradab”, yang diartikan bahwa di dalam bangsa Indonesia tidak membeda-bedakan satu sama lain, semua sama yaitu warga negara Indonesia. Pengaplikasian nilai-nilai Pancasila sebagai dasar falsafah negara adalah untuk menanamkan nilai-nilai Pancasilais dalam setiap diri bangsa untuk mencegah terjadinya konflik antar suku, agama, dan daerah serta menghindari adanya tindakan separatis untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemahaman nilai-nilai Pancasila akan menciptakan dan menumbuhkan jiwa persatuan dan kesatuan. Maka dibuatnyalah “Bhinneka Tunggal Ika” yang menjadi semboyan negara Indonesia dimana kalimat tersebut berartikan, “ Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Awal mula runtuhnya suatu negara bukan hanya disebabkan dari serangan luar (eksternal) melainkan dapat disebabkan juga dari internal (dalam negeri). Di mana suatu negara yang memiliki masyrakat yang mengalami perpecahan maka akan berdampak bagi ketahanan negara dan akan semakin mudah diserang dari luar. Negara yang memiliki masyarakat yang teguh bersatu padu maka akan sulit untuk dikalahkan. Negara yang memiliki syarat tersebut sudah menjadi negara yang berdominan di kanca Internasional, karena dampak dari persatuan tidak hanya berdampak kepada ketahanan negara namun juga dapat berdampak besar bagi ekonomi dan pembangunan negara. Maka dari itu Pancasila sangatlah penting bagi Indonesia, tidak hanya dalam hal persatuan bangsa saja, namun dalam berbagai hal seperti pedoman hidup dan berprilaku masyarakat serta cita-cita penerapan pemerintahan yang baik dan benar. Untuk itu demi menjaga serta melestarikan nilai-nilai Pancasila, maka generasi penerus harus lah terus di turunkan pengetahuan, wawasan nusantara dan semangat persatuan demi keberlangsungan negara yang mana akan menjadi kekuatan negara dalam mempertahankan negara. read more
• August 24, 2019
PANCASILA DALAM KEMAJEMUKAN NEGARA INDONESIA
Leony Rickven (Mahasiswi PPA BCA 47) Pancasila, sebuah kata yang melekat dalam setiap pribadi bangsa Indonesia, yang bukan hanya sekedar kata, namun menyimpan sejuta makna tersirat didalamnya. Kelima sila yang terkandung dalam Pancasila disusun tak hanya dengan tetesan keringat, namun juga tetesan air mata dan tetesan darah para pahlawan-pahlawan bangsa Indonesia. Pancasila senantiasa diperjuangkan dengan tujuan untuk mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri dari beragam budaya, adat, serta keanekaragaman. Berbagai macam keunikan tersebut dapat berujung pada dua alur cerita berbeda, yang tentunya akan menentukan nasib bangsa tercinta, bangsa Indonesia. Hancurnya bangsa karena perpecahan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan golongan sosial dan etnosentrisme, atau bersatunya bangsa dengan harmonis diliputi rasa toleransi merupakan pilihan yang dapat ditentukan oleh warga negara itu sendiri. Apabila dalam masa penjajahan pada zaman dahulu, beberapa warga lebih memilih untuk tetap berada pada golongannya sendiri tanpa mau membuka diri terhadap golongan-golongan lainnya, kemerdekaan Indonesia tentunya akan lebih sulit untuk dicapai. Dengan begitu, identitas bangsa Indonesia yang dikenal dengan kemajemukannya tentu harus memiliki sebuah landasan untuk mengatur dan mengarahkan segenap bangsa kepada tujuan bangsa Indonesia yang bersatu dan berdaulat. Maka, Pancasila sebagai landasan negara Indonesia disini memegang peranan penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila hadir untuk senantiasa mengingatkan setiap warga Indonesia, bahwa di dalam negara ini tidak hanya terdapat satu macam budaya saja. Sebagai warga pun, sama sekali tidak diperkenankan untuk menuntut agar warga lainnya ikut menganut aliran atau golongan yang sama dengannya. Ibarat magnet, seorang warga negara sebagai sebuah serbuk magnet tentunya tidak akan memiliki cukup kekuatan apabila dibandingkan dengan sekumpulan serbuk yang melekat menjadi satu. Dalam aplikasinya, Pancasila hendaknya menjadi magnet yang kuat untuk mengumpulkan serbuk-serbuk magnet tersebut dan menjembatani arus komunikasi agar dapat berjalan sesuai dengan harapan. Bukti nyata bahwa Pancasila memang bertujuan untuk memersatukan bangsa Indonesia tercermin jelas pada sila ketiga yang berbunyi, “Persatuan Indonesia”. Sila ini hendaknya dimaknai dengan sungguh-sungguh oleh setiap warga negara. Yang pada era milenial ini menjadi pokok permasalahan adalah sikap anak-anak muda yang cenderung kurang menganggap peranan penting Pancasila, hanya mengingat bahwa Pancasila merupakan bagian dari upacara bendera yang wajib dikumandangkan tanpa mengamalkan langsung dalam kehidupannya. Sungguh disayangkan, bahwa Pancasila sebenarnya adalah hal mutlak yang patut mendarah daging dalam diri setiap warga negara Indonesia sebagai tugas dan tanggung jawab terhadap bangsa. Oleh karena itu, sudah sepantasnya jiwa-jiwa Pancasila ini mulai ditanamkan dalam setiap pribadi warga negara tanpa memandang latar belakang orang tersebut. Dalam praktiknya, tidak sedikit juga warga yang telah memiliki kesadaran untuk mengamalkan nilai-nilai Pancasila tersebut. Sebagai contoh nyata, nilai-nilai Pancasila diimplementasikan melalui pendidikan yang diberikan mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi dalam mata pelajaran / mata kuliah seperti Pancasila, Kewarganegaraan, dan Pendidikan Keagamaan. Yang lebih menakjubkan, seorang guru SD membuat sebuah inovasi melalui aplikasi yang bernama SIPANCA. Aplikasi ini dirancang khusus untuk memberikan tugas-tugas mengenai implementasi Pancasila dalam kehidupan sehari-harinya. Alangkah indahnya apabila setiap warga negara Indonesia, baik orang muda maupun orang tua, baik rakyat biasa maupun pejabat, mau melanjutkan rantai perjuangan para pahlawan untuk mempersatukan negara ini. Seperti yang telah dinyatakan oleh Soekarno, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” read more
• July 27, 2019
Tangkal Radikalisme dengan Islamisasi Pancasila dan Metode Berpikir Kritis
Jakarta, Character Building Dalam rangka menguatkan ideologi Pancasila di kalangan akademisi, dosen dan karyawan Binus University, Character Building Development Center melaksanakan seminar sehari dengan menghadirkan dua (2) narasumber yang pakar di bidangnya masing-masing, yakni Dr. Alexander Seran dan Syaiful Arif, dengan moderator Dr. Frederikus Fios pada Senin 8 Juli 2019. Hadir pada kesempatan ini Rektor Universitas Bina Nusantara, Prof. Dr. Hardjanto Prabowo, Ketua RIG Binus Prof. Sasmoko, Manager CBDC Binus Dr. Antonius Atosokhi Gea, S.Th., MM, Ketua panitia seminar sekaligus SCC CBDC Dr. Yustinus Suhardi Ruman, S.Fil., M.Si, dosen CB dan dosen jurusan lain serta karyawan yang hadir memadati ruang M2CD Kampus Syahdan, Binus University. Rektor Prof. Hardjanto Prabowo bersama staf pengajar CB Binus University (foto CBDC.doc) Rektor Binus University Prof. Harjanto Prabowo dalam arahan pembukaannya mengatakan dirinya memberi perhatian serius pada pengembangan Character Building di Binus University yang menjadi bagian terpenting dari seluruh proses pendidikan dan pembelajaran di lingkup Binus University. Rektor mengapresiasi semua usaha dan langkah yang terus dilakukan oleh Manager CBDC beserta para dosen yang terus setia mengajar dan mendampingi mahasiswa melalui kuliah CB di Binus. "Saya salut pada para dosen CB yang terus setia mengajarkan kuliah CB kepada para mahasiswa di tengah usaha Binus mengembangkan bidang teknis lain yang berkaitan dengan bidang information technology", ucap rektor yang menambahkan bahwa CB merupakan hal terpenting bagi pembentukan karakter mahasiswa Binus University. Manajer CBDC Dr. Antonius Atosokhi Gea dalam arahannya memperkenalkan sejumlah terobosan yang sudah dilakukan oleh CBDC Binus yakni pembelajaran CB, penerbitan buku CB, kegiatan luar kelas mahasiswa, kegiatan pembinaan dosen, peluncuran website CBDC, dan kegiatan lain yang ditempuh unit CBDC untuk mendukung tujuan Binus mencapai generasi yang smart and good (cerdas dan baik). Tim CBDC bersama dengan kedua narasumber (Foto: CBDC.doc 8 Juli 2019) Pembicara pertama, Syaiful Arif dengan sangat jernih dan terang menjelaskan tentang dinamika penerapan Pancasila di Indonesia, tantangan terhadap ideologi Pancasila dari masa ke masa hingga sekarang ini. "Terjadi desoerkarnoisasi Pancasila dalam proses-proses politik kebangsaan ini sejak masa Orde Lama hingga Order Baru. Kendatipun demikian hanya Soekarno yang mampu meracik dan merumuskan dengan tepat filosofi kebangsaan Indonesia bernama Pancasila itu. Soekarno mampu melakukan sintesis kebangsaan yang luar biasa untuk mendamaikan pro kontra atau pertentangan antara penganut agama islam dengan kelompok nasionalis", jelasnya. Arif yang juga menulis buku Pancasila, Islam dan Deradikalisasi ini pun membentangkan hasil penelitian yang menyebutkan adanya seklompok masyarakat yang menolak Pancasila dijadikan dasar negara dan juga terdapat adanya aliran transnasional yang membawa virus radikalisme ke Indonesia sebagai dampak dari merebak masuknya produk impor ideologi negara lain yang bertentangan dengan Islam Nusantara ini. Oleh karena itu Islamisasi Pancasila perlu menjadi agenda pokok ke depan agar negara ini dapat tegak berdiri. NU dan Muhammadyah adalah dua kekuatan yang dapat menjadi ujung tombak menjaga Pancasila dari serangan ideologi lain yang dapat menghancurkan keutuhan negara republik Indonesia berdasarkan Pancasila ini", tegas Arif yang juga pernah menjabat staf ahli di bidang UKP-PIP ini. Sementara itu Doktor Alexander Seran yang juga saat ini menjadi dosen Atmajaya University dan Ketua Himpunan Dosen Etika Indonesia (Hidesi) ini memaparkan makalahnya secara filosofis dengan judul "Pancasila sebagai metode berpikir kritis". Menurut Doktor Alex, Pancasila dalam konteksnya secara esensial merupakan pengalaman nilai-nilai pluralisme kehidupan bangsa Indonesia. Menurutnya, Pidato Ir. Soekarno pada 1 Juni 1945 merupakan refleksi kritis Soekarno atas realitas keindonesiaan bangsa ini. Indonesia tidak cocok dengan ideologi lain seperti liberalisme, individualisme, kapitatalisme, monarkhi absolut, teokrasi (negara agama), sosialisme dll. Namun Soekarno menginginkan negara ini dibangun di atas dasar negara kebangsaan (nation state). Dengan demikian Pancasila menjadi lebenswelt (dunia kehidupan nyata) dan welt anchauung atau pandangan tentang dunia. Doktor Alex juga menegaskan bahwa Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi tidak boleh hanya berhenti pada upaya menjadikan Pancasila sebagai moral individu saja, namun harus bertolak lebih ke dalam upaya untuk mencapai horizon education of mind atau sistem berpikir kritis. Pancasila perlu diajarkan sebagai suatu jalan pengetahuan untuk mahasiswa mampu menalar secara kritis dengan mendasarkan diri pada etika keutamaan (virtue ethics). Namun di atas segalanya, Pancasila bagaimanapun juga adalah sebuah sistem berpikir terbaik yang ada untuk kebaikan bersama semua orang di dalam rumah yang bernama Indonesia ini. "Pancasila is the better insight of Indonesia in the past, now and forever", tegas Doktor Alex. (*/Fritz Fios) read more
• July 08, 2019
Pancasila dan Upaya Mencetak Generasi Muda Berkualitas
Oleh: * Yohanes Febio Prakosa Sumber foto: binusmaya.binus.ac.id Kata Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta yaitu 'Panca' yang berarti lima dan 'Sila' yang artinya dasar. Maka Pancasila adalah lima (5) dasar yang menopang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia, telah berkembang secara alamiah dari perjalanan panjang sejarah, berisikan pandangan hidup, karakter dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam Pancasila itu ialah semangat religius, jiwa bersatu, menghormati perbedaan, rela berkorban, pantang menyerah, gotong royong, patriotisme, nasionalisme, optimisme, harga diri, kebersamaan, dan percaya pada diri sendiri. Pancasila harus dijadikan cara hidup seluruh anak bangsa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Negara Indonesia juga telah berusaha untuk mencetak generasi penerus bangsa yang cerdas dan kreatif. Komitmen ini terlihat jelas dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 yang mencantumkan tujuan negara; “...mencerdaskan kehidupan bangsa”. Dengan demikian, setiap generasi bangsa berhak mengenyam pendidikan sehingga mampu meningkatkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Hal serupa juga dapat dilihat di dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang mengatur pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Tertuang di dalamnya tujuan pendidikan nasional yang menghendaki pengembangan potensi anak bangsa, agar menjadi manusia yang bertakwa, berbudi luhur, cerdas, kreatif, berilmu, menguasai teknologi, dan berakhlak mulia. Tujuan tersebut akan dapat terwujud jika terjadi kerjasama yang ideal antara pemerintah dan warganya dalam konteks ini tentunya generasi bangsa itu sendiri. Upaya untuk mencetak generasi penerus yang berkualitas, cerdas, kreatif, dan berakhlak mulia tentu tidak lepas dari berbagai hambatan. Hambatan tersebut di antaranya adalah masuknya budaya asing ke Indonesia yang sebagian besar cenderung menjurus pada hal-hal yang negatif. Akibatnya, generasi muda (termasuk generasi milenial) semakin meninggalkan akar budaya luhur bangsanya dan cenderung mengikuti budaya negatif. Budaya tersebut jelas sangat memengaruhi mental generasi muda. Mereka menjadi malas belajar, suka keluar pada malam hari bahkan mabuk tidak sadarkan diri. Mereka yang seharusnya menjadi generasi penerus cita-cita bangsa hanya akan memperburuk citra negara, termasuk masalah sosial yang menambah keruhnya suasana. Dapat dipastikan negara ini akan terpuruk jika permasalahan semacam itu dibiarkan begitu saja. Oleh karena itu, pelaksana pendidikan dituntut untuk bekerja lebih optimal. Di samping pendidikan, faktor lain yang juga berperan dalam membentuk karakter generasi bangsa yang berkualitas adalah rasa iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (sesuai sila 1 Pancasila). Rasa keimanan dan ketakwaan akan membentengi seseorang dari perbuatan-perbuatan tercela. Sebuah pepatah terkenal dari Albert Einstein berbunyi ‘science without religion is blind' (ilmu tanpa agama adalah buta), setinggi apa pun ilmu yang didapatkan tanpa diikuti kepatuhan terhadap perintah agama pasti akan binasa, hancur dan rusak sebagai manusia. Sebagai contohnya para pejabat kita yang terus saja terjerat kasus korupsi. Dilihat dari tingkat pendidikannya, seorang pejabat jelas merupakan orang yang berpendidikan tinggi. Hal ini membuktikan bahwa faktor iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa belum tertanam dalam diri mereka. Oleh karena itu, generasi muda hendaknya mempunyai rasa iman dan takwa, di samping juga cerdas dan kreatif. Dengan demikian, manusia tidak akan berani melakukan perbuatan-perbuatan keji karena Tuhan senantiasa melihat setiap perbuatan yang manusia lakukan dan setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban pada saat akhir hidup kita nanti. Untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda, Pemerintah Indonesia telah memasukkan materi pendidikan agama ke dalam kurikulum pembelajaran di sekolah. Selain itu, kegiatan keagamaan seperti peringatan hari besar agama juga merupakan solusi lain dalam rangka menanamkan dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan. Dengan demikian, terbentuklah generasi penerus pilihan yang cerdas, kreatif, berakhlak mulia, dan mengedepankan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan. (*Mahasiswa Semester 8, Jurusan Information System, Binus University Kampus Alam Sutera, Tangerang) read more
• July 04, 2019
Pancasila di Mata Generasi Milenial
Oleh: * Amanda Puteri Rozyanti Sumber foto: binusmaya.binus.ac.id Bumi pertiwi Indonesia ini menganut sebuah ideologi penting yang dikenal dengan sebutan "Pancasila". Hari Pancasila ini diperingati setiap tanggal 1 Juni, sebagai hari lahirnya Pancasila. Pancasila mengandung lima (5) sila penting yang mencerminkan idealisme atau cita-cita bangsa Indonesia. Pancasila sendiri terlahir dari pemikiran hebat para pahlawan Indonesia, di antaranya: Ir. Soekarno, Muhammad Yamin, Soepomo, dll yang berjuang mati-matian secara heroik untuk mengaktualisasikan kemerdekaan Indonesia akibat ratusan tahun dijajah oleh kolonialisme Barat. Melihat begitu besarnya hati dan jiwa para pahlawan akan masa depan bangsa, di tengah rumitnya situasi yang mencekam, kita sebagai generasi milenial tidak bisa hanya duduk dan menikmati kemerdekaan saat ini, namun kita kaum milenial harus mampu berperan aktif mewujudkan Indonesia yang harmoni/damai/adil melalui pengahayatan nilai-nilai luhur Pancasila dalam realitas kehidupan sehari-hari kita sebagai kaum milenial. Jika ditinjau lebih jauh, generasi milenial kini berada di usia produktif yang memiliki peranan penting untuk kelanjutan kehidupan berbangsa dan bernegara di masa depan. Berkembang pesatnya globalisasi dan digitalisasi menjadikan generasi ini unggul dalam hal kreativitas dan kemudahan dalam menghubungkan dirinya dengan dunia luar dirinya. Sayangnya, keunggulan ini banyak dilihat milenial sebagai sesuatu yang membuka ruang untuk menginginkan segalanya, serba instan dan interaksi antarbudaya yang terbuka mengakibatkan generasi ini mudah dipengaruhi oleh pikiran dan perilakunya. Perilakunya dinamis dan fleksibel. Maka di titik inilah Pancasila relevan dan berperan penting untuk kita generasi milenial. Eksistensi Pancasila menurut generasi milenial dapat menjadi jembatan emas untuk kaum milenial membangun batas apa yang bisa diterima dari pengaruh luar yang merugikan dan tidak etis-negatif. Dengan luar biasanya ideologi Pancasila kita menempatkan “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai sila ke-1 berguna untuk memperingatkan generasi milenial bahwa ada Tuhan sebagai pusat dari kehidupan segala sesuatu dalam bentangan dunia ini. Kecanggihan teknologi tidak akan pernah menggantikan kehebatan Tuhan dan memiliki iman yang kuat pada Tuhan menjadi sebuah keharusan (keniscayaan). Generasi Milenial harus sadar bahwa semuanya milik Tuhan, sehingga kesombongan dalam diri manusia bisa terminimalisir dan berusaha untuk selalu mengambil manfaat positif dalam setiap kemudahan, bukan untuk mengambil kekuasaan apalagi menggunakan kekuasaan secara sewenang-wenang dalam kekuasaan. Kekuasaan Tuhan melampaui kekuasaan manusia. Pancasila harus dijadikan acuan bagaimana generasi milenial juga dalam menjalani hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam relevansinya dengan sila ke-2. Di mana kaum milenial Indonesia harus dengan bijaksana, harus selalu adil dalam pikiran dan perilaku etis pada sesama, tidak menggampangkan segala sesuatu dan terus berbuat kebaikan yang mementingkan kepentingan umum demi cita-cita bonum commune (kebaikan bersama). Generasi milenial harus sadar diri untuk selalu bersinergi menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia (sila ke-3) melalui sikap toleransi akan perbedaan dan memegang teguh pendirian yang tidak bisa diacak oleh bangsa luar. Sesama bangsa Indonesia, generasi milenial harus bergotong royong mengangkat derajat bangsa Indonesia lebih tinggi darpada negara lain untuk menunjukkan bahwa Indonesia bukan negara lemah yang gampang terjajah, tapi negara yang kuat karena generasi penerusnya mampu bersatu memajukan Indonesia lebih baik di tengah tantangan global masa kini. Generasi muda milenial juga harus bersikap demokratis dengan mementingkan aspek musyawarah untuk mufakat dalam pengambilan keputusan (sila ke-4). Keputusan tidak boleh diambil secara otoriter namun hasil kesepakatan dan musyawarah bersama. Juga sila kelima anak muda milenial harus mengusahakan keaadilan sosial. Perlu mengkritik struktur social, ideologi, politik dalam negara dan masyarakat yang menciptakan ketidakadilan social bagi rakyat Indonesia. Maka dari itu, pada hakikatnya generasi milenial harus terus memelihara dan mengamalkan Pancasila dalam kehidupan nyata sehari-hari. Melalui pendidikan, generasi milenial harus sadar bahwa nilai-nilai Pancasila yang ditanam, seperti ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, gotong royong, musyawarah untuk mufakat, keadilan sosial, patriotisme, nasionalisme, menghormati perbedaan bukan hanya untuk dihafal, namun terlebih dan paling penting adalah untuk diterapkan pada diri sendiri dan menebarkannya kepada generasi milenial lain yang sama-sama berperan penting dalam menciptakan Indonesia yang damai, aman dan tentram. Marilah kita maju ke depan dengan membawa obor yang dapat menyalakan api semangat membangun Indonesia jaya pada kehidupan lebih baik lagi di masa mendatang menuju keabadian. (*Mahasiswi Semester 2, Jurusan International Business Management, Binus University Kampus Alam Sutera, Tangerang) read more
• July 02, 2019
Pemimpin Demokratis (Sebuah Refleksi)
Oleh: *Shannia Oktanuel Anggraeni (*Mahasiswi Binus Alam Sutera) Sumber foto: binusmaya.binus.ac.id Pemimpin pada hakekatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan dan juga mempengaruhi sesamanya untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan. Dan pemimpin yang demokratis merupakan pemimpin yang mempunyai gaya kepemimpinan yang di mana pemimpin suatu organisasi maupun kelompok menerima pendapat atau saran dari setiap anggotanya untuk menentukan suatu keputusan bersama dalam organisasi demi mencapai suatu tujuan. Biasanya pemimpin demokratis menganggap dirinya sebagai pengontrol, pengawas, dan pengatur dari sebuah organisasi dan memberi kebebasan bagi orang lain untuk mengemukakan pendapat. Selain itu, peran seorang pemimpin adalah untuk memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil bersama telah dilakukan/dijalankan oleh bawahannya. Kepemimpinan yang demokratis pada umumnya mengedepankan rakyat, sesuai dengan slogan “Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”, di mana setiap tujuan dan keputusan yang diambil adalah untuk kepentingan rakyat. Seperti yang diterapkan oleh Indonesia. Ciri-ciri kepemimpinan yang demokratis : 1. Wewenang pimpinan tidak mutlak (Dalam mengambil keputusan, dapat dipengaruhi oleh bawahan dalam bentuk masukan pada saat musyawarah). 2.Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan (Dalam membuat dan mengambil keputusan, dilakukan terlebih dahulu musyawarah antara atasan dan bawahan hingga mencapai kesepakatan). 3. Komunikasi antara pimpinan dan bawahan berjalan dengan baik (Dalam melakukan komunikasi tidak terhalang rasa takut, malu, dsb yang disebabkan oleh jabatan). 4. Adanya kebebasan mengemukakan pendapat (Bawahan mempunyai hak untuk mengemukakan pendapat mereka secara bebas sesuai dengan asas demokrasi). 5. Pimpinan membagi wewenang kepada bawahannya (Tidak semua tugas dan tanggungjawab harus diemban oleh pemimpin seorang, melainkan boleh dibagikan kepada bawahan selama masih dalam batas wajar). Dari pengertian dan ciri-ciri kepemimpinan yang demokratis di atas, maka kita juga dapat mengimplementasikan dengan bertindak secara adil dan benar saat mengambil keputusan bersama, tidak mengambil keputusan sendiri, memberikan kesempatan untuk berpendapat dan menerima apapun pendapat orang tersebut, menjunjung kesetaraan, berkomunikasi baik dengan orang lain juga berhubungan dengan memberikan kesempatan untuk berpendapat. Hal-hal tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari kita, sebagai seorang pemimpin atau hanyalah sebagian dari masyarakat Indonesia. Seperti contohnya, ketika kita terlibat dalam sebuah organisasi, kita mempunyai hak untuk mengemukakan pendapat kita sesuai dengan asas demokrasi dan kita juga berkewajiban untuk menghargai pendapat yang dikemukakan oleh orang lain. Selain dalam hal berpendapat, kita juga harus bisa berkomunikasi dengan baik terhadap atasan atau bawahan kita dalam sebuah organisasi dengan kata-kata yang tepat sehingga tidak menyinggung perasaan orang lain dan membuat orang lain mudah memahami maksud yang kita sampaikan. Semoga bermanfaat! read more
• July 02, 2019
CBDC Binus University Akan Menyelenggarakan Seminar Pancasila
Jakarta, Character Building Character Building Development Center (CBDC) Binus University akan menyelenggarakan Seminar Pancasila pada tanggal Senin, 8 Juli 2019. Seminar ini akan menghadirkan dua (2) pembicara utama yakni: Dr. Alexander Seran (Ketua Dosen Etika Indonesia) dengan topik "Pancasia sebagai Metode Berpikir Kritis" dan Syaiful Arif (Direktur Pusat Studi Pemikiran Pancasila) dengan topik "Pancasila dan Gerakan-Gerakan Radikalisme di Indonesia". Dua narasumber ini sangat berkompeten di bidangnya masing-masing. Demikian dikatakan Ketua Panitia Seminar Doktor Yustinus Suhardi Ruman S.Fil., M.Si di ruang kerjanya, Kampus Kijang University, Jakarta, Senin 1 Juli 2019. Menurut Suhardi, tujuan seminar ini secara substantif adalah bagian dari upaya Character Building Development Center (CBDC) untuk menggali peran Pancasila sebagai dasar negara dalam mengatur pola relasi antara warga negara dengan negara atau negara dengan warga negara dan juga pola relasi antara sesama warga negara. Doktor Yustinus Suhardi Ruman Selain itu, lanjut Suhardi, secara pragmatis, seminar ini bertujuan untuk mengembangkan wawasan para dosen/pengajar mata kuliah Pancasila di lingkungan university tentang Pancasila sebagai metode berpikir kritis dan Pancasila dalam kaitannya dengan dinamika sosial politik di Indonesia. Diharapkan dengan seminar ini, kata Doktor Suhardi, para peserta dapat membaginya kembali kepada peserta didik dalam proses perkuliahan di ruang kelas masing- masing. Direncanakan seminar ini akan dilakukan pukul 10.00 WIB bertempat di Ruang M2CD kampus Syahdan dihadiri oleh sekitar 150 orang terdiri dari dosen-dosen dan karyawan di lingkungan Bina Nusantara University Jakarta. Sementara itu FM-SCS Pancasila, Murty Magda Pane, S.T., M.Si mengatakan seminar ini sangat perlu untuk mengembangkan wawasan akademik dosen dalam diskursus yang berkaitan dengan Pancasila. Diharapkan pula para dosen Binus University terutama para dosen CB: Pancasila semakin bertambah cakrawala berpikirnya dalam relevansinya dengan pemahaman akan nilai-nilai luhur Pancasila. (Fritz Fios) read more
• July 01, 2019
Memaknai Hari Pahlawan Sebagai Perayaan Kehidupan
Setiap tanggal 10 November para pejabat negara mengunjungi kubur para pahlawan. Tentu, hal itu sangat baik. Namun itu saja tidak cukup. Kubur adalah simbol kematian. Ada kegelapan di bawah sana. Tidak ada cahaya dan oleh karena itu kita tidak bisa melihat, bukan hanya keadaan sekitar, tetapi juga jalan dan arah ke mana harus melangkah. View more read more
Yustinus Suhardi Ruman • May 02, 2019