Kanker kolorektal atau colorectal cancer (CRC) merupakan kanker usus besar dan rektum yang umum terjadi di Indonesia, yang saat ini menduduki peringkat empat kasus kanker terbanyak pada pria dan wanita. Bahkan, berdasarkan data GLOBOCAN 2020, pertumbuhan risiko kumulatif seumur hidup CRC pada pria Indonesia adalah yang pertama di antara semua jenis kanker. Berangkat dari hal tersebut, para peneliti melakukan penelitian untuk mencari tahu kaitan profil genetik dengan faktor risiko penyebab kanker kolorektal.

Apalagi, kebanyakan penelitian terkait profil genetik dan peningkatan risiko penyakit kanker kolorektal, sebagian besar hanya berdasarkan populasi Kaukasoid, dan sedikit populasi Asia. Bahkan, belum ada yang melakukannya untuk populasi Indonesia. Prof. Dr. Irawan Yusuf dari Universitas Hasanuddin serta Dr. Bens Pardamean, dan Dr. James Baurley dari Bioinformatics and Data Science Research Center (BDSRC) Universitas Bina Nusantara kemudian memprakarsai penelitian bertajuk Genetic Risk Factors for Colorectal Cancer in Multiethnic Indonesian, yang telah dimulai pada tahun 2014 lalu. “Sebagai langkah awal, kami merekrut pasien dari beberapa rumah sakit di kota Makassar yang dikoordinasikan oleh dr. Ronald Lusikooy dan dr. Upik Miskad dari Universitas Hasanuddin,” kata Dr. Bens Pardamean kepada Kompas.com.

Proses pengumpulan sampel ini memakan waktu selama dua tahun untuk mendapatkan lebih 300 partisipan, yang terdiri dari pasien kolorektal dengan berbagai tingkatan stadium serta beberapa partisipan yang sehat sebagai kelompok pembanding. Dari sisi data kesehatan dan pola hidup, peneliti menggunakan sebuah kuesioner yang berisikan lebih dari 300 pertanyaan yang harus diisi oleh setiap sampel. Lalu, secara bersamaan, peneliti juga harus mengolah sampel darah dan jaringan dari setiap partisipan yang merupakan sumber genetik (DNA) penelitian untuk mendapatkan DNA yang dibutuhkan. Dr. Bens mengatakan, dalam hal ini peneliti bekerja sama dengan Mochtar Riady Institute of Nanotechnology (MRIN) sebagai laboratorium yang bertanggungjawab dan kemudian DNA yang sudah ada dikirimkan ke laboratorium di New Jersey, Amerika Serikat untuk diproses guna mendapatkan profil genetik dari tiap partisipan. “Alasan kami mengirimkan sampel DNA ke luar negeri adalah karena belum adanya laboratorium yang dapat melakukan proses pembacaan DNA yang kami butuhkan di Indonesia saat itu,” jelas Dr. Bens. “Proses pengiriman DNA ini sudah mendapatkan izin resmi dari pemerintah melalui diberikannya Material Transfer Agreement yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan,” imbuhnya. Tahapan terakhir dari rangkaian penelitian ini adalah melakukan analisa bioinformatika yang dilakukan oleh tim BDSRC dengan kerjasama dengan para ahli bioinformatika dan sains matematika di BioRealm dan Clemson University di Amerika Serikat.

Profil genetik berkaitan dengan risiko kanker kolorektal “Tujuan penelitian kami adalah untuk menjawab, apakah profil genetik yang ditemukan dalam penelitian-penelitian yang ada untuk populasi lain juga identik dengan apa yang kami temukan di populasi Indonesia,” ungkap Dr. Bens. Hasilnya, penelitian ini menunjukkan, bahwa sebagian profil genetik yang sudah ditemukan sebelumnya memang sesuai dengan hasil penelitian ini, artinya profil genetik yang ada kaitannya dengan peningkatan risiko terkena kanker kolorektal pada populasi Kaukasoid, juga diprediksi berpengaruh terhadap hal yang sama untuk populasi Indonesia. Menariknya lagi, menurut Dr. Bens, ada beberapa profil genetik yang ternyata hanya ditemukan di dalam penelitian ini, tapi belum pernah ditemukan di penelitian lain. “Hal ini mengindikasikan uniknya karakteristik populasi Indonesia dan diperlukan penelitian yang lebih mendalam dengan jumlah sampel yang lebih banyak,” ujarnya.

Dari penelitian ini, para peneliti melihat adanya tren yang mengkhawatirkan dari timbulnya kanker kolorektal secara dini di Indonesia.

Tren ini menunjukkan, bahwa Indonesia perlu mengembangkan biobank nasionalnya untuk pemeriksaan dini faktor risiko kanker kolorektal dari pasien. “Karya monumental ini adalah kontribusi kami untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam waktu dekat, kami akan melakukan analisis yang lebih komprehensif tentang interaksi genetik dan lingkungan yang terkait dengan kasus kanker kolorektal di Indonesia, yang mengharuskan kami untuk memperbanyak jumlah sampel dalam data kami,” ungkap Dr. Bens. Kabar baiknya, penambahan data ini akan dapat lebih terjangkau di masa mendatang dengan kolaborasi peneliti dan laboratorium Genetics Indonesia, sehingga pengiriman dan pemrosesan sampel genetik DNA ke luar negeri tak lagi diperlukan. “Kami juga membutuhkan dukungan berkelanjutan dari pemerintah Indonesia dan rumah sakit untuk memperkaya data kami, agar bisa didapatkan representasi yang lebih baik dari keragaman suku Indonesia,” harapnya. Penelitian ini telah dipublikasikan dalam jurnal internasional Springer Nature Publisher.