Bagi seorang atlet, latihan adalah kegiatan utama setiap hari. Dengan rajin berlatih, kemampuan di bidang yang digeluti diharapkan akan terus meningkat. Sebaliknya, jika mengabaikan latihan, kemampuan akan menurun. Hasil yang didapatkan dari latihan keras adalah kemenangan dalam tiap kompetisi yang diikuti. 

Akan tetapi, untuk melakukan latihan, dibutuhkan waktu yang intens dan tenaga yang tak sedikit. Khususnya bagi mereka yang sedang menempuh pendidikan formal, kerap muncul dilema. Jadwal latihan yang padat mendominasi, bahkan mengalahkan agenda penting lain, termasuk sekolah atau kuliah.

Terbentur Jadwal

Binus University

Thalia Lovita Sosrodjojo, seorang atlet wushu, merasakan hal yang sama. Wanita berusia 22 tahun ini telah aktif menekuni olahraga bela diri wushu sejak 2004. Sejak itu pula, ia harus berkorban dengan tidak mengikuti sekolah formal. Sebagai gantinya, ia menjalani homeschooling mulai kelas 3 SD hingga SMA. 

Solusi homeschooling harus diambil karena Thalia sering mengikuti pemusatan latihan di luar kota, luar pulau, bahkan luar negeri dalam jangka waktu yang lama. Apalagi setelah bertanding mewakili klub olahraga, provinsi, dan negara, tanggung jawabnya makin besar.

Namun, masa-masa jauh dari orang tua bahkan sejak usia 8 tahun melatihnya untuk mandiri. Ia bukan hanya belajar melatih fisik, tetapi juga mental. Beruntung, ada dukungan penuh dari keluarga dan saudara yang sangat membantunya beradaptasi.

Karena kondisinya berbeda dengan mahasiswa pada umumnya, Thalia mencoba mencari kampus  yang lebih fleksibel dan memberikan kemudahan, khususnya dalam hal jadwal kuliah. Pilihannya jatuh pada BINUS UNIVERSITY melalui jalur Widia Scholarship.

Kuliah di BINUS sebenarnya bukan hal yang baru bagi Thalia. Ia sempat menyandang status sebagai Binusian dan berkuliah di Jurusan English Literature. Namun, pada awal semester ke-2 ia harus resign karena jadwal kuliah berbenturan dengan jadwal latihan wushu yang padat. “Aku harus latihan 2 kali sehari selama 6 hari dalam seminggu,” jelas Thalia.

Menjadi Penerima Beasiswa

Binus University

Thalia mengetahui informasi tentang Widia Scholarship dari sesama atlet yang juga merupakan seorang Binusian. Ia pun langsung mencari formulir pendaftaran di bagian Admisi BINUS Kemanggisan. Kali ini, Thalia mendaftar di jurusan Hotel Management. 

“Ada hal lucu saat saya mendaftar. Karena saya kurang familier dengan program beasiswa ini, saya salah mencantumkan namanya menjadi Widya Scholarship. Seharusnya Widia Scholarship,” ceritanya mengenang. 

Tak lama setelah mendaftar, ia dinyatakan lolos berbekal prestasinya di kompetisi wushu nasional dan internasional. Ia memang menjadi andalan DKI di cabang wushu tiap ada kompetisi olahraga. Thalia juga beberapa kali mewakili Indonesia di kejuaraan internasional dan berhasil menyabet medali.

Salah satu alasan Thalia memilih BINUS UNIVERSITY adalah karena jaraknya paling dekat dengan tempat tinggalnya. Ini merupakan faktor pertimbangan yang cukup penting baginya. Selain itu, ia juga mengamati bahwa kampus ini tergolong baik dalam hal akreditasi. Sistem yang digunakan BINUS sudah modern dan berbasis teknologi.

Dengan kuliah di BINUS UNIVERSITY, Thalia berharap mendapatkan kemudahan dalam mengatur jadwal untuk berlatih dan belajar. Keuntungan lain yang dirasakannya adalah bebas biaya kuliah selama 4 tahun, di luar kebutuhan kuliah yang bersifat pribadi. 

Tugas Thalia saat ini adalah memastikan IPK-nya tetap berada di atas 3.00 di tiap semester. Ini merupakan syarat sekaligus tanggung jawab utamanya sebagai penerima Widia Scholarship. Setelah lulus kuliah, Thalia berencana untuk menggali lebih banyak pengalaman kerja. Mimpinya kelak adalah merintis usaha sendiri.

Bagi Thalia, Widia Scholarship tak sekadar memberikan kemudahan finansial, tetapi juga fleksibilitas. Sebagai atlet, ia harus mencari solusi agar tetap dapat belajar seperti halnya anak muda lain sekaligus tetap mendulang prestasi terbaik. Di BINUS UNIVERSITY harapan itu tercapai.