Enam mahasiswa BINUS INTERNATIONAL School of Marketing menjuarai 8th Chartered Institute of Marketing Singapore (CIMS) International Marketing Competition 2011 di Ngee Ann Polytechnic, Singapura, Sabtu silam. Kemenangan diraih berkat kepiawaian mereka mengemukakan business plan tentang Urban Containers, sebuah komplek perumahan yang laik bagi warga pesisir pantai.

Konsep yang ditawarkan keenam mahasiswa itu, yakni Divya Rajendar Naraindas, Caroline Herlina, Christian Leonardo Harlianto, Astrio Feligent Tjong, Jaran Wali, dan Giraldi Perdana Jusuf Natakoesoemah, mengandaskan laju sejumlah peserta dari negara lain. Antara lain, tuan rumah Singapura, Malaysia, Vietnam, Filipina, China dan lain-lain.

Bukan cuma definisi dari Urban Containers itu sendiri, para mahasiswa itu juga dengan matang meramu konsep dari pembuatan perumahan kontainer, strategi bisnis, strategi promosi, project time frame hingga partnership atau rekan bisnis yang akan mereka gandeng untuk mewujudkan konsep ini. Mereka pun berharap konsep ini kedepannya bisa diimplementasikan.

Dalam kompetisi yang dihelat 21-22 Oktober 2011 ini, keenam mahasiswa itu menyabet juara pertama untuk kategori International Group dan Overall Champions. Kemenangan ini diraih bukan tanpa alasan. Mereka memenuhi kriteria yang ditetapkan sebagai syarat menjadi pemenang, yakni marketing strategy, environment analysis, financial viability dan oral presentation.

Menurut Jaran, timnya menang lantaran konsep yang ditawarkan, menitikberatkan problem solving dan mengangkat problematika sosial. “Sementara, peserta lain mengangkat tema consumer goods dan service, seperti rumah makan dan fashion. Menurut saya, hal itu yang membuat kita menang,” terang Jaran saat ditemui di Kampus Joseph Wibowo Center, Jakarta Pusat, Senin (31/10).

Atas nama BINUS, Head of School Management, Dr. Pantri Heriyati, SE, M.Comm mengaku bangga dengan prestasi yang ditorehkan keenam mahasiswa itu. “Di saat peserta lain berbicara tentang consumer good dan service, kalian mengangkat tema sosial dan memberikan sebuah solusi untuk kemiskinan di Indonesia,” tutur Pantri kepada pemenang CIMS 2011.

Urban Containers, Perumahan yang Lebih Baik

Seperti tagline di atas, Urban Containers merupakan sebuah konsep dengan membentuk suatru komplek perumahan yang laik bagi warga pesisir pantai. Bukan dari kayu maupun batu bata, rumah tersebut justru dibuat dari kontainer. Dalam hal ini, kontainer ditata sedemikian rupa seperti rumah tinggal, hingga menjadi hunian yang laik bagi warga pesisir pantai.

“Dalam penerapan ide komplek perumahan urban containers, kita menawarkan konsep recycling, reduce, reuse. Di sini, Kita mengolah container yang menumpuk dan tidak terpakai di dock menjadi rumah tinggal yang bisa dihuni oleh warga pesisir pantai,” ujar Divya.

Menurut salah seorang anggota delegasi, Christian Leonardo Harijanto, pemilihan ide ini dilatarbelakangi oleh keinginan mereka mencari solusi untuk masalah kemiskinan di Indonesia, terutama solusi bagi perumahan kumuh di pesisir pantai. Target bagi penerapan ide ini, salah satunya perkampungan nelayan di Cilincing, Jakarta Utara.

“Jangankan problem perumahan, untuk makanan saja mereka telantar. Dengan masalah ini, kami berpikir bagaimana membuat perumahan yang pantas dan laik untuk dihuni warga pesisir pantai. Kami sudah survey ke Cilincing dan warga di sana setuju dengan konsep ini,” kata Christian saat mempresentasikan kembali konsepnya di Kampus Joseph Wibowo Center.

Lalu, darimana mengambil kontainer itu? Keenam mahasiswa itu berencana menggunakan beberapa kontainer tanpa pemilik yang berada di dock dekat Cilincing. “Untuk memakai kontainer itu, kita meminta bantuan peranan pemerintah, tentunya. Toh, konsep ini membantu mereka memberantas kemiskinan,” tutur Jaran Walia, salah seorang peserta lainnya.

Apa benefit bagi warga pesisir pantai yang kebanyakan nelayan itu? Menurut Divya Rajendar Naraindas, peserta lainnya, warga pesisir tentunya mendapatkan perumahan laik huni beserta lingkungan dan sanitasi yang bersih. “Hal ini tentunya jauh lebih baik dibanding lingkungan mereka sekarang, yang tidak laik bagi warga dan anak-anak,” ungkap Divya.

Selain rumah laik huni, mereka juga bisa tinggal di lingkungan menyokong pendapatan warga tersebut sebagai nelayan. “Misalnya, kami membangun rumah makan khusus makanan laut dan pasar ikan. Hal ini untuk menyokong mata pencaharian mereka, sehingga mereka tak perlu pusing dengan biaya transportasi,” tutur Divya.

Untuk kedepannya, kata Caroline, salah seorang peserta, pihaknya ingin merealisasikan ide ini di perkampungan nelayan di Cilincing. “Jika berhasil, kami ingin mengimplementasikan konsep ini kepada 10 ribu perumahan kumuh pesisir pantai di sejumlah lokasi di Indonesia, maupun di negara lain, seperti India, Thailand, Filipina dan Bangladesh,” terang Caroline.(RA)