Oleh Nais Ambarsari, M.Pd.

Menurut data dari laman web Badan Bahasa, Indonesia terdiri atas berbagai suku dengan bahasanya masing-masing. Berdasarkan laporan hasil penelitian Kekerabatan dan Pemetaan Bahasa-Bahasa di Indonesia yang dilakukan oleh Badan Bahasa pada tahun 2008, telah berhasil diidentifikasi sejumlah 442 bahasa. Hingga tahun 2011, tercatat terjadi penambahan sejumlah 72 bahasa sehingga jumlah keseluruhannya menjadi 514 bahasa. Jumlah tersebut masih dapat bertambah karena masih ada beberapa daerah yang belum diteliti. 

Penyerapan kosakata bahasa daerah, terutama kosakata budaya, merupakan suatu usaha yang harus didukung dalam usaha pengembangan bahasa Indonesia. Dukungan tersebut layak diberikan karena ternyata banyak sekali konsep yang berasal dari kosakata bahasa daerah yang tidak dapat ditemukan dalam konsep bahasa Indonesia dan kalaupun ada, bentuknya biasanya berupa frasa. Selain itu, kosakata bahasa daerah juga memiliki ungkapan yang berisi nilai-nilai kearifan lokal yang biasanya hanya dapat dijumpai dalam bahasa tertentu.

Dalam kehidupan masyarakat Sunda yang kebanyakan multilingual (menguasai lebih dari satu bahasa), sering terjadi alih kode dan campur kode bahasa Sunda ke dalam bahasa Indonesia atau bahasa asing, atau sebaliknya. Alih kode dan campur kode ini menghasilkan sebuah bentuk bahasa Sunda baru yang oleh Ahmad Gibson Al-Bustomi, salah seorang Dosen Fakultas Ushuluddin UIN SGD Bandung disebut sebagai bahasa Sunda campuran atau bahasa Sunda gaul, yaitu bahasa Sunda yang dicampur-adukkan dengan bahasa nasional (bahasa Indonesia). Fenomena ini muncul dari penutur bahasa Sunda terutama generasi sekarang yang takut salah menggunakan undak usuk basa Sunda secara baik baik dan benar karena dianggap terlalu rumit, sehingga, untuk sejumlah kosakata yang mengandung unsur undak usuk basa, mereka menggunakan kosakata bahasa Indonesia.  

Seringkali, kita mendengar atau melihat fenomena campur kode di dalam komunikasi sehari-hari yang dilakukan oleh masyakarat Sunda khususnya masyakarakat kota Bandung. Banyak masyarakat Sunda yang menambahkan kata-kata yang berasal dari bahasa Sunda untuk komunikasi sehari-harinya. Namun, mereka seringkali tidak menggunakan bahasa Sunda dan bahasa Indonesia secara utuh. Mereka merasa lebih nyaman untuk menggunakan campur kode di dalam komunikasi sehari-harinya.

Salah satu contohnya, Ari yang kamu punya udah diisi? Kata “Ari” merupakan kata yang berasal dari bahasa Sunda yang mana mempunya arti bagaimana dalam bahasa Indonesia. Dalam kalimat tersebut, penggunaan bahasa Sunda tidak mendominasi dalam kalimatnya, hanya digunakan pada awal kalimat untuk mengganti kata bagaimana. Contoh kalimat lainnya yaitu, Kemarin, maneh pergi ke mana? Kata “maneh” merupakan kata yang berasal dari bahasa Sunda yang mempunyai arti kamu di dalam bahasa Indonesia. Sama halnya dengan contoh kalimat sebelumnya, penggunaan bahasa Sunda tidak mendominasi dalam kalimat. Contoh ketiga yaitu, Yuk, kita kerjakeun! Kata “kerjakeun” merupakan kata yang berasal dari bahasa Sunda dan makna nya hampir mirip dengan makna dalam bahasa Indonesia yaitu kerjakan. Alih-alih menggunakan bahasa Sunda atau bahasa Indonesia secara utuh, masyarakat etnis Sunda lebih nyaman mencampurkan bahasa Sunda dan juga bahasa Indonesia.

Hal ini diakibatkan oleh banyaknya masyarakat Sunda yang tidak lagi menjadikan bahasa ibunya bahasa Sunda. Banyak orang tua yang menjadikan bahasa pertama anaknya yaitu bahasa Indonesia dengan beberapa alasan, misalnya kedua orang tua bukan berasal dari suku Sunda sehingga mengharuskan anaknya mendapat bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama agar mampu berkomunikasi dengan kedua orang tuanya. Selain itu, alasan yang lainnya yaitu sulitnya menggunakan undak usuk basa di dalam bahasa Sunda yang menjadikan bahasa Sunda enggan digunakan dalam kesehariannya.

Beberapa orang merasa takut ketika menggunakan bahasa Sunda dengan alasan takutnya menggunakan bahasa kasar kepada orang tua atau kepada orang lain. Hal itu berdampak pada lebih nyamannya menggunakan campur kode dalam penggunaan bahasa kesehariannya. Selain itu juga, sudah jarangnya di kalangan remaja atau di lingkungan kantor yang menggunakan bahasa Sunda dalam berkmomunikasi. Dengan demikian, semakin jarangnya penggunaan bahasa Sunda di lingkungan Sunda akan berdampak pada punahnya bahasa daerah itu sendiri. Semoga etnis Sunda semakin sering menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi sehar-hari demi melestarikan bahasa daerahnya.

Referensi
Budiwiyanto, 2022. Kontribusi Kosakata Bahasa Daerah dalam Bahasa Indonesia (online) https://badanbahasa.kemdikbud.go.id/artikel-detail/792/kontribusi-kosakata-bahasa-daerah-dalam-bahasa-indonesia diakses pada 8 Oktober 2023.
Ensiklopedia Dunia (online) https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Ragam_non-baku_dalam_bahasa_Sunda diakses pada 8 Oktober 2023.