Sunyi dan teduh menjadi jati diri hutan di siang hari. Namun, apa yang terjadi dengan kesunyian tersebut di malam hari? New experience ‘jalan malam di Hutan Menyala ini sangat mengasyikan, rasanya kaya berpetualang (karena disetiap spot area kita disapa oleh tim dari Hutan Menyala dengan sapaan “Halo, para petualang!” Bisa dibayangkan ini seperti ‘Jalan Malam Pramuka’ tapi versi mewah. Tempatnya aman, tapi tetap terasa suasana hutannya. Gambaran keseluruhannya kita seperti masuk dan larut ke dalam negeri dongeng antah berantah. Apalagi di area Kala Rimba Bercerita, Batu

Prasasti akan bercerita tentang sebuah legenda. Lalu saat di area Beringin Berangan pun sungguh menakjubkan, kita benar-benar serasa di alam mimpi…Sungguh indah dan cantik sekali suasana Hutan Menyala pada area Beringin Berangan ini.

Diorkestrasi oleh Sembilan Matahari (NM) dan The Lodge Maribaya bekerja sama dengan Satoe Komunika Event Organizer dan Taman Hutan Raya Djuanda, Hutan Menyala adalah inovasi destinasi wisata di masa pandemi

berupa wahana pengalaman audiovisual di tengah hutan yang mentransformasi berbagai area dalam Tahura Djuanda. Sebuah inisiatif berdasarkan kolaborasi dan persahabatan, Hutan Menyala adalah tempat di mana pohon, hewan, dan manusia berbaur. Kawasan Tahura Djuanda ditransformasikan menjadi jalan-jalan cerita yang seperti mimpi, dalam permohonan untuk mempertimbangkan kembali prioritas kita di

zaman sekarang ini, waktu di mana ada kebutuhan mendesak akan kesadaran dan keberlanjutan ekologis.

Melalui Hutan Menyala, NM yang selama ini dikenal melalui video mapping pada bangunan-bangunan bersejarah di Indonesia ingin mengisyaratkan sebuah arah baru yang lebih sejalan dengan harapannya untuk lebih terlibat aktif dalam pelestarian lingkungan hidup, yang akan disisipkan dari sekarang hingga proyek lainnya di masa mendatang. Kiprah ini merupakan cerminan dari pesan yang

diusung oleh studio interdisipliner asal Bandung ini dalam rangka memasuki usianya yang ke-14, yaitu; Bright Society, Bright Environment, dan Bright Economy.

“Kita sudah terlalu lama memperlakukan alam dengan semena-mena. Kita terlanjur menganggap bahwa ia akan terus hadir dalam kehidupan, walau seburuk apapun kita perlakukan alam”, tutur Adi Panuntun. “Hutan Menyala ingin mengajak pengunjung untuk mengkaji ulang hubungan antara manusia dengan alam, khususnya dengan hutan”. Perpaduan antara alam, seni dan teknologi ini bertujuan untuk mengundang kita agar lebih mencermati serta mempelajari kembali sikap kita terhadap lingkungan sekitar. Lebih khusus lagi dalam kaitannya dengan peran penting Tahura Djuanda sebagai banteng ekosistem alami bagi Kota Bandung maupun Jawa Barat. Peran ini menggarisbawahi ketergantungan kita terhadap Tahura Djuanda, sekaligus mengingatkan betapa pentingnya agar area konservasi ini tetap terjaga.

Baca Juga: Metode Penelitian Kualitatif

Kepala Taman Hutan Raya Djuanda Lianda Lubis berpendapat, “Dalam beberapa tahun Tahura akan menjadi hutan tropis yang asyik bagi kegiatan masyarakat. Langkah-langkah konservasinya ditentukan sejak awal. Tentunya tidak sembarangan tanam pohon, agar tetap teratur”. Beliau melanjutkan, “Pengelola Tahura juga memberi keterangan petunjuk jalan hingga spesies pohon. Dengan demikian jelajah Tahura Djuanda bukan hanya menikmati udara yang asri, tetapi juga wisata edukasi sejarah dan pengetahuan biologi”. Menurut Kepala Tahura Djuanda Lianda Lubis, wisata malam yang disebut ‘Tahura Menyala’ akan menampilkan pemandangan hutan di malam hari dengan lampu yang berwarna-warni.Tak main-main, area yang dibuka untuk wisata Hutan Menyala ini mencapai luas satu hektar. “Seperti datang ke dunia mimpi dan kita

sepertinya enggan keluar lagi. Kita uji coba 10 ribu meter persegi atau 1 hektar,” ucap Lianda. Ia menuturkan bahwa wisata Hutan Menyala akan dibuka mulai sore hingga pukul 22.00 WIB. Kegiatan ini akan dibagi ke beberapa kelompok. Jumlah maksimal dalam satu kelompok tur adalah 500 orang. Selama wisata Hutan Menyala tersebut, pengunjung akan belajar tentang hutan, berfoto, melihat fenomena malam hari dengan cahaya lampu yang berwarna- warni. Kita akan bicara soal hutan, pohon, lingkungan, dan

pengamatan suara hewan malam,” ucap Lianda. Ia berpendapat bahwa Hutan Menyala akan membuat pengunjung mendapatkan pengalaman baru dan menyenangkan sehingga rasanya pengunjung seakan tidak ingin pulang. Ini adalah pertama kalinya Tahura Djuanda membuka wisata malam. Tujuan Tahura Djuanda mengadakan wisata malam tersebut untuk lebih jauh mengenal hutan. Pihaknya juga mengajak masyarakat Bandung dan sekitarnya

untuk mengembalikan kecintaan hutan demi menjaga kehidupan di dalamnya. Nantinya pengunjung yang berminat untuk datang ke wisata Hutan Menyala diharuskan daftar dulu supaya mendapat nomor antrian untuk masuk ke dalam kawasan. Namun dikarenakan lonjakan gelombang pandemic Corona Covid-19, belum diumumkan kembali oleh Tahura Djuanda Bandung kapan wisata Hutan Menyala ini mulai dibuka untuk umum. – Dini Cinda Kirana –