Era kenormalan baru atau new normal menjadi fenomena yang harus dihadapi semua orang sebagai imbas pandemi COVID-19. Sebagian besar orang menganggap era kenormalan baru sebagai bencana, apalagi pandemi ini menimbulkan dampak yang sangat luar biasa. Banyak perusahaan melakukan pengurangan karyawan. Para pekerja juga dipaksa bekerja dari rumah (WFH) dan menerima gaji tidak penuh. 

Namun, apakah semua orang harus menyerah pada kondisi buruk saat ini? Motivator sekaligus pebisnis terkemuka asal Singapura, James Gwee memberikan jawabannya secara tegas. Alih-alih menyebut pandemi COVID-19 sebagai bencana, dia menganggap bahwa situasi buruk saat ini menyimpan peluang besar. “Covid, so many opportunities. Jangan terlalu banyak mikir,” ujarnya dalam Studium Generale with James Gwee: Entrepreneurship in the New Normal Era. 

Mengawali materinya, James Gwee pun mengutip perkataan entrepreneur andal asal Inggris, Richard Branson. “If someone offers you an amazing opportunity and you are not sure you can do it, say yes, then learn how to do it later!” Terlebih, seorang entrepreneur adalah orang-orang yang terus melangkah dalam sebuah ketidakpastian. Mereka tidak yakin bakal sukses atau tidak. Namun, mereka melakukan tindakan tanpa keraguan untuk mencapai tujuan. 

  • Studi Kasus Bisnis Training James Gwee di Era New Normal

Enterpreneur

James Gwee adalah seorang entrepreneur. Sebagai buktinya, dia menjalankan bisnis pelatihan dengan segmen pasar adalah para perusahaan. Seperti halnya entrepreneur lain, James pun merasakan dampak negatif pandemi COVID-19. Apalagi sebelum era new normal, bisnis pelatihan yang dijalankannya berlangsung secara offline. Imbasnya nyata; jadwal pelatihan pada rentang Maret—Juli terpaksa harus dibatalkan. 

Pada situasi seperti ini, James Gwee mencoba untuk berpikir tenang, apalagi para ahli beranggapan kalau COVID-19 akan berlangsung setidaknya 1-2 tahun. Dia percaya bahwa dalam setiap krisis, pasti ada pergeseran. Selanjutnya, pergeseran itulah yang menimbulkan peluang. “Dari dulu yang tidak perlu, sekarang diperlukan. Dulu tidak bisa, sekarang bisa. Dulu tidak mampu, sekarang mampu,” ujarnya. 

Mengutip kata-kata Albert Einstein, “in the middle of every difficulty, lies opportunity”, dan peluang itu pun akhirnya didapatkan James Gwee. Alih-alih mengadakan pelatihan secara offline, dia kemudian beralih ke pelatihan online menggunakan Zoom. 

Padahal, saat itu Gwee sama sekali tidak tahu dan mengerti apa itu Zoom ataupun cara penggunaannya. Namun, hasilnya sangat fantastis. “Training Zoom dari bulan Maret sampai sekarang, sudah training Zoom sampai 47 ribu kali,” ujar Gwee.

Pencapaian Gwee menjadi bukti kalau dirinya tidak sekadar motivator, tetapi juga entrepreneur. Dia tidak hanya mampu melihat peluang bisnis dalam sebuah krisis. Namun, Gwee juga memperlihatkan kemampuan dan keinginan belajarnya dalam memanfaatkan peluang tersebut. 

  • Prinsip Penting yang Harus Dimiliki Seorang Entrepreneur

Enterpreneur

Pada kesempatan studium generale tersebut, Gwee juga menyebutkan lima prinsip penting yang wajib dimiliki oleh seorang entrepreneur. Lima prinsip yang dimaksud adalah: 

  • Insting

Menurut James Gwee, jiwa berwirausaha atau entrepreneurship spirit adalah sebuah insting. Oleh karenanya, tidak semua orang bakal memiliki kemampuan tersebut. Meski begitu, kepemilikan insting juga tidak menjamin kesuksesan seorang entrepreneur saat berbisnis. 

Insting entrepreneur diperlihatkan ketika menerima sebuah penawaran menarik. Alih-alih berpikir panjang, seorang pengusaha lebih memilih untuk bertindak cepat. Keputusan itu pun diambil tanpa perlu mempertimbangkan apakah bakal berhasil atau tidak. 

  • Pandai melihat peluang

Faktor selanjutnya yang membuat seseorang dapat disebut sebagai entrepreneur adalah kemampuannya dalam melihat peluang. Entrepreneur adalah seorang oportunis yang mampu menilai peluang pada situasi apa pun. Selain itu, mereka juga tidak khawatir terkait modal yang digunakan untuk mengeksekusi ide dan peluang yang dimilikinya. 

James Gwee menjelaskan bahwa modal dalam bisnis tidak terbatas pada uang. Modal bisa dimiliki dalam berbagai bentuk. Waktu, skill tertentu, tenaga, serta kepercayaan adalah modal yang bisa dimiliki oleh siapa saja. 

  • Siap belajar skill baru

Hal penting selanjutnya yang perlu dimiliki entrepreneur adalah kemauan dan kesiapan belajar pengetahuan baru. Seperti kutipan dari Branson, entrepreneur perlu bertindak cepat saat menerima sebuah tawaran menarik. Kalaupun tawaran itu memerlukan kemampuan tertentu yang belum dikuasai, pelajari!

Situasi di era modern memberi kemudahan bagi entrepreneur untuk belajar skill baru relatif lebih mudah. Sebagai contoh, ketika kamu tak punya keahlian dalam membuat materi iklan yang bagus. Caranya mudah, pelajari lewat internet. Di dunia maya, terdapat beragam materi copywriting yang bisa dijadikan sebagai bahan pembelajaran. 

  • Tak sekadar mengejar profit

James Gwee mengungkapkan kalau seorang entrepreneur bukanlah mereka yang sekadar mengejar profit dalam bisnis. Bahkan, dia pun mengutip perkataan Richard Branson, “If you aren’t making a difference in other people lives, you should not be in business.” Baginya, seorang entrepreneur harus mampu memberi perubahan pada orang-orang di sekitarnya. 

Gwee menjelaskan, profit bukanlah tujuan dalam bisnis. Profit merupakan hasil perhitungan antara revenue dan expense. “Purpose bisnis adalah memberi perubahan pada kehidupan orang lain.”

Kalau seorang pengusaha hanya mengedepankan profit, dia tidak akan peduli apakah produknya berguna untuk konsumen atau tidak. Alhasil, pengusaha tersebut akan melakukan berbagai cara, termasuk memanipulasi konsumen. 

Sebagai gantinya, entrepreneur harus memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi konsumen. Bahkan, Gwee menganggap kalau entrepreneur harus melihat problem konsumen sebagai peluang bisnis. 

Untuk bisa memanfaatkan problem konsumen sebagai peluang bisnis, entrepreneur bakal memikirkan hal-hal yang mungkin diubah. Untuk contoh lebih jelas, Gwee kemudian membeberkan studi kasus yang dihadapinya selama COVID-19. 

Sebanyak 80 persen pelanggan yang mengundang Gwee untuk pelatihan adalah perusahaan. Setiap pelatihan membutuhkan waktu cukup lama, sekitar 1-2 hari. Selain itu, corporate training tak boleh murah. “Kalau murah malah dipertanyakan. Jangan 350 ribu, tetapi 1,5 juta,” kata Gwee. 

Namun, situasi berubah setelah COVID-19. Perusahaan tak bisa mengundang trainer. Di sisi lain, banyak pegawai WFH, gaji dipangkas, ataupun PHK. Situasi tersebut membuat banyak orang berdiam diri di rumah, memiliki banyak waktu, dan punya uang sedikit. Lalu, apa yang bisa dilakukan? 

Dari situ, Gwee memikirkan apa yang bisa dilakukan agar bisnisnya bertahan. Hasilnya, dia memperoleh pemikiran kalau dirinya harus membantu orang, memberi orang-orang ide dan harapan. Terlebih saat ini, banyak orang yang kehilangan harapan. Sementara itu, dia punya konten, ide, serta jurus yang beragam. 

Hanya saja, ada satu tantangan yang membuat layanan Gwee tidak cocok untuk situasi COVID-19. Pelatihannya mahal dan butuh waktu lama. Sebagai solusi, dia pun memperpendek durasi pelatihan, dari awalnya satu hari menjadi 4 jam dengan konten yang sama. Biaya juga dipangkas, dari Rp1,5 juta menjadi Rp350 ribu. 

Hasilnya, sangat menggembirakan. Dari 10 topik yang ditawarkan selama Maret—April, terdapat sebanyak 80 peserta untuk setiap topik. Selain itu, para peserta juga memberikan feedback yang positif. “Saya pakai jurus bapak, omzet meningkat, ” cerita Gwee saat menjelaskan salah satu feedback peserta pelatihannya. 

  • Pantang menyerah

Terakhir, entrepreneur adalah sosok yang pantang menyerah. Gwee menuturkan bahwa kesuksesan tidak datang dalam satu atau dua kali percobaan. Biografi para orang terkenal memperlihatkan kalau kegagalan merupakan pengalaman belajar. Makin sering gagal, makin banyak hal yang bisa dipelajari. 

Dalam pandangannya, kegagalan dalam sebuah percobaan bisnis dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya: 

  1. Ide yang salah kaprah. Kalaupun dijalankan, bakal menghasilkan kegagalan. 
  2. Produk bagus, tetapi dipasarkan pada segmen market yang salah.
  3. Kesalahan memasang harga. Banderol terlalu tinggi, konsumen tak mampu membeli. Kalau mematok harga terlalu rendah, konsumen ragu. 
  4. Kesalahan copywriting. Kesalahan yang paling sering dilakukan pengusaha adalah menjelaskan segalanya dalam iklan. Kesalahan seperti ini akan membuat minimnya follow up oleh para konsumen. Buat iklan secara menarik dan dorong audiens untuk bertanya melalui jalur pribadi. 
  5. Implementasi yang tak bagus. 
  • Pentingnya Membangun Tim yang Solid

Enterpreneur

Kesuksesan bisnis oleh seorang entrepreneur tak bisa dilakukan sendiri. Siapa pun bakal memerlukan tim yang solid. Oleh karena itu, Gwee menyarankan kepada calon entrepreneur untuk mengenali tiga karakteristik orang secara umum di dunia, yakni: 

  • The Star (10-20%)

Mereka adalah orang yang memiliki sikap positif dan mental tak mudah goyah. Pembawaannya selalu memancarkan semangat. Entrepreneur perlu menjaga karyawan yang termasuk dalam kategori the star sehingga memiliki loyalitas tinggi. 

  • RT atau rata-rata (60-80%)

RT atau rata-rata adalah kategori sifat orang yang mayoritas. Mereka memiliki pembawaan yang tidak konsisten, perlu dorongan secara terus-menerus. Meski begitu, tak menutup kemungkinan orang-orang RT ini bisa bertransformasi menjadi the star kalau berada di lingkungan positif. 

  • RT (Rusak total)

Ketiga adalah RT atau rusak total. Entrepreneur perlu mengisolasi orang-orang yang termasuk dalam kategori ini karena bisa memberi dampak buruk pada karyawan rata-rata. 

Itulah modal menjadi entrepreneur ala James Gwee yang cukup menarik untuk dipraktikkan. Siapa saja bisa menjadi entrepreneur, lho!