TIRTA NUGRAHA MURSITAMA, PHD
Guru Besar, Departemen Hubungan Internasional, Universitas Bina Nusantara

Merebaknya wabah Covid-19 ke seluruh dunia menjadi pandemi global memaksa dunia berubah. Tidak hanya dari negara, pasar, tetapi juga masyarakat. Paling tidak hingga saat ini, China dianggap sebagai salah satu contoh negara yang berhasil meredam virus Covid-19 hingga mengulurkan tangan membantu Italia. Sementara itu, beberapa negara lain mengikuti dengan kebijakan yang beragam dari menutup diri (lock-down) mulai kurun waktu tertentu hingga kebijakan menutup sebagian wilayahnya.

Tulisan ini akan membahas bagaimana kita menganalisis fenomena Covid-19 dari perspektif hubungan inter nasional, khususnya subdisiplin ekonomi politik internasional (ekopolin). Secara singkat, menurut pandangan ekopolin, fenomena internasional terjadi sebagai konsekuensi interaksi antara kekuatan yang dimiliki negara (politik) dan perusahaan (pasar) di tingkat global.

Dalam interaksi tersebut, masing-masing aktor memiliki kepentingan tersendiri yang ingin dicapai. Pada akhirnya akan melahirkan siapa yang menjadi pemenang (winner) dan siapa yang harus rela jadi pecundang (looser). Karena interaksi itu pada dasarnya melibatkan masyarakat maka konsekuensi dari interaksi dua kekuatan tersebut juga berdampak kepada masyarakat, di tingkat nasional (domestik suatu negara) hingga secara lokal.

Negara vs Pasar
Sebagai satu-satunya otoritas yang diberikan kewenangan sah oleh hukum perundang-undangan untuk menggunakan kekuatan memaksa mengatur warganya dengan senjata (militer dan polisi), negara dapat mengeksekusi kekuasaan (power) dan politiknya. Untuk itulah mengapa beberapa Negara melakukan menutup wilayah secara keseluruhan (lockdown), karantina wilayah secara terbatas, hingga melakukan pengaturan lalu lintas pergerakan warganya secara terbatas dengan dibantu kepolisian bahkan militer.

Negara bisa mem berikan sanksi hukuman bagi yang melanggar. Negara wajib hadir menjaga ketertiban dan menjaga situasi aman dan masyarakatnya tetap tenang. Masyarakat merasa aman dan nyaman tidak diliputi rasa ketakutan, termasuk akses terhadap ke butuhan sehari-hari terpenuhi. Misalnya menjamin warga tidak kelaparan, menjaga akses terhadap informasi dari pemerintah secara transparan hingga akses ke fasilitas kesehatan bila ada yang terkena gejala Covid-19.

Dalam konteks ini, negara kadang berbenturan dengan kepentingan perusahaan (bisnis besar maupun kecil). Logika pasar adalah memupuk keuntungan sebanyak mungkin agar mendapatkan kemakmuran. Perusahaan tentu berusaha agar dapat tetap beroperasi paling tidak untuk mengurangi kerugian. Bisa dibayangkan bila akses ke dunia internasional maupun dari luar ke dalam negeri ditutup total, ke giatan bisnis terhenti. Ujung pang kalnya tidak hanya pada kelangsungan usaha itu sendiri, tetapi juga menyangkut para pekerja yang tidak mendapatkan gaji.

Dampak tidak beroperasinya bisnis memang beragam. Bagi para karyawan berkerah putih, mungkin masih bisa mendapatkan hak nya dalam bentuk gaji ataupun bonusnya. Sejelek-jeleknya, mereka akan mengalami sedikit pe motongan atau penundaan pembayaran bonus. Bagi per usa haan besar apalagi perusahaan multi nasional dengan aset dan omzet yang besar, mungkin tidak terlalu menjadi masalah besar.

Bagi pekerja kerah biru yang hidupnya bergantung pada apakah mereka bekerja atau tidak hari itu, bisa menjadi kiamat kecil. Bila mereka tidak bekerja maka mereka tidak mendapatkan upah. Artinya mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Ini masalah yang sangat riil. Bagi perusahaan menengah dengan aset dan omzet yang tidak terlalu besar dan mengandalkan cash flow jangka menengah atau pendek, bias jadi bom waktu apalagi usaha kecil yang hidupnya bertumpu pada transaksi harian.

Beberapa hal di atas merupakan gambaran buram dari fenomena internasional Covid-19 yang secara riil dihadapi negara, perusahaan, dan masyarakat. Lalu bagaimana alternatif mengatasinya?

Mencari Keseimbangan
Dalam situasi seperti sekarang ini, siapa yang menjadi pemenang dan pecundang, negara atau pasar tidak bisa dijawab dengan sederhana. Bila negara mengedepankan situasi keamanan dan ketertiban warga agar terkendali dan tetap tenang serta menyebarnya virus dapat dibatasi dengan pembatasan sosial skala besar atau bahkan lockdown secara totalb ahkan bila sampai ada alternatif darurat sipil atau militer, semuanya ada konsekuensinya.

Katakanlah negara menjadi pemenang dengan memutuskan untuk memilih salah satu dari alternatif di atas, pasti telah mempertimbangkan keuntungan dan kerugiannya. Pertama, aktivitas bisnis kemungkinan besar akan lumpuh. Dari skala besar hingga kecil, pasti ada potensi kerugian. Negara perlu melakukan intervensinya dengan meng identifikasi perusahaan atau kelompok masyarakat yang akan mengalami kerugian dari yang terbesar hingga yang paling tidak dirugikan. Kemudian, Negara dapat memberikan insentif bagi kelangsungan bisnis mereka.

Misalnya keringanan pajak, cicilan utang, bantuan langsung berupa cash maupun tidak, memberikan subsidi tertentu dengan paket-paket stimulus lainnya sesuai industri dan segmentasinya. Kedua, perusahaan di industri alat kesehatan dan farmasi bisa tetap berkontribusi dengan membuat alat pelindung diri (APD), vitamin, obat-obatan, dan lainnya yang dibutuhkan.

Perusahaan di industri tertentu yang memiliki teknologi atau proses bisnisnya mungkin dialihkan untuk membuat produk-produk yang dapat digunakan untuk mengatasi merebaknya virus Covid-19 ini. Industri yang menghasilkan makanan pokok dapat tetap dioperasikan dengan terbatas dan atau menggunakan bantuan teknologi.

Perusahaan-perusahaan seperti ini sekaligus mempraktikkan sebagai perusahaan yang secara sosial bertanggung jawab terhadap konsumen dan lingkungannya, bukan saja menjadi perusahaan yang bertujuan utama hanya meraup untung besar semata. Bila ini bisa terjadi maka merupakan bukti bahwa perusahaan pun dapat berkontribusi dalam situasi darurat sekarang ini.

Di titik ini sebenarnya telah terjadi keseimbangan baru berupa peluang kerja sama antara negara dan pasar. Negara saat dibutuhkan hadir menjamin keselamatan, ketertiban, dan keamanan warganya di satu sisi, namun juga memberikan ruang kepada pasar untuk tetap berkontribusi. Tentu diperlukan serangkaian langkah konkret untuk mengimplemen tasikannya.

Namun yang terpenting, harga nyawa manusia jauh lebih dari keuntungan bisnis sebesar apa pun bahkan posisi politik di tingkat mana pun. Saat ini adalah kondisi emergensi, darurat, dan luar biasa yang di luar kuasa manusia sehingga sudah semestinya kita mengatasi dengan kebijakan yang luar biasa. Bukan hanya berdebat panjang soal aspek legal formal semata, kerugian material bisnis, kepentingan golongan atau politik tertentu, apalagi individu. Kita perlu kepastian yang cepat, mengingat apa pun keputusan yang akan diambil memiliki konsekuensi, sebelum terlambat dan kerugian yang dialami masyarakat menjadi lebih besar.

Sumber : https://nasional.sindonews.com/read/1580944/18/ekonomi-politik-internasional-covid-19-1586193900