Chief Executive Officer (CEO) PT Hipernet Indodata (Hypernet), Sudianto Oei.

Chief Executive Officer (CEO) PT Hipernet Indodata (Hypernet), Sudianto Oei. (Istimewa)

Keranjingan game dan jeli melihat peluang. Dua modal itu sudah cukup bagi Sudianto Oei untuk menjadi pebisnis yang diperhitungkan di bidang jasa provider internet. PT Hipernet Indodata (Hypernet), perusahan yang didirikan dan dinakhodainya, sudah ekspansi ke berbagai kota di Tanah Air.

Benar, Sudianto Oei mengawali semuanya dari iseng. Agar bisa bermain game gratis setiap hari, ia membuka usaha warung internet alias warnet. Menganggap peluang bisnis di bidang jasa provider lebih menjanjikan, ia kemudian banting setir.

Kini, pelanggan Hypernet sekitar 1.500 perusahaan. Target Hypernet ke depan adalah menjadi perusahaan terbesar yang menyediakan konsep one stop solution bidang teknologi informasi (TI) di Indonesia.

Lalu, apa obsesi Oei? Mengapa ia harus mengejar mimpi yang lebih tinggi? Mengapa pula ia menganggap hidup ini seperti film? Bagaimana ia menjalankan perannya sebagai pemimpin? Berikut penuturan lengkap eksekutif muda kelahiran Jakarta, 5 November 1983 ini.

Benarkah Anda memulai semuanya dari bisnis warnet?
Awalnya berangkat dari hobi saya bermain komputer, kemudian beralih main game. Saat itu kan bermunculan game-game baru. Saya request ke orangtua, boleh enggak saya bikin warnet? Pascakrisis moneter (krismon) tahun 1998-an, warnet menjamur. Saya melihatnya sebagai peluang, padahal saya belum punya sense of business. Sebenarnya tujuan awalnya supaya bisa bermain game gratis setiap hari. Ha, ha, ha…Orangtua saya memberikan kepercayaan. Saya mengawali usaha warnet dengan delapan unit komputer.

Kenapa banting setir ke jasa provider?
Seperti para pemilik warnet yang lain, saya sering menghadapi masalah koneksi atau jaringan internet. Kami juga harus membayar pulsa per menit, sedangkan pemakaian warnet dihitung per jam. Jadi, kalau yang datang hanya satu atau dua orang tidak bisa menutup biaya pulsa.

Dari informasi di forum-forum, saya menemukan provider yang bisa menyediakan pembayaran unlimited tanpa menggunakan pulsa. Saya coba pasang. Tapi 3-5 bulan tidak memuaskan. Saya mendapat support dari teman-teman di komunitas warnet supaya membuat provider. Akhirnya saya coba dan meng-upgrade bisnis warnet ke jasa provider internet. Waktu itu saya masih kuliah di Bina Nusantara (Binus).

Bagaimana perkembangan awalnya?
Untuk start awal, saya bekerja sama dengan provider yang sudah existing. Kami menjadi partner dan menjualnya ke daerah-daerah. Saya memulainya dari Bogor dan Cibinong. Sebagai pemain kecil, masih baru, tidak mungkin saya langsung main di kota besar. Tapi ternyata tidak berjalan sesuai harapan, karena dari sisi permintaan tidak banyak dan ada kendala perizinan. Market-nya belum siap, terutama di daerah pinggiran. Mereka masih menganggap internet merupakan barang mewah. Akhirnya bisnis tersebut saya tutup. Saya pun vakum dari bisnis selama 1,5 tahun.

Apa yang terjadi selama vakum?
Saya tetap melanjutkan kuliah di Binus. Saya ikut komunitas assistant lab untuk mengurus jaringan. Di Binus, lagi-lagi saya melihat peluang. Di sekitar kampus Binus ada ribuan mahasiswa yang indekos karena kebanyakan dari luar Jakarta. Mereka selalu kesulitan setiap kali harus mengerjakan tugas kuliah secara online. Binus saat itu sedang mencanangkan kuliah online.Mahasiswa tidak perlu datang ke kampus, cukup submit tugas dengan deadline yang sudah ditentukan.

Saat menjelang deadline pengumpulan tugas, warnet-warnet di sekitar kampus dipenuhi mahasiswa yang antre untuk mengirimkan tugas. Saya berpikir, kenapa enggak saya bikin saja jaringan ke kamar-kamar indekos, sehingga mereka bisa online kapan pun dan mereka bisa bayar per bulan? Ide itu ternyata didukung tim network Binus. Mereka men-support dan meminta saya membuat entity atau unit bisnis kecil. Izinnya pun mengatasnamakan Binus.

Bagaimana hasilnya?
Tidak terlalu sulit dijalankan. Apalagi mendapat dukungan penuh dari universitas. Selama setahun, hasilnya berjalan baik dan saat itu terdapat hampir 2.000 mahasiswa dalam jaringan Binus. Setelah para mahasiswa Binus lulus, meraih gelar, dan sudah bekerja, mereka mengatakan ingin membuat jaringan serupa di tempat mereka bekerja. Tentu saja saya bilang bisa.

Dari situlah bisnis jaringan ini berkembang lagi. Tapi saya harus melihat arah perkembangannya. Kalau menuju komersial harus punya badan usaha, yaitu perseroan terbatas (PT). Saya mendapat izin pada 2007. Sebenarnya sejak 2006 bisnisnya sudah berjalan. Butuh waktu setahun untuk mendapat izin. Ini permasalahan di Indonesia. Mengeluarkan izin lama, padahal prosesnya simple. Begitu izin keluar, barulah saya berani mengumumkan bahwa perusahaan ini bergerak di bidang provider internet. Sejak itu pertumbuhan kami lebih cepat karena almamater membantu kami melakukan marketing.

Kenapa memilih nama Hypernet?
Hypernet sudah dipakai untuk warnet saya. Hyper itu bermakna sesuatu yang melebihi batas normal, seperti lebih cepat, lebih baik, dan lainnya. Kalau net, biasanya kependekan dari internet. Itu dengan harapan konsumen menganggap warnet ini paling cepat dan pelayanannya lebih baik. Karena nama Hypernet sudah melekat, saya bawa lagi untuk perusahaan ini, PT Hipernet Indodata.

Visi dan misi Hypernet?
Tadinya kami ingin menjadi provider nomor satu di Indonesia untuk internet. Tapi sejak 2014, kami mengubah visi menjadi provider teknologi dengan konsep one stop solution. Bagaimana kami bisa melakukan delivery pelayanan atau solusi lengkap bagi para pelanggan. Kami tidak lagi membicaraan satu bagian internet saja, melainkan banyak bagian. Pelanggan enggak hanya butuh jaringan internet, tetapi juga email, web, antivirus, dan lainnya. Inginnya kami menjadi perusahaan terbesar yang menyediakan konsep one stop solution di bidang TI.

Persaingan dengan provider-provider lain?
Banyak provider bermunculan, bahkan ada yang mau masuk ke Binus. Akhirnya ada perang harga. Maka ke depan, kami tidak akan masuk sektor ritel karena kapabilitas kami bukan di ritel, melainkan di perusahaan. Sejak 2007 sampai sekarang, sudah ada sekitar 1.500 pelanggancorporate.

Pasarnya memang menjanjikan. Kita punya populasi penduduk 250 juta orang, tapi penetrasi internetnya masih di bawah 30 persen. Namun, karena luas wilayah kita sangat besar, diperlukan pemerataan infrastruktur dan itu membutuhkan waktu. Saya rasa, ini tantangan berat sekaligus bisnis yang sangat menjanjikan. Tinggal bagaimana kita memberikan inovasi pelayanan dan timing yang tepat, kapan kita harus masuk market. Internet sudah bukan menjadientertainment atau alat supporting, tapi sudah menjadi kebutuhan dasar.

Bahkan, menurut analisis Google, seluruh gadget akan terkoneksi ke internet pada 2020, jumlahnya 50 miliar di seluruh dunia. Pada 2013 saja sudah mencapai 8,7 miliar. Jumlah itu cukup besar, sehingga banyak pemain asing yang masuk ke Indonesia. Kalau berbicara tentang Indonesia, ketertinggalannya sudah 20 tahun dibanding negara-negara barat. Tapi prospek masa depan bidang ini sangat menjanjikan.

Hambatan kita, dari sisi sumber daya manusia (SDM) dan knowledge-nya mungkin tidak sebagus di negara-negara barat. Juga kurangnya pemerataan sektor infrastruktur TI. Bayangkan kalau tiap rumah sudah terhubung dengan internet.

Dukungan pemerintah?
Terus terang, kami di asosiasi provider internet, terutama di era kepemipinan Presiden Jokowi, merasakan ada gebrakan-gebrakan baru. Di pemerintahan-pemerintahan sebelumnya belum ada supporting yang berarti, bahkan perizinan dipersulit dan ada beban biaya yang terkadang tidak masuk akal.

Reaksi orangtua saat melihat keberhasilan Anda?
Mereka happy. Hanya saja tetap memberikan sedikit warning, supaya jangan sombong. Sebab, seberapa besar perusahaan yang dimiliki, tetap masih ada yang lebih besar lagi. Dan, jangan merasa cepat puas, harus selalu punya mimpi. Mereka selalu bilang, kejarlah mimpi yang lebih tinggi, karena di atas kita masih ada yang lebih tinggi lagi.
Orangtua saya juga selalu mengingatkan keberadaan karyawan saya, karena karyawan merupakan aset penting bagi perusahaan. Kalau enggak ada mereka, saya enggak bisa seperti ini. Itu sebabnya, saya harus memerhatikan karyawan.

Gaya kepemimpinan Anda?
Casual saja. Di perusahaan ini, struktural jabatan hanya sekadar jabatan untuk membedakan job desk dan tanggung jawab masing-masing. Secara komunikasi, kami menganggap semuanya sama. Kami sering pergi makan bareng, kadang-kadang kalau malam pergi party bareng. Bagi saya, mereka adalah rekan kerja, teman sekaligus bagian dari keluarga juga. Saat susah, kami saling bantu dan saling mendengarkan.

Tokoh idola Anda?
Kalau disebut tokoh secara karakter belum ketemu. Tapi kalau ditanya ingin menjadi siapa, pasti semua orang menjawab ingin seperti Steve Jobs dan Bill Gates. Saya melihat keduanya dari sisi inovasi dan cara memimpin perusahaan. Tapi karakter saya sendiri menyesuaikan dengan 220 karyawan di perusahaan ini, dengan prinsip-prinsip dasar yang sudah ada.

Anda punya obsesi?
Saya ingin bisa mewariskan sesuatu yang bermanfaat dan bagus yang bisa dikenang di Indonesia. Saya ingin punya sesuatu yang bisa saya wariskan bahwa saya sudah menciptakan sesuatu yang awalnya belum ada menjadi ada dan bermanfaat bagi banyak orang. Untuk perusahaan, obsesi saya adalah ingin menjadikan perusahaan ini sebagai berkah bagi semua karyawan. Melihat teman-teman saya yang tadinya tidak punya menjadi punya banyak. Saya juga ingin bermanfaat bagi mereka dan keluarganya. Itulah kebahagiaan saya yang paling besar.

Filosofi hidup Anda?
Tetap bekerja keras, semangat, punya motivasi, dan yakin. Kalau tidak yakin terhadap sesuatu, percuma saja kita bekerja keras.

Bagaimana Anda memandang hidup ini?
Ha, ha, ha… Susah nih pertanyaannya. Saya melihat hidup ini seperti film. Kalau kita mau mengandai-andaikan, skenario sudah ada, sudah ada yang menulis. Tinggal kita saja yang menjalaninya, bisa salah kemudian kita retake dan mulai lagi. Mungkin yang dipelajari adalah bagaimana kita memperbaiki langkah kita yang salah supaya menjadi lebih baik lagi dan mungkin saja kita bisa memiliki ending yang baik. Intinya, kita jalani saja hidup ini. Jangan berpikir kalau kita susah maka hidup akan game over, karena besok pasti ada happy-nya lagi.

Investor Daily

Happy Amanda Amalia/AB

Investor Daily

Sumberhttp://www.beritasatu.com/figur/249890-kejarlah-mimpi-yang-lebih-tinggi.html