Perkembangan zaman menuntut pola sistem pendidikan mengikuti  dinamikanya. Seperti dalam pola belajar-mengajar.

Dengan  tingkat mobilitas yang tinggi dan semakin sempitnya ruang tempat  perkuliahan, membuat sejumlah perguruan tinggi mencoba  berinovasi dalam menjalankan program akademik, yakni menerapkan  sistem belajar online atau electronic learning (e-learning).

Beberapa perguruan tinggi telah  menjalankan sistem ini sejak  beberapa tahun belakangan.  Sebagai contoh, Universitas  Esa Unggul, Universitas  Bina Nusantara (Binus), Universitas Gunadarma,  Institut Teknologi Bandung  (ITB), dan sebagainya.

Di Universitas Esa Unggul, misalnya,  sistem e-learning mulai dijajaki pada  2005 dan benar-benar mulai diterapkan  dalam program akademiknya pada 2007.  Kepala Departemen Dukungan Pembelajaran  (DDP) Universitas Esa Unggul  Mulyo Wiharto menuturkan, sistem elearning  disebutkan di model, full e-learning,  dan hybrid learning. Full e-learning dijalankan  pada kelas paralel, yakni mahasiswanya  berasal dari kalangan karyawan.  Sementara hybrid learning diterapkan  pada kelas reguler.

”Kalau mahasiswa reguler menjalani  sistem belajar-mengajar kombinasi antara  konvensional dan online ,” ungkap  Mulyo kepada KORAN SINDO.  Dia menjelaskan, latar belakang yang  membuat Esa Unggul menjalani metode  belajar-mengajar ini karena melihat keterbatasan  ruang belajar dan waktu yang  dimiliki oleh mahasiswa maupun pada  tenaga pengajar.

Dengan keterbatasan  tersebut, dibuatlah sebuah sistem pola  ajar yang tidak mengganggu sistem perkuliahan,  tetapi mereka tetap bisa menjalani  kegiatan lain di luar kampus.  Sistem e-learning mengharuskan setiap  mahasiswa membuat akun tersendiri  yang sesuai dalam web e-learning. Setelah  memiliki akun tersebut, mahasiswa  bisa masuk ke website e-learning Esa  Unggul. Dari sana mahasiswa dapat  mencari mata kuliah yang sudah dipelajari  sesuai dengan semesternya.

Di dalam menu mata kuliah tersebut,  mahasiswa bakal mendapatkan materi  pelajaran selama satu semester sesuai  dengan waktu pertemuan. Bagi mahasiswa  yang membutuhkan penjelasan lebih  lanjut atas materi yang disediakan dosen,  dapat masuk ke menu forum atau  chat untuk bisa berdiskusi. Forum ini sebagai  ruang bertanya atau interaksi tidak  langsung antara mahasiswa dengan dosen.

Semua materi pertanyaan ditampung  dulu di menu tersebut, baru kemudian  akan dijawab oleh dosen terkait  pada waktu tertentu.  Sedangkan chatting merupakan ruang  interaksi secara langsung antara satu mahasiswa  dengan pengajar yang dituju.  ”Mereka dapat berbincang sepuasnya  satu sama lain tanpa harus bertemu di  tempat tertentu atau di ruang kelas. Artinya,  kuliah seperti lebih mengefisienkan  waktu dan tempat. Mahasiswa bisa belajar  sendiri di rumahnya,” ungkap Mulyo.

Di menu itu juga terdapat submenu  tugas kuliah untuk setiap pertemuan.  Dengan begitu setiap mahasiswa telah  membaca materi dan memahami semua  materi yang dijelaskan dosen, sehingga  dituntut mengerjakan tugas yang sudah  tertera dalam website e-learning. Umumnya  tugas itu dalam bentuk makalah,  paper, atau menulis dalam blog. ”Kuliah  elektronik ini mengasah mahasiswa untuk  menulis. Mereka harus belajar mandiri  dan mencari materi pendukung sendiri,”  terangnya.

Pola serupa juga dijalani oleh mahasiswa  reguler. Bedanya, mahasiswa reguler  masih tetap memiliki perkuliahan secara  tetap muka dengan dosen. Tatap  muka itu di semester pertama secara penuh.  Pada semester selanjutnya hanya  dilakukan pada pertemuan kuliah di  minggu ganjil. Sementara e-learning mulai  dijalani oleh mahasiswa reguler pada  semester kedua dan pertemuan minggu  genap setelah pertemuan keempat di setiap  mata kuliah.

Perguruan tinggi lain yang juga menerapkan  sistem e-learning yakni Binus  University. Deputy Director Binus Online  Learning Agus Putranto mengatakan,  konsep online learning yang dijalankan  oleh Binus University adalah untuk  membantu kalangan mahasiswa yang  kesulitan datang ke kampus.  Mahasiswa online learning ini berbeda  dengan mahasiswa reguler. Mereka  umumnya berasal dari kalangan atlet, karyawan,  manajer, supervisor di sebuah perusahaan,  ibu rumah tangga, pramugari,  pramugara, pilot, danberbagaiprofesilain.

”Jumlah mereka ada 10% dari total mahasiswa  di Binus University,” sebut Agus.  Menariknya, dalam kelas online learning  ini, Binus University memberikan  biaya perkuliahan lebih hemat 30% dibandingkan  mahasiswa reguler. Dengan  tingginya tingkat kesibukan mahasiswa  tersebut, untuk kebutuhan referensi pelajaran  dalam bentuk buku, mahasiswa  dapat mengakses digital library, sehingga  keperluan akademis tetap tercapai kendati  pun jarang datang ke kampus.

Melihat dari latar belakang mahasiswanya,  Binus tidak memberikan fasilitas beasiswa  kepada mahasiswa online learning.  Sedangkan perlakuan lain untuk kegiatan  kemahasiswaan di luar akademik sama  dengan mahasiswa reguler. ”Digital library  kita banyak diakses oleh mahasiswa online  learning. Untuk kegiatan kemahasiswaan,  mahasiswa online ini bisa mengikuti sama  seperti mahasiswa lain,” terang Agus lagi.

Kendati telah menyediakan fasilitas  online bagi mahasiswa, Binus University  tetap memberikan batasan tertentu kepada  mahasiswa online seperti mahasiswa  reguler. Misalkan untuk ujian akhir  semester, tetap dijalani di kelas atau  tatap muka dengan dosen. Sedangkan  untuk pembelajaran materi perkuliahan,  tentu cukup dilakukan secara jarak  jauh dengan cara mengakses website  onlinelearning.binus.ac.id.

Agus menyebutkan, Binus University  merupakan satu-satunya perguruan  tinggi swasta (PTS) yang mendapatkan  izin menyelenggarakan kegiatan perkuliahan  jarak jauh. Online learning di perguruan  tinggi ini bercikal bakal dari  memanfaatkan media internet pada  1998 untuk berkirim surat elektronik  atau e-mail. Lantas berkembang menjadi  e-learning untuk mahasiswa dan dosen.

 

 

Sumber :
http://www.koran-sindo.com/read/988646/162/efisiensi-ruang-dan-waktu-melalui-e-learning-1428904055