Pengalaman Mahasiswa Jakarta Belajar Bahasa Inggris
Kemampuan berbahasa Inggris telah menjadi salah satu aspek penting di era globalisasi yang sudah di depan mata. Inilah pengalaman tiga mahasiswa Universitas Binus, Jakarta, belajar bahasa Inggris.
Tahun 2015 Kerjasama Perdagangan Bebas di ASEAN melalui pembentukan Masyarakat Ekonomi Asean akan dimulai.
Lima tahun berikutnya tahun 2020, giliran kran Kerjasama Ekonomi Asia Pasific alias APEC dibuka.
Belum lagi kerjasama perdagangan terbuka lainnya yang telah ditandatangani Indonesia dengan sejumlah negara juga siap diberlakukan.
Menghadapi berbagai kerjasama ini, bahasa asing menjadi kemampuan dasar yang mutlak diperlukan. Tanpa berbahasa asing, orang akan sulit bersaing, lantaran semua level pekerjaan, mulai dari teknisi bawahan hingga direktur, menuntut kemampuan berbahasa asing.
Itulah sebabnya penguasaan bahasa Inggris menjadi semakin mendesak terutama bagi generasi muda.
Kesadaran inilah yang memotivasi sejumlah mahasiswa yang ditemui Iffah Nur Arifah dari ABC Internasional untuk terus mengasah kemampuan bahasa Inggris mereka.
Seperti pengakuan Marshal, mahasiswa semester 4 jurusan Teknik Informatika, Universitas Bina Nusantara.
“Jaman sekarang sudah global. Kita berbaur dengan teman dari banyak daerah.Setelah lulus kita akan bekerja, tidak tertutup kemungkinan akan bertemu dengan orang asing,” tambahnya.
ia mengatakan, “Kalau kita kerja dengan orang luar berarti kita perlu Bahasa Inggris, yang membantu kita berkomunikasi dengan mereka. Bukan hanya untuk jurusan teknis informatika saja, tapi juga untuk seluruh jurusan, perlu Bahasa Inggris.“
Marshal mengaku telah menyukai mata pelajaran Bahasa Inggris sejak di bangku sekolah menengah pertama. Dan ia memutuskan bergabung dengan Klub Bahasa Inggris di kampusnya untuk terus mengasah kemampuan bahasa Inggrisnya. Selain memperlajarinya lewat berbagai media berbahasa Inggris lainnya, seperti musik, film, buku mau pun artikel di internet.
“Pastinya, dulu hanya bisa dengar orang bicara Bahasa Inggris, tapi sekarang bukan hanya bisa dengar, tapi juga bisa bicara,” katanya.
Marshal masuk klub bahasa ini, karena dia ingin mengembangkan diri, bertemu dengan orang-orang yang paling tidak dapat berbahasa Inggris dan dia dapat melatih apa yang diperolehnya dari mereka yang lebih mahir bahasa Inggris dari dirinya.
Selain menjadi soft skills menjelang era persaingan global, kemampuan bahasa Inggris juga kian tidak dapat dipungkiri, lantaran Bahasa Inggris menjadi media penunjang untuk meningkatkan pengetahuan, karena banyak referensi perkuliahan yang menggunakan bahasa Inggris.
Kemajuan teknologi mempermudah belajar bahasa.
Hal ini diakui oleh Jennifer Laura, mahasiswi semester 2, Universitas Bina Nusantara jurusan Teknik Informatika.
“Karena saya masuk di jurusan teknik informatika tentu perkembangan teknologi makin pesat,” ujarnya
“Bila saya menjalankan program mendownload program teknologi, sistim yang digunakan sudah berbasis Bahasa Inggris dan kalau saya tidak bisa berbahasa Inggris, bagaimana saya dapat menjalankan program. tersebut. Dan itu sangat penting untuk menunjang perkuliahan saya.”
Disebabkan Jennifer memiliki kemampuan berbahasa Inggris yang baik, dia berhasil terpilih menjadi duta pelajar Google atau Google Student Ambassador tahun 2014.
Ia mengalahkan ribuan pelajar lain di kawasan Asia Tenggara, dimana setiap tahunnya ratusan yang terpilih dari tiap kawasan di dunia.
“Bulan April 2014 saya ikut seleksi Google Student Ambassador (GSA) dan ternyata saya terpilih. Ketika mengisi formulir untuk jadi GSA itu, pakai bahasa Inggris.”
Jennifer diminta membuat video dan diharuskan berkomunikasi pakai bahasa Inggris.
Menurut Jennifer jika waktu itu komunikasinya tidak lancar, dan ketika menulis grammar atau tenses dia banyak membuat kesalahan, maka tentu saja dia tidak akan terpilih.
Jadi Bahasa Inggris sangatlah pentingbegitu kata Jennifer Laura.
Lain lagi dengan Yvonne Michelle Cen. Di mata mahasiswi Universitas Bina Nusantara ini, Bahasa Inggris justru menjadi semacam alat yang bisa mengantarkannya meraih mimpi dan cita-citanya sejak lama, yakni keliling dunia ala wisatawan backpacker.
“Cita-cita saya ingin jadi backpacker. Backpacker itu keliling dunia, ” katanya, “dia tidak punya rumah, dia tidak punya tempat tinggal, tapi dia punya pekerjaan sampingan, side job.”
Yvonne ingin kerjaan utamanya sebagai backpacker, yang dapat menikmati indahnya dunia, sedangkan pekerjaan sampingannya itu programmer atau system analyst, itulah sebabnya dia mengambil computer science.
“Programmer itu tidak perlu bekerja di instansi yang terikat dinas,” ujar Yvonne, “programmer bisa kerja dimana saja hanya. Dengan otak dan laptop bisa menghasilkan uang.”
Itulah sebabnya Yvonne ingin keliling dunia dan ingin minimal dapat berbahasa Inggris, agar bisa bekomunikasi kalau terjadi apa-apa dengan dirinya di negeri orang.
Untuk mampu berbahasa Inggris banyak cara yang bisa ditempuh. Mengikuti kursus bahasa Inggris merupakan salah satunya. Namun menurut Yvonne, Bahasa Inggris sangat mudah dipelajari. Ia memilih mempelajarinya dari buku dan berlatih berbicara dibanyak kesempatan.
Di Indonesia meski minat memperlajari bahasa Inggris dilaporkan terus meningkat, namun secara umum kemampuan bahasa Inggris warga Indonesia berada di posisi ke-5, di bawah Singapura, Filipina, Malaysia, Thailand. Peringkat Indonesia lebih unggul hanya dari Vietnam dan Myanmar.
Oleh karena itu banyak kalangan menilai masyarakat Indonesia khususnya generasi muda untuk segera meningkatkan kemampuan bahasa Inggrisnya.
Sumber :
http://www.tribunnews.com/australia-plus/2014/05/15/pengalaman-mahasiswa-jakarta-belajar-bahasa-inggris
Comments :