“Mencegah lebih baik dari pada mengobati”.

Suatu ungkapan yang patut kita beri perhatian khusus ketika kita melihat sebagian masyarakat Indonesia terserang wabah berbagai penyakit baik itu penyakit ringan maupun penyakit yang perlu penanganan secara serius. Penyakit kusta merupakan salah satu wabah penyakit yang menjadi perhatian pemerintah Indonesia khususnya daerah ibukota DKI Jakarta, hal ini  dikarenakan penyakit kusta di Indonesia saat  ini menduduki peringkat ke-3 dari seluruh negara di dunia.  Mendengar pernyataan tersebut, terlintas dipikiran kita bahwa kusta merupakan penyakit akibat kutukan, guna-guna, keturunan, serta dapat menular dan tidak dapat disembuhkan oleh dokter. Sehingga bagi masyarakat yang terjangkit kusta, perlu diasingkan dari masyarakat umum dan menjalani hidup di tempat yang terpencil.

Namun, pemikiran serta pernyataan yang timbul dan tersebar di masyarakat diklarifikasi oleh Sutjhi Hariati, selaku Konsultan Kusta Nasional Pemda DKI Jakarta. Beliau memaparkan mengenai penyakit kusta secara jelas dan mampu membuka mata serta pikiran para tamu undangan mengenai penyakit kusta. Sedikit pemahaman tentang penyakit kusta, penyakit ini adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta yang menyerang kulit, saraf tepi dan jaringan tubuh lainnya. Terdapat dua jenis penyakit kusta yaitu kusta kering (Pausi Basiler) dan kusta basah (Multi Basiler). Gejala awal yang timbul apabila terjangkit kusta, terdapat kelainan pada kulit yang ditandai oleh timbulnya bercak putih seperti panu ataupun bercak kemerahan, dan tidak merasakan rasa sakit atau gatal yang pada daerah sekitar kelainan tersebut (mati rasa).

Pada dasarnya, penyakit kusta merupakan penyakit yang dapat menular ke orang lain. Walaupun tergolong penyakit menular, tidak semua orang dapat tertular penyakit kusta. Hanya sekitar 5% dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia yang dapat tertular penyakit ini. Kusta Basah, adalah jenis yang paling gampang tertular melalui pernapasan apabila si penderita tidak melalukan pengobatan secara rutin dan melakukan kontak dalam jangka waktu yang lama pada seseorang yang sedang mengalamai kondisi tubuh yang lemah. Melihat keadaan demikian, banyak kaum mayoritas mendiskriminasi kaum minoritas yang dimana kaum minoritas ini adalah para kaum penderita kusta dan akhirnya di asingkan pada daerah pinggiran ibukota Jakarta tepatnya daerah Sitanala, Tangerang.

Mendengar jeritan penyandang kusta yang diakibatkan hilangnya berbagai hak sebagai warga negara, maka melalui Teach For Indonesia (TFI) yang terdapat program Corporate Social Responsibility (CSR) BINA NUSANTARA membantu mengembalikan semangat dan harapan para penyandang kusta yang berada di Sitanala untuk kembali bangkit serta berjuang untuk taraf perekonomian disana. Dengan memberikan bantuan baik berupa dana maupun daya, mendapat sambutan baik dari penduduk di Sitanala yang keberadaan mereka masih diakui. Bantuan berupa daya seperti melatih kemampuan serta keterampilan yang bisa menghasilkan sesuatu yang dapat membantu memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Tidak berhenti pada satu langkah saja, dengan pengalaman beberapa hari di Sitanala untuk memahami serta mengerti kehidupan penduduk Sitanala, TFI bersama Gerakan Peduli Disabilitas Indonesia (GPDLI) dan mendapat dukungan penuh dari Pemda DKI Jakarta, TFI meluncurkan sebuah buku yang berjudul “Ku Tak Ingin, Tapi Harus” pada Senin (17/03) di Gedung Balai Kota, DKI Jakarta, yang dihadiri oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau yang akrab disapa Ahok. Kehadiran Ahok tersebut sekaligus membuka rangkaian kegiatan penyuluhan dan Deteksi Dini Penyakit Kusta yang berlangsung hingga 20 Maret.

Buku ini menceritakan suka dan duka yang dilalui penduduk Sitanala yang merasa diasingkan dan kehilangan hak mereka layaknya sebagai manusia, mewarnai perjalanan kehidupan penyandang kusta yang dirangkai dalam suatu rangkaian kalimat “Ku Tak Ingin, Tapi Harus”. Sepenggal kalimat tersebut mewakili rangkaian episode cerita penduduk Sitanala dalam menjalankan kehidupan sehari-hari untuk tetap mempertahankan hidup mereka ditengah keterbatasan yang selalu mengikuti mereka.

Dalam sambutannya, Ahok menjelaskan bahwa kegiatan penyuluhan dan deteksi dini penyakit kusta yang diselenggarakan oleh TFI yang didukung oleh Yayasan BINA NUSANTARA dan bekerja sama dengan GPDLI sangatlah penting. Karena, selain untuk mendeteksi penyakit kusta sejak dini mengenai gejala-gejala yang akan timbul serta cara mengobatinya, kegiatan penyuluhan dan deteksi dini penyakit kusta ini bertujuan untuk mengubah pola pikir masyarakat yang salah menjadi pola pikir yang mengarah pada penyakit kusta yang bukanlah merupakan penyakit kutukan, guna-guna, maupun penyakit keturunan, bila kita memahami gejala dan tahu cara pengobatannya dengan benar, maka penyakit kusta dapat sembuh total tanpa perlu mengalami cacat permanen. (JR)