Bagian ini khusus membahas pandangan-pandangan berupa tulisan baik dari dosen maupun mahasiswa atau masyarakat umum berkaitan dengan nilai-nilai keutamaan yang terdapat di dalam Pancasila sebagai dasar dan filosofi kebangsaan Negara Indonesia.
Pandangan mengenai praktik-praktik hoax dan hate speech,harus mencerminkan nilai-nilai Pancasila
Kristan, S.E., M.Ag (D6325) Pancasila merupakan pilar ideologis Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah satu sila dalam Pancasila adalah Persatuan Indonesia. Dengan salah satu butirnya yaitu mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan. Berdasarkan hal tersebut jelas bahwa setiap warga negara Indonesia harus dapat menjaga persatuan di Indonesia. Hal yang dapat merusak persatuan di Indonesia diantaranya adalah hoax dan hate speech. Hoax dapat didefinisikan sebagai kabar, informasi, berita palsu atau bohong, sedangkan Hate speech (ujaran kebencian) dapat didefinisikan sebagai ujaran, tulisan, tindakan, atau pertunjukan yang ditujukan untuk menghasut kekerasan atau prasangka terhadap seseorang atau kelompok. Kedua hal tersebut merupakan informasi atau perbuatan yang tercela dan informasi atau perbuatan tidak benar yang dapat merusak tatanan kehidupan di Indonesia. Suatu hoax dan hate speech yang menyebar secara terus menerus dan masif lama-kelamaan dapat dianggap sebagai suatu “kebenaran”, padahal jelas hal tersebut adalah palsu dan penuh kebencian. Kebebasan menyatakan pendapat dan penghormatan Hak Asasi Manusia adalah konsekuensi logis dari penerapan sistem demokrasi. Angin reformasi yang sempat melanda Indonesia. Membawa semangat perubahan dan melepaskan warga Negara dari belenggu ketakutan menyatakan pendapat di hadapan negara. Namun, hari ini bisa dilihat ‘wajah lain’ kebebasan berekpresi dan menyatakan pendapat di hadapan umum. Pada kondisi saat ini cukup banyak orang yang mengatasnamakan kebebasan berekspresi untuk menyebarkan kebencian dan provokasi melalui media sosial. Bahkan bukan hanya melalui media sosial, namun sudah merambah hingga ke kanal-kanal platform online, bahkan aplikasi layanan pesan. Padahal jika kita mengingat kembali sila ke-2 dalam Pancasila dapat dimaknai bahwa kita harus beradab dan bermoral, tidak terkecuali ketika berekspresi di media sosial. Kondisi tersebut bisa menjadi sebuah ancaman atau justru memberikan dampak negatif yang mengarah pada perpecahan. Sebagaimana kita ketahui bahwa akhir-akhir ini penyebaran berita ujaran kebencian, bentuk-bentuk intoleransi dan informasi palsu (hoax) sedang marak menghiasi media sosial di Indonesia. Hal ini berlangsung khususnya pada situasi tertentu. Salah satunya adalah ketika memasuki masa-masa Pesta Demokrasi. Praktik hate speech dan hoax sering dilakukan oleh pihak pendukung calon tertentu untuk menjatuhkan calon pasangan lawan mereka dan mengurangi rasa kepercayaan pendukung terhadap calon pasangan lawannya tersebut. Seperti dalam kasus pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta tahun 2017. Dimana, kelompok pendukung salah satu pasangan calon memberikan ujaran kebencian kepada pasangan calon yang lainnya. Ujaran kebencian yang paling dominan saat itu adalah mengenai ras dan agama dari salah satu pasangan calon. Hal ini tentunya bertentangan dengan makna sila ke-1 dalam Pancasila. Karena semua agama niscayanya bertujuan sama yaitu untuk menciptakan kehidupan yang damai dan tentram. Bukan hanya bertentangan dengan sila ke-1, kasus ini juga sangat bertentangan dengan sila ke-4, yaitu Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksaan Dalam Permusyawaratan dan Perwakilan. Dalam sila tersebut, bahwa dalam pemilihan umum harus dilaksanakan dengan hikmat. Yang dimana, kasus seperti itu tidak ada. Untuk mewujudkan sila ke-4 salah satu cara ialah tidak melakukan paksaan pada orang lain agar menyetujui apa yang kita katakana atau lakukan. Dengan melakukan ujaran kebencian, sudah termasuk melakukan paksaan terhadap orang lain untuk memilih pasangan yang kita pilih. Situasi lain yang marak terjadinya penyebaran hate speech dan hoax adalah pada saat sekarang ini ketika bangsa Indonesia sedang dilanda wabah pandemic covid-19. Banyak beredar berita hoax yang membuat masyarakat tidak menghiraukan anjuran dari pemerintah dan menganggap remeh pandemic covid-19. Dalam situasi-situasi tersebut berita hoax atau hate speech mengancam sila ke-3 yaitu Persatuan Indonesia dan menjadi isu yang berbahaya dalam hidup berbangsa dan bermasyarakat. Terlebih lagi data yang disampaikan oleh kementerian komunikasi dan informatika menurut CNN ada sejumlah 800.000 situs di Indonesia yang terindikasi sebagai penyebaran berita palsu (hoax) dan ujaran kebencian (hate speech). Melihat masyarakat yang mudah terpengaruh dengan berbagai informasi yang beredar tanpa mencari tahu kebenarannya, pemerintah serta masyarakat memiliki peran penting untuk mengatasi dan mengantisipasi bahaya hoax, dengan melakukan klarifikasi berita yang benar kepada masyarakat. Yoshihiro Francis Fukuyama, seorang ilmuan politik dan penulis Amerika Serikat dalam bukunya The End of History and the Last Man mengatakan, transisi era masyarakat industri menuju era informasi akan melahirkan great disruptions yang akan merusak tatanan sosial. Barangkali, era informasi yang dimaksud Fukuyama adalah yang tengah melanda dunia saat ini. Kemajuan teknologi dan perkembangan yang mengiringinya, perlahan tapi pasti menunjukkan tanda-tanda disrupsi. Tidak bisa dipungkiri bahwa kemajuan teknologi memberi kemudahan bagi penyebaran hoax dan hate speech di masyarakat Indonesia. Hal ini jika terus dibiarkan bergulir tanpa adanya regulasi yang memagarinya akan mengancam keharmonisan kehidupan bermasyarakat yang telah dipupuk lama dalam semangat Bhineka Tunggal Ika dan tertuang didalam Pancasila pada sila ketiga. Alih-alih kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat di era keterbukaan seperti saat ini tetapi jika perbuatan hate speech dan hoax ini terus kita biarkan atau malah kita sendiri sebagai salah satu pelakunya, maka ini akan menjadi kebebasan yang kebablasan dan akan mengancam Persatuan Indonesia. Agar tidak menjadi api dalam sekam dalam kehidupan berbangsa di Indonesia, perlu penegakan hukum secara tegas tanpa pandang bulu seperti bagaimana dimaksud sila ke-5 Pancasila. Pelaku yang menyebarkan hoax harus dapat dituntut secara hukum positif seperti tercantum pada Pasal 154, 155, 156, 156 a dan 157 KUHP serta Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pasal 28 ayat 2 dan pasal 45 ayat 2 selain itu diatur pula dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis pasal 16. Selain pemberian sanksi kepada pelaku, maka masyarakat di Indonesia dituntut untuk melakukan cek dan ricek, memfilter semua informasi yang ada, dan tidak menyebarkan atau meneruskan informasi yang masih diragukan kebenarannya. Bahkan ketika informasi tersebut diyakini kebenarannya, namun jika berdampak pada renggangnya hubungan dan persatuan di Indonesia, sebaiknya tidak disebarluaskan. Dengan cara seperti itu, diharapkan nilai-nilai Persatuan di Indonesa dapat dipertahankan sepanjang masa. Di samping itu kita harus kembali kepada pijakan awal berdirinya bangsa dan negara kita ini yaitu Pancasila. Pancasila merupakan dasar yang dapat menyaring kemajuan global demi kemajuan dan kemakmuran bangsa kita ini. Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman bagi bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kesimpulannya adalah kasus Hoax atau Hate Speech bukan suatu kejadian yang jarang terjadi melainkan sudah menjadi hal yang biasa di masyarakat kita. Penyebaran hoax atau hate speech di era yang sekarang ini sangatlah mudah dikarenakan kemajuan teknologi yang sangat pesat. Banyak sekali orang yang salah dalam mengartikan “Kebebasan Berpendapat” dengan melakukan hoax ataupun hate speech. Hoax atau Hate Speech sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang dimiliki Pancasila. Pancasila berperan penting dalam pemberantasan atau memberhentikan penyebaran berita hoax maupun hate speech ini dengan memperhatikan nilai Pancasila dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila sebagai dasar falsafah dan ideologi negara kita diharapkan dapat menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia sebagai dasar pemersatu, lambang persatuan dan kesatuan serta sebagai pertahanan bangsa dan negara kita Indonesia. Sumber: Maraknya Ujaran Kebencian Berkaitan Erat dengan Politik. 22 Februari 2018. com. Diakses tanggal 11 Desember 2020 Bentuk Penghinaan yang Bisa Dijerat Pasal tentang Hate Speech. 10 September 2018. Hukumonline. Diakses tanggal 11 Desember 2020 Mengenal Arti Hoax Atau Berita Bohong, Ketahui Jenis dan Ciri-Cirinya. 13 Mei 2020. com. Diakses tanggal 11 Desember 2020 Ujaran Kebencian. 8 Februari 2018. Remotivi. Diakses tanggal 11 Desember 2020 Ujaran Kebencian dan Berita Bohong, Apa Beda di Eropa dan Indonesia?. 19 Oktober 2018. Hukumonline. Diakses tanggal 11 Desember 2020 Tekankan Nilai Pancasila untuk Tangkal Penyebaran Berita Hoax. 1 Juni 2018. Redaksi. Diakses tanggal 11 Desember 2020 Peran Pancasila dalam Pemberantasan dan Pemberhentian Berita Hoax. 6 Juni 2019. Kompasiana. Diakses tanggal 11 Desember 2020 Lecture Notes Chapter 3 read more
• January 08, 2021
ANALISIS KASUS KEJAHATAN DI INDONESIA BERDASARKAN PERSPEKTIF SILA KE-2 PANCASILA Kejahatan di Indonesia: Angka Kriminalitas Naik Tahun 2020
Kristan (D6325) Jumlah kejahatan di Indonesia yang bersifat fluktuatif. Kejahatan konvensional seperti pencurian, penipuan, perampokan, kekerasan rumah tangga, pembunuhan atau kejahatan susila, intensitasnya masih cukup tinggi dan semakin bervariasi. Pada tahun 2020, dunia internasional mengalami tantangan baru. Kemunculan virus yang menyebar begitu cepat menjadi pandemi Covid-19 menguji keberlangsungan hidup negara, termasuk Indonesia. Dalam menghadapi pandemi Covid-19, pemerintah Indonesia terus berupaya untuk menanggulangi wabah. Pandemi nyatanya membawa efek domino lain yang melebar tidak hanya dalam permasalahan kesehatan, namun juga perekonomian. Selain sektor kesehatan, pandemi Covid-19 berdampak terhadap sektor ekonomi khususnya keberlangsungan pekerjaan dan pendapatan. Data Kementerian Ketenagakerjaan per 20 April 2020 mencatat sebanyak 2.084.593 pekerja dari 116.370 perusahaan dirumahkan dan terkena Pemutusan Hubungan Kerja (Lipi.go.id, 2020). Hal ini terjadi karena sejumlah perusahaan mengalami penurunan produksi bahkan berhenti berproduksi. Dampak pandemi Covid-19 terhadap dunia ketenagakerjaan di Indonesia dilihat dari sisi pekerja, pengusaha dan usaha mandiri. Dari sisi pekerja, terjadinya gelombang putusan hubungan kerja (PHK) tenaga kerja dan penurunan pendapatan sebagai akibat terganggunya kegiatan usaha pada sebagian besar sektor. Sebanyak 15,6% pekerja mengalami PHK dan 40% pekerja mengalami penurunan pendapatan, diantaranya sebanyak 7% pendapatan buruh turun sampai 50% (Lipi.go.id, 2020). Kondisi ini berpengaruh pada kelangsungan hidup pekerja serta kehidupan keluarganya. Dampak dari pandemi Covid-19 kemudian memicu potensi peningkatan tindakan kriminal karena desakan kebutuhan ekonomi. Tingkat kriminalitas di Indonesia meningkat. Data Kepolisian RI menunjukkan terjadi kenaikan angka kriminalitas pada pekan ke-24 tahun 2020 dibandingkan pekan sebelumnya. Pada minggu ke-23 dan minggu ke-24 di tahun 2020 mengalami kenaikan gangguan kamtibmas sebesar 38,45 persen. Berarti, terdapat 4.244 kasus kriminalitas yang terjadi pada pekan ke-23 dan meningkat menjadi sebanyak 5.876 kasus pada pekan ke-24 (Halim, 2020). Dari catatan kepolisian, terdapat lima kasus yang mengalami peningkatan signifikan, yakni perjudian, pencurian kendaraan bermotor, pencurian dengan pemberatan, penggelapan dan penyalahgunaan narkotika. Pada kasus perjudian, kenaikan kasus menjadi yang tertinggi dengan 52 kasus di pekan ke-23 dan jumlahnya naik dua kali lipat menjadi 104 kasus di pekan berikutnya. Kasus pencurian kendaraan bermotor, khususnya roda dua, meningkat 98,25 persen dari 114 kasus menjadi 226 kasus di pekan ke-24. Kasus pencurian dengan pemberatan mengalami peningkatan lebih dari 50 persen. Pada minggu ke-23 terjadi sebanyak 411 kasus, dan pada minggu ke-24 693 kasus. Dengan demikian, kasus pencurian dengan pemberatan mengalami kenaikan hingga 282 kasus atau 68,61 persen. Pada kasus penggelapan, terjadi kenaikan sebanyak 126 kasus atau 42,71 persen dengan total 421 kasus di pekan ke-24. Terakhir, kasus penyalahgunaan narkotika. Polri mencatat terdapat 649 kasus narkotika di pekan ke-23. Lalu, jumlahnya menjadi 743 kasus di pekan berikutnya atau mengalami kenaikan sebesar 14,48 persen (Halim, 2020). Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono melalui siaran langsung di akun YouTube Tribrata TV Humas Polri mengungkapkan bahwa kenaikan angka kriminalitas dalam dua pekan terakhir disebabkan pandemi Covid-19 (Halim, 2020). Pandemi yang terjadi membuat banyak masyarakat mengalami kesulitan ekonomi yang berakibat pada kehilangan sumber pendapatan. Hal tersebut kemudian menjadi jalan pintas bagi oknum tertentu untuk melakukan kejahatan. Kenaikan angka kriminalitas disebabkan pelaku kejahatan memanfaat situasi meningkatnya aktivitas masyarakat di tengah masa transisi menuju kenormalan baru (new normal) untuk beraksi. Butir Pancasila Sila ke-2: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab Nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat Indonesia dilahirkan dari perpaduan pengalaman bangsa Indonesia dalam menyejarah. Bangsa Indonesia sejak dahulu dikenal sebagai bangsa maritim telah menjelajah keberbagai penjuru Nusantara, bahkan dunia. Hasil pengembaraan itu membentuk karakter bangsa Indonesia yang kemudian oleh Soekarno disebut dengan istilah Internasionalisme atau Perikemanusiaan (Ristekdikti, 2016). Kemanjuran konsepsi internasionalisme yang berwawasan kemanusiaan yang adil dan beradab menemukan ruang pembuktiannya segera setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab digali dari pengalaman atas kesadaran masyarakat yang ditindas oleh penjajahan selama berabad-abad. Oleh karena itu, dalam alinea pertama Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa penjajahan itu tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Berdasarkan rekam jejak perjalanan bangsa Indonesia, tampak jelas bahwa sila kemanusiaan yang adil dan beradab memiliki akar yang kuat dalam historisitas kebangsaan Indonesia. Kemerdekan Indonesia menghadirkan suatu bangsa yang memiliki wawasan global dengan kearifan lokal, memiliki komitmen pada penertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial serta pada pemuliaan hak-hak asasi manusia dalam suasana kekeluargaan kebangsan Indonesia. Hakikat sila kemanusiaan adalah manusia monopluralis, yang terdiri atas 3 monodualis, yaitu susunan kodrat (jiwa, raga), sifat kodrat (makhluk individu, sosial), kedudukan kodrat (makhluk pribadi yang otonom dan makhluk Tuhan). Sastrapratedja (2010, dalam Ristekdikti, 2016) menjabarkan prinsip Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab mengakui bahwa setiap orang memiliki martabat yang sama, setiap orang harus diperlakukan adil sebagai manusia yang menjadi dasar bagi pelaksanaan Hak Asasi Manusia. Relevansi Kemanusiaan yang Adil dan Beradab menghadapi Kasus Kejahatan di Indonesia Berbagai kasus kejahatan yang ada pada saat ini semua nya melanggar sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab”. Walaupun kejahatan itu di lakukan atas alasan tertentu, sebagai manusia kita tidak di ajarkan dan tidak di perbolehkan melakukan tindak kejahatan apapun dengan alasan apapun.. Sebagai umat manusia dan warga negara yang baik hendak nya kita bertindak sesuai adab-adab manusia yang saling menghormati,melindungi,menyayangi dan adil terhadap sesama manusia lainnya. Penegakan hukum yang adil atau perlindungan HAM dan sikap masyarakat sebagai manusia untuk menjalankan adab-adab kemanusiaanlah yang menjadi kunci menghadapi berbagai kejahatan yang ada. Implementasi Pancasila Dalam Melindungi Hak Asasi Manusia Indonesia adalah negara hukum, yang operasionalisasinya tertuang melalui konstitusi Negara yaitu Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Sebagai hukum dasar tertinggi UUD 1945 menurunkan berbagai peraturan perundang-undangan dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Sedangkan sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana tertulis dalam pembukaan UUD 1945. Sebagai Negara yang berdasarkan hukum sudah seharusnya penyelenggaraan negara bersumber dari hukum dan peraturan yang berlaku. Maka operasional Pancasila sebagai dasar negara diwujudkan dengan membentuk sistem hukum nasional yang tertib hukum dan Pancasila menjadi norma yang mendasarinya. Dalam bukunya Constitutional Government and Democracy: Theoriy and Practice in Europe and America,Carl J.Friedrich memperkenalkan sebuah istilah negara hukum dengan nama rechtstaat atau constitutional state, sebagaimana dikutip Mariam Budiarjo. Tokoh lainnya yang memberi istilah rechtstat adalah Friedrich Julius Sthal yang memberikan ciri-ciri rechtstat sebagai berikut : Adanya perlindungan hak asasi manusia; Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak asasi manusia yang biasa dikenal sebagai Trias Politica. Pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan. Peradilan administrasi dalam perselisihan. Dapat dipahami dari penjelasan tentang negara hukum diatas maka sudah menjadi poin utama bahwa sebagai negara hukum Indonesia harus mengakui adanya hak asasi manusia (HAM). Hal ini berarti negara menjamin dan bertanggungjawab atas perlindungan dan penegakan hak asasi para warga negaranya. Oleh karena UUD 1945 sebagai wujud operasionalisasi Pancasila harus mengalirkan atau mengejewantahkan nilai-nilai pancasila kedalam peraturan perundang-undangan di bawahnya, baik dalam bentuk norma original ataupun norma jabaran yang lebih konkrit. Mengutip kata-kata seorang filsafat hukum Rudolf Stammler, norma mengenai HAM yang terdapat dalam UUD dapat menjadi bintang pemandu (leitstern) bagi pembuatan undang-undang di bawahnya agar selaras dengan nilai-nilai HAM. Berdasarkan penjelasan tersebut maka norma HAM yang terdapat dalam UUD 1945 dapat berfungsi regulatif maupun konstitutif. Regulatif yaitu menempatkan norma HAM dalam UUD sebagai tolok ukur untuk menguji apakah undang-undang atau hukum positif telah selaras dengan cita-cita HAM. Sedangkan sebagai fungsi konstitutif adalah menentukan, tanpa semangat HAM dalam UUD maka hukum positif akan kehilangan maknanya sebagai kemslahatan masyarakat. Oleh karena hak asasi manusia (HAM) di Indonesia adalah hak-hak yang diakui secara konstitusional sebagaimana yang dituangkan dalam Pasal 28A-J UUD 1945, maka pelanggaran atas HAM merupakan pelanggaran atas konstitusi. Pengakuan akan HAM di Indonesia telah tercantum dalam UUD 1945 sebagai konstitusinya yang sebenarnya lebih dahulu ada dibanding dengan Deklarasi Universal PBB yang lahir pada 10 Desember 1948. Selanjutnya pengakuan akan HAM selain diatur dalam UUD 1945 juga tersebar dalam peraturan perundangundangan lainnya adalah sebagai berikut: Pembukaan UUD 1945 Alinea Pertama HAM Sebenarnya sudah tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Oleh Karena itu, bisa dikatakan bahwa negara Indonesia sendiri sejak masa berdirinya, tidak bisa lepas dari HAM itu sendiri. Hal ini dapat dilihat pada alinea pertama yang berbunyi “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa”. Berdasarkan hal ini, bangsa Indonesia mengakui adanya hak untuk merdeka atau bebas. Pembukaan UUD 1945 Alinea Keempat Di dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat dengan jelas tersirat bentuk perlindungan HAM di Indonesia yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila. “Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia dan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Peraturan Perundang-Undangan Secara horizontal, pengaturan HAM dalam UUD di Indonesia relatif telah ditegaskan. Dari seluruh konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia, meskipun dalam dinamika pasal yang terkadang sumir, secara tegas memberikan jaminan atas perlindungan HAM dan Hak Asasi Warga Negara secara baik. Pengakuan ini menunjukkan sebuah komitmen atas kepentingan dan perlindungan rakyat. Pemajuan dan perlindungan HAM telah menjadi salah satu program pemerintah sejalan dengan proses reformasi dan pemantapan kehidupan berdemokrasi yang sedang berlangsung. Bangsa Indonesia melalui wakil-wakilnya di MPR telah mengambil suatu sikap yang lebih tegas dalam rangka pemajuan dan perlindungan HAM dengan mengesahkan ketetapan No. XVII/MPR/1998 mengenai HAM yang memuat Piagam HAM, diikuti dengan perubahan Kedua UUD 1945 yang memasukkan pasal-pasal yang secara rinci dan tegas mengatur tentang pemajuan dan perlindungan HAM. Dalam rangka melaksanakan Ketetapan MPR No. XVII/ MPR/ 1998, pada tanggal 23 September 1999 diberlakukanlah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang diundangkan ke dalam Lembaran Negara (LN) Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara (TLN) Nomor 3886. Dalam hal kedudukannya, undang-undang ini merupakan payung hukum dari seluruh peraturan perundang-undangan yang menyangkut HAM. Sedangkan hak-hak yang ada dalam UU No. 39 Tahun 1999 tersebut antara lain adalah sebagai berikut : 1. Hak untuk hidup (Pasal 4); 2. Hak untuk berkeluarga (Pasal 10); 3. Hak untuk mengembangkan diri (Pasal 11, 12, 13, 14, 15, 16); 4. Hak untuk memperoleh keadilan (Pasal 17, 18, 19); 5. Hak atas kebebasan pribadi (Pasal 20-27); 6. Hak atas rasa aman (Pasal 28-35); 7. Hak atas kesejahteraan (Pasal 36-42); 8. Hak turut serta dalam pemerintahan (Pasal 43-44); 9. Hak wanita (Pasal 45-51); 10. Hak anak (Pasal 52-66). Selanjutnya, sesuai dengan amanat Bab IX Pasal 104 ayat (1) UU No. 39 Tahun 199942, maka untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat, dibentuklah suatu pengadilan khusus HAM di lingkungan Peradilan Umum. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang dibentuk berdasarkan amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000, berada di lingkungan peradilan umum dan berkedudukan di daerah Kabupaten/ Kota yang bertugas dan berwenang memeriksa serta memutus perkara pelanggaran HAM yang berat. Selain itu pengadilan HAM juga berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM berat yang dilakukan di luar batas teritorial wilayah negara Republik Indonesia oleh warga negara Indonesia. Namun sangat disayangkan memang terstruktur dan rapihnya aturan terkait dengan HAM, tidak diikuti dengan penegakan HAM didalamnya. Dalam bidang praktis, masalah hak asasi manusia yang muncul diantaranya terkait dengan ketidakadilan, kemelaratan, kesewang-wenangan, keakuan tindakan/ kebijaksanaan seenaknya, dan berbagai praktik yang mengandung unsur ketidakpastian, kecemasan terhadap manusia lain. Kasus lain yang banyak terjadi di masyarakat saat ini misalnya saja pelecehan, pencurian, perampokan, pemerkosaan dengan intensitas dan frekuensi yang semakin bertambah. Sebagai bagian dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, maka penegakan HAM sangat tergantung dari konsistensi lembaga negara. Memang persoalan HAM bukanlah berada dalam wilayah politik, namun dalam praktik bernegara, terlaksananya HAM secara baik dan bertanggungjawab sangat tergantung kepada political will dan political action dari penyelenggara negara. Political Will yaitu adanya kemauan politik dari pemerintah atau para pengambil kebijakan. Sedangkan Political Action berkaitan dengan implementasi dari apa yang diharapkan atau dicita-citakan para pemimpin negara. Apabila antara political will dan political action berjalan beriringan maka harapan tentang perlindungan HAM di Indonesia akan terwujud. Nilai-nilai Pancasila dalam Pembangunan Sistem Hukum Pidana di Indonesia Nilai-nilai Pancasila harus menjadi rujukan yang utama dalam perumusan atau pembentukan undang-undang KUHP yang akan dibentuk oleh legislatif. Bukan justru karakter dan nilai kolonialisme yang masih melekat dalam KUHP. Setidaknya ada 3 masalah pokok dalam hukum pidana yaitu: (1) tindak pidana, (2) pertanggungjawaban pidana, serta (3) pidana dan pemidanaan, masing-masing merupakan subsistem dan sekaligus pilar-pilar dari keseluruhan bangunan sistem pemidanaan yang harus menginternalisasi nilai-nilai Pancasila. Sebagaimana dimaklumi, aturan pemidanan dalam KUHP tidak hanya ditujukan pada orang yang melakukan tindak pidana, tetapi juga terhadap mereka yang melakukan perbuatan dalam bentuk percobaan, pemufakatan jahat, penyertaan, perbarengan (concurus), dan pengulangan (recidive). Hanya saja di dalam KUHP, pemufakatan jahat dan recidive tidak diatur dalam Aturan Umum Buku I, tetapi di dalam Aturan Khusus (Buku II atau Buku III). Usaha pembaharuan hukum pidana Indonesia yang menginternalisasi nilai-nilai Pancasila harus tetap diarahkan pada tujuan nasional yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia sebagai sebuah negara yang merdeka dan berdaulat. KUHP yang saat ini masih berlaku merupakan produk hukum pemerintah Kolonial Hindia Belanda, yang perlu disesuaikan dengan ideologi bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Alinea keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 harus dijadikan tolak ukur untuk pelaksanaan pembaharuan tersebut. Dengan kata lain pembaharuan hukum pidana harus menjadi sarana untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Materi hukum pidana nasional harus disesuaikan dengan politik hukum, keadaan, perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara yang bertujuan menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, serta menciptakan keseimbangan berdasarkan nilai Pancasila yaitu landasan moral religius Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradap, kebangsaan, kerakyatan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Terkait dengan pembaharuan hukum pidana, paling tidak terdapat dua tujuan yang ingin dicapai oleh hukum pidana yaitu tujuan ke dalam dan tujuan keluar. Tujuan ke dalam, adalah pembaharuan hukum pidana dilakukan sebagai sarana untuk perlindungan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Kedua tujuan tersebut sebagai batu landasan (acornerstone’) dari hukum pidana dan pembaruan hukum pidana. Sedangkan tujuan keluar adalah ikut serta menciptakan ketertiban dunia sehubungan dengan perkembangan kejahatan internasional (international crimes) (Kittichaisaree, 2001:3). Perlindungan masyarakat (social defence) dengan penegakan hukum dalam pidana dan pembaharuan pidana yang dilaksanakan dengan tujuan untuk: (1) perlindungan masyarakat dari perbuatan anti sosial yang merugikan dan membahayakan masyarakat, maka tujuan pemidanaan adalah mencegah dan menanggulangi kejahatan, (2) perlindungan masyarakat dari sifat berbahayanya seseorang, maka pidana/ pemidanaan dalam hukum pidana bertujuan memperbaiki pelaku kejahatan atau berusaha mengubah dan mempengaruhi tingkah lakunya agar kembali patuh pada hukum dan menjadi warga masyarakat yang baik dan berguna, (3) (3) perlindungan masyarakat dari penyalahgunaan sanksi atau reaksi dari penegak hukum maupun dari warga masyarakat pada umumnya, maka tujuan pidana dirumuskan untuk mencegah terjadinya perlakuan atau tindakan sewenangwenang di luar hukum, (4) perlindungan masyarakat dari gangguan keseimbangan atau keselarasan berbagai kepentingan dan nilai akibat dari adanya kejahatan, maka penegakan hukum pidana harus dapat menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, dapat memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. Kesimpulan : “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” dimana dalam sila kedua ini menjelaskan bahwa sebagai rakyat Indonesia selayaknya memperlakukan setiap manusia secara adil dan beradab dengan cara saling mencintai sesama manusia, mengembangkan sikap tenggang rasa, tidak semena-mena terhadap orang lain dan menjujung tinggi nilai kemanusiaan. Dari sila kedua juga menjelaskan kita sebagai umat manusia seharusnya saling mencintai sesama manusia dan memperlakukan manusia selayaknya manusia bukan sebaliknya yang dilakukakn dalam kasus perampokan dan pembunuhan ataupun tidak kriminal lainya sungguh ini tidak mencerminkan pada pancasila sila kedua. Dari banyaknya kasus yang terjadi juga dapat diartikan bahwa kebutuhan manusia masih sangat kurang, Karena masih banyak pengangguran dinegara Indonesia sehingga mereka untuk mendapatkan uang dengan cara kriminal ( membunuh, merampok, pelecehan, pencurian, beraneka ragam ) untuk memenuhi segala kebutuhan kehidupan mereka sehari hari. dari ini juga kita sebagai umat yang berperi kemanusiaan harus saling menghargai satu sama lain. Referensi: Lipi.go.id. 2020. Survei Dampak Darurat Virus Corona terhadap Tenaga Kerja Indonesia. Tersedia di http://lipi.go.id/siaranpress/survei-dampak-darurat-virus-corona-terhadap--tenaga-kerja-indonesia/22030 [diakses pada 3 Oktober 2020]. Halim, Devina. 2020. Polri Sebut Angka Kriminalitas Naik 38,45 Persen dalam Sepekan. Kompas.com. Tersedia di https://nasional.kompas.com/read/2020/06/16/18151321/polri-sebut-angka-kriminalitas-naik-3845-persen-dalam-sepekan [diakses pada 3 Oktober 2020]. Ristekdikti. 2016. Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Sila kedua pancasila sedang mati suri. Tersedia di https://republika.co.id/berita/kolom/resonansi/18/12/04/pj6mat440-sila-kedua-pancasila-sedang-mati-suri Arti sila kedua Pancasila dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Tersedia di https://bobo.grid.id/read/081950596/arti-sila-kedua-pancasila-dan-penerapannya-dalam-kehidupan-sehari-hari?page=all Yuli Asmara Tri Putra. Perlindungan Hukum HAM di Negara Hukum Pancasila : https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jh/article/viewFile/10397/9343 Rizqi Maulidiyah. Aturan dan Tipe Kelompok Kepentingan dan Political Action Commitee http://najiyah-rizqi-maulidiyah-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-79164-SISTEM%20POLITIK%20AMERIKA%20SERIKAT-Aturan%20dan%20Tipe%20Kelompok%20Kepentingan%20dan%20Political%20Action%20Committees.html Erfandi, Implementasi Nilai-nilai Pancasila dalam Pembangunan Sistem Hukum Pidana di Indonesia http://journal.um.ac.id/index.php/jppk/article/view/5933 read more
• January 07, 2021
Demokrasi Pancasila
Nama : Wisnu Agung Setiaji - 2301971596 Demokrasi menurut Abrahan Lincoln adalah suatu sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Artinya, rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi dalam suatu pemerintahan, dimana masing-masing dari mereka memiliki hak yang sama dalam upaya mengatur kebijakan pemerintahan. Secara umum demokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan dimana semua warga negaranya mempunyai hak dan kesempatan yang sama/ setara untuk berkontribusi dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi hidup mereka. Dari penjelasan arti demokrasi tersebut dapat disimpulkan bahwa rakyat memiliki kekuasaan tertinggi dalam hal pembuatan keputusan yang berdampak bagi kehidupan rakyat secara keseluruhan. Sistem pemerintahan demokrasi memberikan kesempatan penuh kepada warganya untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses perumusan, pengembangan, dan penetapan undang-undang, baik itu melalui perwakilan ataupun secara langsung. Secara etimologis, kata Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu “Demos” dan “Kratos”. Demos artinya rakyat/ khalayak, dan Kratos artiya pemerintahaan. Sehingga pengertian demokrasi adalah pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat. Sedangkan Demokrasi Pancasila secara umum adalah suatu paham demokrasi yang bersumber dari pandanan hidup atau falsafah hidup bangsa Indonesia ang digali berdasarkan kepribadian rakyat Indonesia sendiri. Dari falsafah hidup bangsa Indonesia, kemdian akan timbul dasar falsafah negara yang disebut dengan Pancasila yang terdapat, tercemin, terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi yang konstitusional berdasarkan mekanisme kedaulatan rakyat di setipa penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan menurut konstitusi yaitu UUD 1945. Sebagai demokrasi Pancasila terikat dengan UUD 1945 dan implementasinya (pelaksanaannya) wajib sesuai dengan apa yang terdapat dalam UUD 1945. Nilai Musyawarah untuk mufakat terkandung dalam sila ke-4. Bunyi yang terdapat dalam sila ke-4 Pancasila adalah “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan”. Hal ini mengindikasikan bahwa hakekat dasar manusia sebagai mahluk sosial (zoon politicon) tidak bisa hidup sendiri dan memerlukan aturan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan dari serangkaian hubungan sosial. Isi yang terkandung secara keseluruh Sila Ke-4 dalam Pancasila berasal dari naluriah manusia yang dilahirka sebagai makhluk sosial. Atas dasar itupula manusia mempunyai kecenderungan untuk berinteraksi dengan orang lain. Dalam proses berinteraksi biasanya terjadi kesepakatan dan saling menghargai satu sama lain atas dasar tujuan dan kepentingan bersama. Hal tersebut menunjukkan makna permusyawaratan. Adapun hikmat kebiiaksanaan dalam arti ini adalah kondisí sosial yang menampilkan cara rakyat berpikir dalam tahap yang lebih tìnggi sebagai bangsa dan membebaskan diri dan belenggu pemikiran berasaskan kelompok dan aliran tententu yang sempit. Untuk itu sebagai warga negara yang baik, sudah seharusnya saya memiliki pribadi yang sesuai dengan nilai Pancasila. Berikut beberapa hal yang yang menunjukan refleksi pribadi saya tentang tradisi atau kebiasaan bermusyawarah untuk mufakat dalam bermasyarakat yang sesuai dengan semangat Demokrasi Pancasila. Pertama, ikut serta dalam Pemilu merupakan contoh memiliki pribadi berdasarkan nilai pancasila, bahwasanya dalam menentukan pemimpin atau wakil rakyat, ada hak suara kami yang harus diakui karena pada dasarnya demokrasi pemerintahan tertinggi ada pada rakyat; Kedua, mufakat, seperti yang kita ketahui bahwasanya dalam bermasyarakat pasti ada hal yang menuntut keputusan bersama. Dalam menentukan keputusan tersebut sudah seharusnya saya tidak mementingkan kepentingan pribadi melainkan mementingkan kepentingan bersama; Ketiga, dalam bermusyawarah saya sudah seharusnya tidak memaksakan kehendak dalam berpendapat karena hal tersebut tidak sesuai dengan makna demokrasi Pancasila; Keempat, ketika keputusan bersama yang sudah ditetapkan, saya harus tetap menghargai walaupun hal tersebut tidak sejalan dengan kepentingan pribadi saya. Menghargai keputusan merupakan sikap yang menunjukan pribadi yang sesuai dengan nilai Pancasila; Kelima, ketika keputusan sudah diambil, saya harus melaksanakan keputusan tersebut dengan rasa penuh tanggung jawab, karena hal tersebut merupakan tujuan bersama; dan keenam, dalam menjalankan kewajiban, pasti tidak semua meniali baik dengan apa yang sudah saya kerjakan, untuk itu sebagai warga yang baik sudah seharusnya saya menerima kritik dan saran yang debrikan oleh orang lain. Hal-hal tersebut merupakan prilaku pribadi saya yang dilakukan agar kehidupan bermusyawarah untuk mencapai mufakat di kehidupan bermasyarakat ini sesuai dengan apa nilai yang terkandung dalam semangat demokrasi Pancasila. read more
• May 06, 2020
Refleksi Seminar Pancasila Binus University
Nama: Falerin Natalia NIM: 2301938586 & Nuah P. Tarigan Pancasila merupakan dasar ideologi-ideologi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta, panca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas. Tujuan Pancasila adalah agar seluruh masyarakat merasakan keadilan dalam sosial tidak melihat golongan atau strata, hal tersebutlah yang sangat di harapkan oleh pemerintah di Indonesia atau seluruh negara. Contohnya adalah, sebagai mahasiswa kita tidak memiliki financial untuk membayar kuliah, yang memiliki financial untuk membayar kuliah adalah orangtua. Sedangkan mahasiswa memiiliki kemampuan lain yaitu ilmu. Ilmu yang kita miliki dapat kita bagikan kepada orang lain. Jadi saling membantu atau berkontribusi, ketika orangtua memiliki financial untuk membayar kuliah kita maka kita harus membagi ilmu yang sudah didapatkan diperkuliahan untuk orang lain. Sebuah tujuan negara “adil dan makmur” bukan hana sekedar membicarakan perut tetapi juga membicarakan perasaan. Dengan melakukan bakti social merupakan suatu cara untuk kita yang perlu di asah, agar muncul kepekaan terhadap orang lain. Ketika kita sudah mengasah kepekaan terhadap orang lain, kelak kjika kita sudah bekerja atau mmemiliki penghasilan tujuan kita bekerja bukan hanya diri sendiri saja, ketika kta sudah merasa puas dan cukup kita harus membantu lingkungan sekitar membantu orang tidak harus membantu orang yang bukan keluarga kita padahal yang paling penting adalah membantu lingkungan keluarga kita sendiri. Fungsi pancasila selalu berkaitan antar sila (satu sama lain) dan saling berinteraksi. Contohnya sila pertama "Ketuhanan yang Maha Esa" dan disamping itu kita berkontribusi membantu kegiatan sosial. Dengan ilustrasi diatas maka hal tersebut sudah masuk ke dalam sila pertama dan sila ketiga. Jadi setiap tindakan yang kita lakukan pasti akan berkaitan dengan Pancasila dan sila-sila didalamnya. Solidaritas dalam KBBI adalah solider, solider merupakan cara kita memperlihatkan perasaan untuk bersatu. Dapat disimpulkan solidaritas adalah rasa kebersamaan dalam suatu kelompok tertentu yang menyangkut tentang kesetiakawanan dalam mencapai tjuan dan keinginan yang sama. Ketika melakukan sesuatu perhatikan sisi negative dan sisi positifnya, dan kita harus melihat sisi emosi. Kita harus melihat orang lain meresponnya seperti apa dan harus melihat kondisinya. Jika memang memiliki rasa kesetiakawanan maka setiap anggota memiliki rasa emosional yang sama. Contohnya setiakawan yang biasa dilakukan diperkuliahan adalah belajar bersama serta bolos kelas bersama, ketika ada anggota yang terpaksa ikut biasanya dengan rasa terpaksa untuk memuaskan keinginan salah satu anggota lainnya, bukan karena keinginannya sendiri. Ketika melakukan sesuatu tindakan negative maupun positif kita harus melihat sisi emosi tiap-tiap anggota. Jangan menyamaratakan "kata solid" karena tidak semua anggota merasakan hal yang sama, kita harus melihat dahulu dari segi emosional para anggota. Manfaat solidaritas yaitu untuk mengurangi rasa iri dan dengki dalam suatu kelompok. Dapat menumbuhkan rasa tenggang rasa dan menimbulkan rasa harmonisasi antar anggota. Dalam kelompok sangat perlu solidaritas, jika tidak memiliki solidaritas maka kelompok tersebut bisa tidak berlanjut. Misalnya dalam kelompok tersebut terjadi: Stereotipeadalah penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan, Prasangka, merupakan perilaku negatif yang mengarahkan kelompok pada individualis berdasarkan pada keterbatasan atau kesalahan informasi tentang kelompok Primordalisme, adalah sebuah pandangan atau paham yang memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat-istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan pertamanya. Kehilangan rasa solidaritas terhadap sesama Kesulitan dalam bersosialisasi, maka bisa dikatakan kelompok tersebut tidak memiliki rasa setiakawan. Meningkatkan solidaritas dengan cara saling bantu bahu membahu agar mencapai tujuan bersama. read more
• May 05, 2020
SILA-SILA PANCASILA TERHADAP TINDAKAN KORUPSI
By : Iwan Irawan Di dunia ini dalam sistem pemerintahan pastilah akan terjadi berbagai macam penyelewenang yang terjadi, baik yang dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja. Para pejabat-pejabat yang memiliki kekuasaan sering menyalahgunakan kekuasaan tersebut dan menggunakannya untuk kepentingan mereka sendiri tanpa memikirkan kepentingan-kepentingan bangsa dan negaranya. Salah satu tindakan penyelewengan yang sangat sering terjadi bahkan sampai sekarang ini adalah korupsi. Korupsi adalah suatu tindakan dimana seseorang menyalahgunakan uang negara secara diam-diam untuk kepentingan pribadi atau pun kepentingan lain yang bukan menjadi urusan negara. Hal itu jika semakin marak terjadi, maka akan berdampak sangat besar bagi negara dan hal itu akan membuat negara tersebut terganggu dalam bidang ekonominya. Jika ekonomi terganggu, maka kehidupan negara tersebut juga akan terancam bahaya. Banyak negara-negara di dunia ini yang mengalami penyelewengan tindakan korupsi, salah satunya adalah negara kita Indonesia. Di Indonesia korupsi adalah hal yang sangat marak terjadi di pemerintahan, hal tersebut terjadi karena banyak faktor, salah satunya yaitu rendahnya kekuatan iman yang dimiliki pejabat. Pejabat harus memiliki iman yang kuat agar tidak mudah terpengaruhi oleh sesuatu yang menggiurkan. Walaupun sudah didirikannya KPK untuk memberantas korupsi, hal itu tidaklah cukup untuk menghilangkan korupsi di Indonesia. Pemerintah harus lebih tegas terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi agar hal-hal yang buruk tidak akan terjadi pada Indonesia. Indonesia mempunyai suatu sumber dan pandangan yang harus digunakan sebagai pedoman dalam melakukan segala sesuatu yaitu Pancasila. Pancasila merupakan ideologi dasar dalam kehidupan bagi negara Indonesia bukan hanya sebuah ideologi tetapi, Pancasila merupakan prinsip yang harus di miliki oleh setiap warga negara Indonesia. Dengan pengertian tersebut kita dapat memaknai bahwa dalam setiap melakukan segala sesuatu kita harus berpegangan pada Pancasila yang merupakan prinsip dasar negara kita. Jika kita melakukan suatu kegiatan dengan berdasarkan pada Pancasila maka kehidupan antar masyarakat akan terjalin dengan sangat baik, begitu juga dengan pemerintahan. Dalam Pancasila terdapat lima sila yang dimana setiap sila-sila itu memiliki arti yang berbeda tetapi memiliki tujuan yang satu yaitu menciptakan dan mewujudkan cita-cita negara Indonesia. Seperti yang telah dijelaskan bahwa korupsi merupakan salah 1 penyelewangan yang marak terjadi di Indonesia. Tindakan tersebut bukan hanya melanggar aturan negara tetapi hal itu juga telah melanggar ideologi dan prinsip terhadap Pancasila. Dengan menyelewengnya tindakan terhadap Pancasila hal tersebut akan membuat cita-cita yang didambakan oleh negara dan bangsa lama kelamaan akan menjadi hancur. Maka dari itu terdapat hal penting dalam tindakan korupsi terhadap Pancasila yaitu dengan kita melakukan tindakan korupsi kita sama saja telah menghancurkan Pancasila yang telah susah payah dibuat oleh pendiri bangsa kita yang berjuang mati-matian. Sila pertama yang berbunyi “Ke-Tuhanan Yang Masa Esa” jika kita melakukan tindakan korupsi berarti sama saja kita telah membohongi Tuhan. Sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab” sila ini memiliki makna untuk memperlakukan sesama manusia sebagai mana mestinya dan melakukan tindakan yang benar, bermartabat, adil terhadap sesama manusia sebagaimana mestinya. Dengan melakukan korupsi, berarti sama saja telah melangggar sila kedua ini karena telah melakukan tindakan yang memperlakukan kekuasaan dan kedudukan sebagai tempat untuk mendapatkan hal yang diinginkan demi kebahagiaan diri sendiri dan juga membuat orang lain menjadi rugi karena tindakan korupsi tersebut . Sila ketiga yang berbunyi “Persatuan Indonesia” yang memiliki makna bahwa kedudukan masyarakat/rakyat itu sama di depan mata hukum tanpa membeda-bedakan serta mendapat perlakuan yang sama di depan hukum sehingga, dengan melakukan korupsi berarti sama saja telah melanggar sila ini. Korupsi merupakan tindakan yang dapat menghilangkan kepercayaan masyarakat sehingga hal tersebut akan membuat rakyat merasa menjadi terintimidasi dan tidak peduli lagi terhadap tindakan yang telah dilakukan oleh pemerintah. Lama kelamaan, hal ini akan membuat Indonesia menjadi tidak harmonis. Sila keempat yang berbunyi “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyahwarataan Dan Perwakilan” dengan melakukan tindakan korupsi berarti kita juga telah melanggar sila keempat ini karena sila ini mengandung makna untuk bermusyawarah dalam melakukan dan menentukan segala sesuatu agar tercapainya keputusan bersama yang berdampak baik bagi Indonesia. Tetapi, dengan korupsi itu sama saja telah melakukan tindakan dengan keputusan sendiri dan hal itu tidak baik karena dalam menentukan dan melakukan segala sesuatu haruslah berdasarkan keputusan bersama karena Indonesia sangat menjunjung tinggi musyawarah. Jika melakukan tindakan korupsi berarti sama saja telah meremehkan kekuatan musyawarah dan hal itu akan membuat negara menjadi terpecah belah. Sila kelima yang berbunyi “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” dengan adanya korupsi berarti telah melakukan tindakan yang melenceng dari sila ini karena sila ini memiliki makna yaitu adil terhadap sesama dan menghormati setiap hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Dengan tindakan korupsi menunjukan ketidakadilan antar pemerintah dan masyarakat. Bukan hanya itu juga ketidakadilan terhadap negara sendiri karena telah menggunakan sesuatu yang bukan haknya untuk dijadikan kenikmataan bagi diri sendiri tanpa memikirkan tujuan awalnya hal tersebut dilakukan. Dari penjabaran tersebut kita dapat mengetahui bahwa tindakan korupsi merupakan tindakan yang sangat fatal bagi negara, terutama tindakan korupsi juga telah melanggar dan menyeleweng dari nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila. Dengan menyelewengnya tindakan korupsi terhadap nilai-nilai luhur Pancasila itu menyebabkan kondisi negara kita semakin bertambah buruk dan banyaknya terjadi kegaduhan-kegaduhan yang sangat parah. Maka dari itu, kita haruslah melakukan segala sesuatu sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila, terutama bagi para pejabat agar ketika melakukan sesuatu tidak menimbulkan penyelewengan-penyelewengan yang berdampak buruk bagi negara. read more
• May 05, 2020
PERILAKU ANTI KORUPTIF WUJUD PENGAMALAN SILA-SILA PANCASILA
By : Iwan Irawan Korupsi tentu tak jarang lagi terdengar di kalangan masyarakat Indonesia maupun dunia. Korupsi adalah tindakan penyalahgunaan wewenang, jabatan, atau kekuasaan untuk keuntungan pribadi. Korupsi banyak bentuk dan jenisnya, seperti penggelapan, suap, gratifikasi, pemerasan, dan lain sebagainya. Namun, apapun jenisnya, korupsi tetaplah perbuatan yang tidak terpuji dan tidak menguntungkan orang lain selain pelaku. Tindakan koruptif tersebut tentu merugikan banyak pihak dan juga negara. Korupsi tentunya melanggar dan mengingkari sila-sila Pancasila, terutama sila kedua dan kelima, yaitu kemanusiaan dan keadilan. Hal tersebut dikarenakan perilaku korupsi bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri maupun pihak tertentu tanpa memikirkan orang lain, sehingga tak jarang korupsi menimbulkan kesenjangan, kemiskinan, dan penderitaan yang lebih parah diantara masyarakat. Oleh karena itu perlu kesadaran dari diri masing-masing orang untuk menghindari tindakan korupsi. Tindakan anti koruspi dapat diterapkan pada kehidupan sehari-hari, dimulai dari hal-hal yang kecil pula. Misalkan sebagai mahasiswa kita tidak saling contek menyontek saat ulangan atau korupsi waktu dengan datang terlambat ke kelas dihampir setiap waktu, sebagai orangtua kita tidak mengijinkan anak kita untuk memalsukan tanda tangan orangtua, sebagai dokter kita tidak ingin disuap dengan uang untuk menggugurkan janin seseorang, dan lain-lain. Tanpa membedakan status, umur, jenis kelamin, kasta, dan sebagainya, semua kalangan msyarakat diharapkan dapat berkolaborasi untuk gerakan anti korupsi sebagai pengamalan terhadap Pancasila. Pancasila merupakan sumber hukum di Indonesia sehingga segala sesuatu harus menjadikan Pancasila sebagai acuannya. Ketika ada kesempatan, maka seseorang dapat melakukan tindakan korupsi. Namun jika seseorang sadar akan hadirnya Pancasila, perilaku korupsi tentu akan jauh dari kehidupan orang tersebut. Penolakkan terhadap korupsi secara tidak langsung menunjukkan pembelaan dan inetgritas diri terhadap Pancasila yang dipegang teguh oleh Indonesia. Tidak melakukan tindakan koruptif artinya menghormati dan menghargai Pancasila yang berlaku di Indonesia. Ketika seseorang tidak sewenang-wenang menggunakan jabatan atau kekuasaannya untuk merugikan pihak lain, artinya ia menghargai dan menghormati sesama manusia. Secara tidak langsung, hal tersebut telah memenuhi pengamalan seseorang terhadap sila pertama yaitu Ketuhanan, karena cerminan perhormatan kepada Tuhan dapat melewati perilaku antar manusia. Korupsi juga bukanlah tindakan yang dihalalkan oleh Tuhan dari agama manapun. Pengamalan sila kedua juga terpenuhi jika seseorang melaksanakan tindakan anti koruptif. Korupsi artinya melanggar hak orang lain demi pemenuhan hak-hak diri sendiri secara maksimal sehingga perilaku ini termasuk kejahatan kemanusiaan. Jelas tidak adanya kemanusiaan yang tergambar. Jika seseorang mempunyai kesadaran untuk tidak merugikan orang lain hanya untuk kepentingan pribadi, artinya ia sudah cukup dewasa untuk berpikir mengenai pentingnya persamaan hak antar manusia. Korupsi juga merupakan tindakan yang tidak berjalan bersamaan dengan sila kelima Pancasila. Korupsi melanggar arti keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ketika seorang pemerintah negara korupsi, itu akan berdampak pada sekitarnya dan tentunya merugikan negara serta masyarakat yang ada di dalamnya. Kerugian tersebut tentu juga akan menimbulkan kemiskinan karena uang yang seharusnya untuk negara malah digunakan untuk diri sendiri. Jika masyarakat dan aparat negara sudah sadar akan perilaku anti koruptif, sila kelima pun akan terpenuhi. Misalnya, ketika seorang hakim akan disuap karena kasus pembunuhan dan hakim tersebut menolak, maka keadilan telah ditegakkan. Seandainya hakim tersebut menerima uang hasil suap itu, maka akan terjadi ketidak adilan terutama ke kekeluarga korban, teman, dan pihak terkait lainnya. Gerakan anti korupsi sangatlah diperlukan untuk mencegah korupsi. Dengan bergabungnya masyarakat untuk mencegahan korupsi, secara tidak langsung sila ketiga Pancasila juga terpenuhi, yaitu Persatuan Indonesia. Dengan bersatunya rakyat, korupsi seharusnya dapat diminimalisir dan mungkin dihilangkan seiring dengan berjalannya waktu. Masyarakat juga dapat menyebarkan gerakan anti korupsi di media sosial masing-masing. Hal ini diharapkan dapat membangun masyarakat yang lebih sadar akan pentingnya pencegahan tindak korupsi. read more
• May 05, 2020
Pancasila di tengah perkembangan IPTEK
Nama : Patricia Intan Saverina & Nikodemus Thomas Martoredjo IPTEK merupakan singkatan dari Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. IPTEK merupakan ilmu atau suatu sumber informasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan dan menambah ilmu serta wawasan seseorang mengenai berbagai informasi dan pengetahuan mengenai teknologi dalam berbagai bidang kehidupan. Pada era globalisasi, IPTEK mengalami perkembangan yang sangat pesat, terutama pada 3 bidang, yaitu transportasi, komunikasi dan informasi. Di Indonesia sendiri perkembangan teknologi mulai terlihat pada tahun 1962, dimana pada tahun tersebut berdiri TVRI yang merupakan stasiun televisi pertama di Indonesia. Kemudian, disusul dengan adanya Satelit Palapa yang mengorbit sejak 44 tahun silam (1976). Satelit ini merupakan bukti nyata dari adanya usaha pemerintah pada waktu itu untuk membangun sistem informasi. Satelit ini kemudian dikelola oleh PT. Telkom Indonesia. Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengtahuan dan teknologi pun juga ikut berkembang dengan pesat. Dimulai dengan adanya pengenalan terhadap teknologi internet. Perkembangan internet telah mengubah pola interaksi masyarakat yang berkontribusi besar terhadap masyarakat, perusahaan atau industri dan pemerintah di dalamnya. Jika berbicara mengenai dampak dari perkembangan IPTEK, dapat dilihat bahwa hampir semua aspek dalam kehidupan di dunia ini telah terkena dampaknya. Dampak yang dihasilkan bagaikan 2 sisi pada mata uang. Di satu sisi membawa dampak positif, dan di sisi yang lain membawa dampak negatif. Dampak positif dari adanya IPTEK yaitu, memberikan berbagai kemudahan, memperluas mudahnya akses terhadap berbagai informasi hingga memperluas wawasan serta pengetahuan. IPTEK memberikan kemudahan kepada penggunanya untuk mengakses berbagai jenis informasi sehingga informasi tersebut dapat berguna dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh dari penggunaan IPTEK adalah ketika seseorang ingin mengirimkan surat tidak harus lagi menggunakan cara lama dengan pergi ke kantor pos terlebih dahulu. Ia dapat memanfaatkan teknologi sebagai penggantinya, seperti melalui E-mail, SMS, WhatsApp dan teknologi lainnya. Selain dampak positif ada pula dampak negatif yang di timbulkan yaitu, hilangnya budaya tradisional, muncul berbagai kejahatan di dunia maya (cybercrime), hingga timbulnya berbagai masalah sosial. Ada berbagai faktor baik faktor internal maupun faktor eksternal yang dapat mendorong seseorang untuk menyalagunakan IPTEK. Faktor Internal adalah faktor yang ada dalam diri seseorang sementara faktor eksternal adalah yang berasal dari luar diri sendiri. Salah satunya contoh adalah teknologi memberikan akses dan kemudahan kepada penggunanya. Jenis kejahatan seperti cybercrime adalah yang paling sering ditemukan. Kejahatan seperti membobol identitas seseorang, menyebarkan hoax, penyebaran informasi berbau pornografi, penyebaran informasi yang bersifat kekerasan, dan masih banyak lagi. Hal ini dapat terjadi jika pengguna tidak mengetahui dampak apa yang dapat ditimbulkan dari tindakan yang dilakukannya. Hal lainnya yang mendorong seseorang untuk menyalahgunakan teknologi adalah kurangnya kewaspadaan dan pengawasan baik dari diri sendiri, keluarga, masyarakat dan pemerintah. Seiring dengan berkembanganya ilmu pengetahuan dan teknologi berdampak kepada semakin banyaknya kejahatan yang dapat dilakukan sesorang. Sebagai generasi penerus bangsa sudah seharusnya memiliki pemahaman terhadap pentingnya makna dari nilai-nilai etis dalam Pancasila, sebagai dasar penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang. Di dalam Pancasila terdapat nilai-nilai yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia. Pancasila memperlihatkan nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Musyawarah dan Mufakat, serta Keadilan Sosial, yang semuanya itu menjadi pedoman bagi masyarakat Indonesia untuk bertindak dan bertingkah laku. Sebagai generasi muda, nilai-nilai inilah yang harus diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Seperti dalam sila pertama yaitu, Ketuhanan Yang Maha Esa, memperlihatkan bahwa berkembangnya ilmu pengetahuan harus selaras dengan adanya landasan nilai-nilai tersebut, niscaya dapat meminimalisir, mencegah dan bahkan menghentikan penyalahgunaan IPTEK. read more
• May 05, 2020
Pancasila sebagai Dasar Etis Pembangunan IPTEK
Nama : Andrew James Stokes & Nikodemus Thomas Martoredjo IPTEK atau Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sudah menjadi bagian yang penting dan tidak dapat dipisahkan lagi dari kehidupan manusia masa kini. Perkembangan IPTEK di dunia, termasuk di Indonesia, sangat pesat serta sudah banyak memudahkan berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Pengertian dari IPTEK pada dasarnya adalah suatu sumber yang dapat meningkatkan pengetahuan ataupun wawasan seseorang di bidang teknologi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat dipisahkan dari semakin berkembangnya lembaga pendidikan. Pada abad ke-20 dengan kemajuan penelitian mampu mendorong lebih cepat perkembangan dalam bidang industri, informasi, komunikasi, transportasi dan pertanian. Sayangnya dalam perkembangan IPTEK sering terjadi penyalahgunaan oleh beberapa orang demi kepentingan pribadi masing-masing. Beberapa faktor yang mendorong seseorang untuk menyalahgunakan IPTEK adalah yang pertama lingkungan sosial. Perilaku seseorang akan mengikuti perilaku lingkungan dimana ia ada. Jika seseorang berada di lingkungan dimana penyalahgunaan IPTEK sering dilakukan dan sudah menjadi suatu hal yang lumrah terjadi, maka ia kemungkinan besar ikut-ikutan dalam menyalahgunakan IPTEK. Kedua adalah faktor hiburan. Hiburan yang dimaksud dalam kasus ini adalah media massa. Dengan pesatnya perkembangan teknologi, penyebaran media massa saat ini juga ikut berkembang pesat. Jika media massa yang dikonsumsi seseorang selalu yang berbau negatif, maka ia akan mempunyai kecenderungan untuk melakukan hal yang negatif pula. Jika salah satu hal negatif tersebut berhubungan dengan IPTEK (menyebar hoax misalnya) dan ia terus-menerus menerima hal tersebut, maka ia akan cenderung melakukan penyalahgunaan IPTEK pula. Ketiga adalah faktor keserakahan. Dengan menggunakan IPTEK, menjalankan sebuah usaha menjadi lebih efisien dan maksimal sehingga dapat menimbulkan keuntungan yang lebih besar bagi pemilik usaha. Tapi sebagai manusia, mereka seringkali merasa tidak puas dengan apa yang telah miliki dan menginginkan lebih. Dampaknya jika diterapkan secara luas dalam dunia usaha misalnya adalah eksploitasi alam secara besar-besaran. Penyalahgunaan IPTEK tentu akan memiliki dampak yang negatif bagi masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa dampak ini yang dapat terlihat secara jelas dalam skala besar misalnya pertama dari sisi lingkungan yaitu dengan adanya polusi yang dapat merusak lingkungan. Timbulnya pencemaran lingkungan seperti halnya kegiatan-kegiatan industri dalam bentuk limbah dan zat-zat yang berbahaya bagi manusia dan banyak lagi kegiatan yang berefek merusak alam seperti pencemaran air tanah, pencemaran udara, pencemaran suara, dan pencemaran sosial budaya. Kerusakan-kerusakan tersebut akan sulit untuk diperbaiki jika terus-menerus terjadi secara besar-besaran. Kedua jika dilihat dari sisi perkembangan teknologi informasi, jika IPTEK disalahgunakan dalam skala yang besar, dapat membuat masyarakat kehilangan kepercayaan untuk menggunakan teknologi informasi karena kuatir penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan lain sebagainya. Untuk mengantisipasi penyalahgunaan IPTEK ke depannya terutama untuk generasi muda salah satu caranya adalah dengan mengukuhkan lagi penanaman terutama sila kedua Pancasila. Dengan melakukan penyalahgunaan IPTEK seperti pada kasus di atas tentu akan merugikan ribuan atau bahkan jutaan orang. Dalam hal penyalahgunaan IPTEK, siapapun pelakunya, tidak menghargai kemanusiaan dan berarti tidak mengindahkan sila kedua Pancasila. Maka harapannya, melalui berbagai macam media (sekolah, seminar, media sosial, dll) terjadi peningkatan kesadaran akan pentingnya memahami dan mengimplementasikan semua sila dalam Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian masyarakat Indonesia dapat terbebas dari penyalahgunaan IPTEK baik sebagai korban maupun pelaku, dan dapat memajukan Indonesia dalam penggunaan dan pengembangan IPTEK yang lebih beradab. read more
• May 05, 2020
Pancasila dan Pengembangan IPTEK
Nama : Jessy Felicia & Nikodemus Thomas Martoredjo Ilmu Pengetahuan dan Teknologi atau yang lebih dikenal dengan akronim IPTEK merupakan suatu sumber dimana seseorang dapat mengelola dan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kehidupannya. Pengembangan ilmu teknologi dan teknologi sendiri dibuat dengan tujuan untuk semakin mempermudah kehidupan manusia. Pada masa perang dingin kemajuan IPTEK di negara Amerika serikat dan Uni Soviet dipergunakan dalam bidang persenjataan (kapal dan pesawat perang) dan alat untuk mengeksplorasi luar angkasa. Pada masa kini, di era globalisasi teknologi mengalami perkembangan yang pesat terutama pada bidang komunikasi, transportasi, dan informasi. Dapat dilihat dari banyaknya teknologi teknologi baru yang bermunculan silih berganti. Ddengan adanya IPTEK dapat semakin memfasilitasi kegiatan usaha agar lancar dan dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat. Perkembangan IPTEK memang memberikan dampak yang positif di semua bidang. Namun hal ini tidak menutupi adanya penyalahgunaan atas perkembangan teknologi tersebut. Seperti contoh berikut adalah hal-hal terrjadinya penyalahgunaan IPTEK: penyebaran informasi yang sangat mudah dan sulitnya melakukan penyaringan terhadap informasi yang buruk. Orang dapat dengan mudah menemukan berbagai macam informasi di internet, seperti konten yang bersifat negatif. Beberapa orang mungkin berpikir bahwa hal itu buruk dan tidak boleh dilakukan namun tetap saja ada orang yang menjadikan hal tersebut sebagai inspirasi lalu meneruskan kepada orang lain. Karena alasan ekonomi dapat membuat seseorang rela melakukan tindakan kejahatan demi mendapatkan uang dengan berbagai caranya melalui interneet. Dengan menggunakan media sosial orang melakukan penipuan. Keinginan agar pemikiran/ idenya diterima dan diikuti oleh masyarakat sehingga mereka menyebarkan berbagai macam informasi yang tidak benar / hoax untuk mempengaruhi pemikiran orang lain. Masih banyak lagi penyalahgunaan dalam perkembangan dan penggunaan IPTEK yang terjadi. Dampaknya pun sering muncul seperti terjadi kemerosotan moral di kalangan masyarakat, terutama di kalangan remaja dan pelajar. Dikarenakan bebasnya pengaksesan internet mereka dapat mengakses hal hal yang bersifat negatif. Selain itu munculnya sifat ketergantungan. Hal ini sering terjadi bagi siswa/mahasiswa yang terbiasa untuk mencari jawaban dari tugas yang diberikan di internet. Mereka memiliki pemikiran bahwa semua yang tertulis di internet adalah benar sehingga mereka langsung menyalin semuanya secara mentah mentah tanpa mencoba untuk mengerti. Hal yang dapat dilakukan oleh generasi muda saat ini agar dapat meminimalisir atau untuk menghentikan dan mencegah penyalahgunaan dalam perkembangan IPTEK adalah dengan selalu mengingat nilai-nilai etis dari Pancasila: seperti takut akan Tuhan berdasarkan agama masing-masing dan menggunkan Iptek tersebut demi kepentingan kemanusiaan. Artinya bahwa Iptek adalah sarana yang justru harus mengangkat derajat manusia bukan menghancurkannya. read more
• May 05, 2020
Notifications