Pandangan mengenai praktik-praktik hoax dan hate speech,harus mencerminkan nilai-nilai Pancasila

Kristan, S.E., M.Ag (D6325)

Pancasila merupakan pilar ideologis Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah satu sila dalam Pancasila adalah Persatuan Indonesia. Dengan salah satu butirnya yaitu mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.

Berdasarkan hal tersebut jelas bahwa setiap warga negara Indonesia harus dapat menjaga persatuan di Indonesia. Hal yang dapat merusak persatuan di Indonesia diantaranya adalah hoax dan hate speech. Hoax dapat didefinisikan sebagai kabar, informasi, berita palsu atau bohong, sedangkan Hate speech (ujaran kebencian) dapat didefinisikan sebagai ujaran, tulisan, tindakan, atau pertunjukan yang ditujukan untuk menghasut kekerasan atau prasangka terhadap seseorang atau kelompok. Kedua hal tersebut merupakan informasi atau perbuatan yang tercela dan informasi atau perbuatan tidak benar yang dapat merusak tatanan kehidupan di Indonesia. Suatu hoax dan hate speech yang menyebar secara terus menerus dan masif lama-kelamaan dapat dianggap sebagai suatu “kebenaran”, padahal jelas hal tersebut adalah palsu dan penuh kebencian.

Kebebasan menyatakan pendapat dan penghormatan Hak Asasi Manusia adalah konsekuensi logis dari penerapan sistem demokrasi. Angin reformasi yang sempat melanda Indonesia. Membawa semangat perubahan dan melepaskan warga Negara dari belenggu ketakutan menyatakan pendapat di hadapan negara. Namun, hari ini bisa dilihat ‘wajah lain’ kebebasan berekpresi dan menyatakan pendapat di hadapan umum.

Pada kondisi saat ini cukup banyak orang yang mengatasnamakan kebebasan berekspresi untuk menyebarkan kebencian dan provokasi melalui media sosial. Bahkan bukan hanya melalui media sosial, namun sudah merambah hingga ke kanal-kanal platform online, bahkan aplikasi layanan pesan. Padahal jika kita mengingat kembali sila ke-2 dalam Pancasila dapat dimaknai bahwa kita harus beradab dan bermoral, tidak terkecuali ketika berekspresi di media sosial.

Kondisi tersebut bisa menjadi sebuah ancaman atau justru memberikan dampak negatif yang mengarah pada perpecahan. Sebagaimana kita ketahui bahwa akhir-akhir ini penyebaran berita ujaran kebencian, bentuk-bentuk intoleransi dan informasi palsu (hoax) sedang marak menghiasi media sosial di Indonesia.

Hal ini berlangsung khususnya pada situasi tertentu. Salah satunya adalah ketika memasuki masa-masa Pesta Demokrasi. Praktik hate speech dan hoax sering dilakukan oleh pihak pendukung calon tertentu untuk menjatuhkan calon pasangan lawan mereka dan mengurangi rasa kepercayaan pendukung terhadap calon pasangan lawannya tersebut. Seperti dalam kasus pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta tahun 2017. Dimana, kelompok pendukung salah satu pasangan calon memberikan ujaran kebencian kepada pasangan calon yang lainnya. Ujaran kebencian yang paling dominan saat itu adalah mengenai ras dan agama dari salah satu pasangan calon. Hal ini tentunya bertentangan dengan makna sila ke-1 dalam Pancasila. Karena semua agama niscayanya bertujuan sama yaitu untuk menciptakan kehidupan yang damai dan tentram. Bukan hanya bertentangan dengan sila ke-1, kasus ini juga sangat bertentangan dengan sila ke-4, yaitu Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksaan Dalam Permusyawaratan dan Perwakilan. Dalam sila tersebut, bahwa dalam pemilihan umum harus dilaksanakan dengan hikmat. Yang dimana, kasus seperti itu tidak ada. Untuk mewujudkan sila ke-4 salah satu cara ialah tidak melakukan paksaan pada orang lain agar menyetujui apa yang kita katakana atau lakukan. Dengan melakukan ujaran kebencian, sudah termasuk melakukan paksaan terhadap orang lain untuk memilih pasangan yang kita pilih.

Situasi lain yang marak terjadinya penyebaran hate speech dan hoax adalah pada saat sekarang ini ketika bangsa Indonesia sedang dilanda wabah pandemic covid-19. Banyak beredar berita hoax yang membuat masyarakat tidak menghiraukan anjuran dari pemerintah dan menganggap remeh pandemic covid-19.

Dalam situasi-situasi tersebut berita hoax atau hate speech mengancam sila ke-3 yaitu Persatuan Indonesia dan menjadi isu yang berbahaya dalam hidup berbangsa dan bermasyarakat. Terlebih lagi data yang disampaikan oleh kementerian komunikasi dan informatika menurut CNN ada sejumlah 800.000 situs di Indonesia yang terindikasi sebagai penyebaran berita palsu (hoax) dan ujaran kebencian (hate speech). Melihat masyarakat yang mudah terpengaruh dengan berbagai informasi yang beredar tanpa mencari tahu kebenarannya, pemerintah serta masyarakat memiliki peran penting untuk mengatasi dan mengantisipasi bahaya hoax, dengan melakukan klarifikasi berita yang benar kepada masyarakat.

Yoshihiro Francis Fukuyama, seorang ilmuan politik dan penulis Amerika Serikat dalam bukunya The End of History and the Last Man mengatakan, transisi era masyarakat industri menuju era informasi akan melahirkan great disruptions yang akan merusak tatanan sosial. Barangkali, era informasi yang dimaksud Fukuyama adalah yang tengah melanda dunia saat ini. Kemajuan teknologi dan perkembangan yang mengiringinya, perlahan tapi pasti menunjukkan tanda-tanda disrupsi.

Tidak bisa dipungkiri bahwa kemajuan teknologi memberi kemudahan bagi penyebaran hoax dan hate speech di masyarakat Indonesia. Hal ini jika terus dibiarkan bergulir tanpa adanya regulasi yang memagarinya akan mengancam keharmonisan kehidupan bermasyarakat yang telah dipupuk lama dalam semangat Bhineka Tunggal Ika dan tertuang didalam Pancasila pada sila ketiga. Alih-alih kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat di era keterbukaan seperti saat ini tetapi jika perbuatan hate speech dan hoax ini terus kita biarkan atau malah kita sendiri sebagai salah satu pelakunya, maka ini akan menjadi kebebasan yang kebablasan dan akan mengancam Persatuan Indonesia.

Agar tidak menjadi api dalam sekam dalam kehidupan berbangsa di Indonesia, perlu penegakan hukum secara tegas tanpa pandang bulu seperti bagaimana dimaksud sila ke-5 Pancasila. Pelaku yang menyebarkan hoax harus dapat dituntut secara hukum positif seperti tercantum pada Pasal 154, 155, 156, 156 a dan 157 KUHP serta Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pasal 28 ayat 2 dan pasal 45 ayat 2 selain itu diatur pula dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis pasal 16.

Selain pemberian sanksi kepada pelaku, maka masyarakat di Indonesia dituntut untuk melakukan cek dan ricek, memfilter semua informasi yang ada, dan tidak menyebarkan atau meneruskan informasi yang masih diragukan kebenarannya. Bahkan ketika informasi tersebut diyakini kebenarannya, namun jika berdampak pada renggangnya hubungan dan persatuan di Indonesia, sebaiknya tidak disebarluaskan. Dengan cara seperti itu, diharapkan nilai-nilai Persatuan di Indonesa dapat dipertahankan sepanjang masa.

Di samping itu kita harus kembali kepada pijakan awal berdirinya bangsa dan negara kita ini yaitu Pancasila. Pancasila merupakan dasar yang dapat menyaring kemajuan global demi kemajuan dan kemakmuran bangsa kita ini. Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman bagi bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Kesimpulannya adalah kasus Hoax atau Hate Speech bukan suatu kejadian yang jarang terjadi melainkan sudah menjadi hal yang biasa di masyarakat kita. Penyebaran hoax atau hate speech di era yang sekarang ini sangatlah mudah dikarenakan kemajuan teknologi yang sangat pesat. Banyak sekali orang yang salah dalam mengartikan “Kebebasan Berpendapat” dengan melakukan hoax ataupun hate speech. Hoax atau Hate Speech sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang dimiliki Pancasila. Pancasila berperan penting dalam pemberantasan atau memberhentikan penyebaran berita hoax maupun hate speech ini dengan memperhatikan nilai Pancasila dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila sebagai dasar falsafah dan ideologi negara kita diharapkan dapat menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia sebagai dasar pemersatu, lambang persatuan dan kesatuan serta sebagai pertahanan bangsa dan negara kita Indonesia.

Sumber:

  1. Maraknya Ujaran Kebencian Berkaitan Erat dengan Politik. 22 Februari 2018. com. Diakses tanggal 11 Desember 2020
  2. Bentuk Penghinaan yang Bisa Dijerat Pasal tentang Hate Speech. 10 September 2018. Hukumonline. Diakses tanggal 11 Desember 2020
  3. Mengenal Arti Hoax Atau Berita Bohong, Ketahui Jenis dan Ciri-Cirinya. 13 Mei 2020. com. Diakses tanggal 11 Desember 2020
  4. Ujaran Kebencian. 8 Februari 2018. Remotivi. Diakses tanggal 11 Desember 2020
  5. Ujaran Kebencian dan Berita Bohong, Apa Beda di Eropa dan Indonesia?. 19 Oktober 2018. Hukumonline. Diakses tanggal 11 Desember 2020
  6. Tekankan Nilai Pancasila untuk Tangkal Penyebaran Berita Hoax. 1 Juni 2018. Redaksi. Diakses tanggal 11 Desember 2020
  7. Peran Pancasila dalam Pemberantasan dan Pemberhentian Berita Hoax. 6 Juni 2019. Kompasiana. Diakses tanggal 11 Desember 2020
  8. Lecture Notes Chapter 3