RESOR KAMPUNG SAMPIREUN MENGANGKAT TRADISI SEBAGAI KONSEP CONTEMPORARY VERNACULAR PADA INTERIOR DAN ARSITEKTUR
By: Doni Morika S.T., M.Ds.
Interior Design STTK Binus Bandung
Resor Kampung Sampireun mulai beroperasi pada bulan Januari 1999. Sebuah resor bernuansa perkampungan Sunda, berada di ketinggian ±1000m di atas permukaan laut, berlokasi di Kampung Ciparay, Desa Sukakarya, Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Memiliki luas area sebesar 3,5 hektar, termasuk luas Situ Sampireun sendiri dengan mata air alaminya. Perencanaannya dilakukan oleh Arsitek Ir. Djembar Nugraha dengan dibantu Arsitek Lansekap Ir. Ami Zamzami.
Gambar 1 Site plan Kampung Sampireun (Sumber : Dokumentasi Arsitek)
Kampung Sampireun diambil dari nama Situ (Danau) Sampireun yang memiliki pengertian ‘tempat singgah’ dalam bahasa Sunda, dengan sumber mata air yang cukup besar yang dipergunakan oleh masyarakat setempat untuk mengairi sawah-sawah mereka. Resor kampung Sampireun ini mewadahi aktifitas utama hotel yang dilengkapi dengan 13 cottage terdiri dari 7 unit suite Kalapalua, 4 unit suite Kurjati, 1 unit suite Waluran dan 1 unit suite Manglayang, restoran, warung kopi, meeting room, taman yang bisa digunakan untuk pesta kebun, serta kolam renang dan spa.
Pengungkapan bentuk Arsitektur Dilihat dari rencana tapaknya nampak bahwa Resor Kampung Sampireun ini mencoba untuk merepresentasikan tatanan kampung Sunda dengan elemen-elemen yang terdapat di dalamnya.
Namun dalam perletakannya mengalami penyesuaian seperti pada perletakan mesjid. Perletakan mesjid tetap di ujung sebelah barat, tetapi letaknya terpisah dengan alun-alun dan bale desa, padahal biasanya berada berdekatan dengan alun-alun dan bale desa. Hal ini disebabkan agar masjid ini bisa juga dipakai oleh penduduk yang ada di sekitar resor ini. Unsur aktifitas dan fungsi yang ada di resor ini merupakan penerapan dari aktifitas dan fungsi yang ada pada suatu kampung sunda dengan beberapa penyesuaian dan penambahan fungsi yang disesuaikan dengan kebutuhan dasar suatu hotel, di antaranya yaitu penyesuaian bentukan bale desa menjadi lobi hotel (Gambar 3) dan conference room (Gambar 4), lalu bentukan rumah penduduk menjadi cottage, dan penambahan fungsi baru seperti spa (Gambar 5) dan kolam renang (Gambar 6).
Pada budaya Sunda, bale desa difungsikan sebagai pusat informasi. Dalam kaitannya dengan hal itu, bangunan Lobi Hotel pada resor Kampung Sampireun pun berfungsi seolah-olah seperti bale desa pada suatu lingkungan binaan mengingat fungsi pada Lobi juga sebagai pusat informasi, dengan bentuk yang lebih terbuka tanpa dinding penutup. Selain itu, perletakan serta bentuk bangunan cottage pada resor Kampung Sampireun dibuat sebagai representasi pemukiman penduduk di suatu kampung dengan sistemnya yang berkelompok.
Dalam upaya menjadikannya sebuah hotel, dilakukan penambahan berbagai fasilitas modern yang tentunya tidak ada di dalam konsep sebuah kampung. Namun penambahan fungsi tersebut diupayakan senantiasa berada dalam lingkup konsep semula yaitu sebuah kampung Sunda. Bangunanbangunan yang ada dalam kompleks resor ini sebagian besar mengikuti bentukan bangunan tradisional Sunda dengan karakteristik suhunan panjang, serta konstruksi panggung. Namun bentukan atap serta massa bangunan mengalami modifikasi, disesuaikan tuntutan kontur, fungsi serta estetika sebagai tuntutan utama dari suatu Hotel Resor. Keempat jenis atap dengan modifikasi atap umpak pada bangunan cottage. Dari kiri ke kanan tipe Waluran, Kalapalua, Kurjati, Manglayang.
Comments :