Mengenal Definisi Kekerasan Menurut Johan Galtung

Isna Fachrur Rozi

Mengenal Definisi Kekerasan Menurut Johan Galtung

Johan Galtung merupakan seorang sosiolog dan matematikawan yang berkebangsaan Norwegia. Beliau merupakan perintis utama studi perdamaian dan konflik yang juga merupakan pendiri dari Peace Research Institute Oslo (PRIO). Dalam tulisanya Galtung menyampaikan bahwa setiap bentuk kekerasan saling berhubungan dan dapat saling mempengaruhi.

Galtung sendiri membedakan jenis – jenis kekerasan menjadi tiga yaitu,

Direct Violence, merupakan bentukan kekerasan langsung yang dilakukan oleh aktor tersebut. Bentuk kekerasan ini terlihat dari sisi fisik maupun psikologisnya, dimana ada pelaku dan korban. Model kekerasan seperti ini yang biasanya diartikan dengan “kekerasan” pada umumnya. Seperti misalnya, penyiksaan, pembunuhan, penganiyaan fisik maupun mental, penghinaan, diskriminasi personal, bullying, dll. Bisa dikatakan tagline yang sering kita lihat atau kita dengan terkait kekerasan masuk ke dalam kategori kekerasan jenis ini. Apabila dikaitkan dengan Indonesia dan Ideologi Pancasila, hal – hal terkait model direct violence dapat dijabarkan melalui sila kedua beserta turunanya yaitu Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.

Bentukan berikutnya yang ditulis oleh Galtung adalah Structural Violence, model kekerasan ini melibatkan sebuah bentukan struktur yang menaungi banyak orang. Oleh karena itu kekerasan bentuk ini mirip dengan bentuk ketidakadilan sosial ataupun sebuah struktur yang mengusung hal tersebut. Model kekerasan ini dapat dikatakan dibentuk oleh kekuatan yang tidak terlihat dan dibentuk secara struktur yang mencegah pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Bentukan ini cenderung termanifestasi secara tidak langsung tanpa sebab yang jelas. Hal ini dikarenakan bentukan kejahatan struktur membentuk realita anggota di dalam struktur tersebut, sehingga manusia di dalamnya secara struktur tidak menyadari kalau dirinya sedang diperlakukan dengan tidak adil. Contoh model kejahatan struktural seperti, ketidaksamaan akses terhadap pendidikan, hak untuk hidup dan memiliki penghidupan, undang – undang rasial tertentu, apartheid, perbedaan taraf kesejahteraan, dll. Terkait kejahatan struktural apabila dikaitkan dengan Indonesia dan Pancasila dapat dijabarkan oleh Sila Ke Lima beserta turunanya yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Dalam perjalanya kedua model kekerasan ini seperti yang disampaikan Galtung dapat saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Sebagai contoh misalnya tindak pidana korupsi. Tindakan korupsi sendiri merupakan ranah kekerasan langsung (direct violence) karena dilakukan langsung oleh aktor tersebut oleh karena itu secara kontras dapat dikatakan tindak pidana korupsi memiliki kategori yang sama dengan maling sendal ataupun pembunuhan. Oleh karena itu secara timbal baliknya aktor tersebut yang mendapatkan hukuman. Namun dalam perjalananya, seperangkat tindak pidana korupsi dapat juga masuk ke dalam kejahatan struktural apabila pelaku korupsi tidak dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku. Hal ini dikarenakan bentuk hukum merupakan sesuatu yang terstruktur dan diperuntukan untuk banyak orang. Atau apabila hukuman terhadap koruptor dalam set hukumnya dipersepsikan tidak berimbang dengan hukuman terhadap kekerasan langsung lainya, sehingga secara struktur dianggap tidak adil. Yang dalam kedua skenario tersebut merupakan kecacatan struktur yang mengakibatkan terjadinya kekerasan struktural.

Model kekerasan yang ketiga yang ditulis Galtung adalah Cultural / Symbolic Violence, model kekerasan ini merupakan aspek sosial kebudayaan masyarakat yang membiarkan atau mendukung terjadinya dua model kekerasan sebelumnya (direct & structural). Oleh karena itu model kekerasan ini sangat lekat dengan kultur masyarakat tempatan dimana kadang bisa dikatakan ada hukum dibalik hukum yang biasa termanifestasi dalam sikap ataupun prasangka tertentu. Contoh model kekerasan bentuk ini seperti, rasisme, sexisme, fasisme, homophobia, dll. Mungkin contoh paling dekat yang kadang kita biasa dengar terkait model kejahatan ini adalah bentukan persekusi, dimana masyarakat memiliki kecenderungan untuk main hakim sendiri.

Relevansi Konsep Kekerasan Galtung dalam Konteks Modern

Konsep kekerasan yang diperkenalkan oleh Galtung sangat relevan dalam konteks modern, di mana ketidakadilan dan ketimpangan masih menjadi isu global. Pemahaman tentang kekerasan struktural dan budaya memungkinkan kita untuk melihat akar penyebab dari banyak masalah sosial yang kompleks.

1. Ketidaksetaraan Ekonomi

Kekerasan struktural dapat dilihat dalam ketidaksetaraan ekonomi yang ekstrem di banyak negara. Sistem ekonomi yang tidak adil menciptakan kondisi di mana sebagian besar kekayaan dikendalikan oleh minoritas kecil, sementara sebagian besar populasi hidup dalam kemiskinan. Kondisi ini tidak hanya menciptakan penderitaan fisik tetapi juga membatasi kesempatan individu untuk mencapai potensi penuh mereka.

2. Diskriminasi Rasial dan Etnis

Diskriminasi rasial dan etnis adalah contoh lain dari kekerasan struktural dan budaya. Kebijakan dan praktik diskriminatif yang dilegitimasi oleh ideologi rasisme menciptakan dan memperkuat ketidakadilan sosial. Kekerasan ini bisa bersifat langsung, seperti kekerasan polisi terhadap kelompok minoritas, maupun struktural, seperti kebijakan perumahan yang tidak adil atau diskriminasi dalam kesempatan kerja.

3. Ketidaksetaraan Gender

Kekerasan terhadap perempuan dan ketidaksetaraan gender adalah bentuk lain dari kekerasan struktural dan budaya. Norma dan nilai budaya yang menempatkan perempuan pada posisi subordinat mendukung kekerasan langsung seperti kekerasan dalam rumah tangga dan pelecehan seksual, serta kekerasan struktural seperti diskriminasi dalam kesempatan pendidikan dan pekerjaan.

Studi Kasus Kekerasan Struktural dalam Akses Kesehatan

Contoh konkret dari kekerasan struktural dapat dilihat dalam akses terhadap pelayanan kesehatan. Di banyak negara berkembang, akses terhadap pelayanan kesehatan yang memadai sangat terbatas bagi kelompok miskin dan terpinggirkan. Sistem kesehatan yang didominasi oleh sektor swasta sering kali mengabaikan kebutuhan kesehatan dasar dari mereka yang tidak mampu membayar. Ini menciptakan kondisi di mana penyakit yang sebenarnya bisa dicegah atau diobati menjadi penyebab utama kematian dan penderitaan.

Sebagai contoh, di beberapa negara di Afrika Sub-Sahara, akses terhadap perawatan kesehatan maternal sangat terbatas, menyebabkan tingginya angka kematian ibu dan bayi. Ketidakadilan ini diperparah oleh kekurangan fasilitas kesehatan, kurangnya tenaga medis, dan biaya yang tinggi untuk layanan kesehatan. Ini adalah contoh nyata dari bagaimana kekerasan struktural dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari dan kesejahteraan individu.

Mengatasi Kekerasan Struktural dan Budaya

Untuk mengatasi kekerasan struktural dan budaya, pendekatan yang holistik dan berkelanjutan diperlukan. Beberapa langkah yang dapat diambil meliputi:

1. Reformasi Kebijakan

Pemerintah harus menerapkan kebijakan yang lebih adil dan inklusif yang bertujuan untuk mengurangi ketidakadilan sosial dan ekonomi. Ini bisa mencakup reformasi pajak yang progresif, peningkatan upah minimum, dan penyediaan layanan kesehatan dan pendidikan yang terjangkau.

2. Pendidikan dan Kesadaran

Meningkatkan kesadaran tentang kekerasan struktural dan budaya melalui pendidikan adalah langkah penting. Program pendidikan yang menekankan kesetaraan, hak asasi manusia, dan inklusivitas dapat membantu mengubah nilai dan norma yang mendukung kekerasan.

3. Pemberdayaan Komunitas

Pemberdayaan komunitas lokal melalui inisiatif berbasis masyarakat dapat membantu mengurangi ketidakadilan. Ini bisa melibatkan pelatihan keterampilan, pengembangan usaha mikro, dan dukungan untuk organisasi masyarakat sipil yang bekerja untuk hak-hak kelompok terpinggirkan.