Oleh: Bayu R. W. Edward S.Ds., M.Ds.

Interior Design School Of Design Binus University

Gambar sarana simpan sepatu untuk efisiensi luasan area. (Sumber: https://id.pinterest.com/pin/634937247481192211/)

Proyek desain furnitur II di kampus Binus University Bandung memberikan penekanan pada kemampuan pelajar desain dalam menterjemahkan dan mengkomposisikan kebutuhan dan keinginan dalam wujud fasilitas sarana simpan. Setelah di tahap sebelumnya pelajar desain ini belajar bagaimana menterjemahkan ke-abstrakan imajinasi atau gagasan yang diinterpretasikan ke dalam bahasa fungsi sarana duduk sederhana, yang mana penekanannya ada pada aspek visual, di tahap lanjutan, mereka belajar bahwa gagasan harus muncul akibat empati terhadap individu yang lain, sehingga hasil interpretasinya menjadi fasilitas atau memberikan kemanfaatan kegunaan.

Pembelajaran dimulai dengan mengajarkan pelajar desain untuk mengidentifikasi antara kebutuhan dan keinginan. Identifikasi kedua hal ini tidak hanya mengarah pada rancangan fasilitas objeknya saja, tapi juga berkaitan dengan peningkatan kepekaan dan kemampuan strategis pelajar desain dalam mengkomposisikan antara kebutuhan dan keinginan sehingga dapat menghasilkan produk yang baik dan bermanfaat.

Dalam mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan, akan dikenal istilah voice of user, (VoU) yakni data dan informasi yang didapat dari opini pengguna terkait suatu aktifitas. Metode yang dilakukan adalah kuesioner dan wawancara. Isi dari kuesioner dan wawancara berupa pertanyaan-pertanyaan yang akan mengarahkan jawaban user pada pernyataan keengganan dan kecondongannya terhadap suatu situasi aktifitas dan fasilitas.

Dari hasil kuesioner tersebut, seorang perancang harus mengolahnya dengan setidaknya 3 tingkatan sintesa, yakni pragmatis, paradigmatis, dan psikologis. Atau diterjemahkan dalam bahasa praksis, persepsif, dan psikologis. Dengan ketiga alat baca ini, VoU akan mengarahkan pada respon-respon (ide) dengan jangkauan lebih esensial. Pembelajaran mengenai merancang dengan basis identifikasi kebutuhan dan keinginan dapat meningkatkan kemampuan merancang pelajar desain sehingga dapat menciptakan karya yang objektif dan tidak terperangkap pada karya ekspresif subjektif belaka. Secara tidak langsung, pembelajaran ini akan langsung memposisikan pelajar desain pada kesadaran untuk mengenal bahwa good design (desain yang memfasilitasi dengan baik) is a good business.     Karena penekanannya pada komposisi fasilitas, maka tipe kasus yang paling memadai ialah tipe furniture sarana simpan. Tipe funitur sarana simpan memiliki tingkat kesulitan di aspek operasional dan manajerial. Kedua aspek ini menjadi alat yang cukup kompleks untuk dikomposisikan (di-manage) oleh pelajar desain.

Bayu Edward

 

Agustus, 2022