BATUJAYA: KOMPLEKS PERCANDIAN BERCORAK BUDDHA DI JAWA BARAT
Kompleks percandian Batujaya adalah sebuah kompleks sisa-sisa percandian Buddha kuno yang terletak di Kecamatan Batujaya dan Kecamatan Pakisjaya, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Situs Batujaya secara administratif terletak di dua wilayah desa, yaitu Desa Segaran, Kecamatan Batujaya dan Desa Telagajaya, Kecamatan Pakisjaya di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Luas situs Batujaya ini diperkirakan sekitar 5 km2. Situs ini terletak di tengah-tengah daerah persawahan dan sebagian di dekat permukiman penduduk dan tidak berada jauh dari garis pantai utara Jawa Barat (pantai Ujung Karawang), dengan koordinat 06°06’15”-06°06’17” LS dan 107°01’-107°09’ BT.
Daerah Batujaya pertama kali disebut dalam buku karangan F. de Haan yang menyebutkan bahwa Batujaya pada tahun 1684 masih berupa daerah rawa. Wilayah ini kemudian diteliti oleh tim arkeologi Fakultas Sastra Universitas Indonesia pada tahun 1984 berdasarkan laporan penduduk tentang penemuan gundukan-gundukan tanah di tengah-tengah sawah yang di dalamnya terdapat susunan bata. Gundukan-gundukan ini oleh penduduk setempat disebut sebagai unur dan dikeramatkan oleh warga sekitar. Dari sedikitnya 20 sisa bangunan bata yang terdapat pada situs Batujaya yang telah diteliti sejak 1985 hingga kini (tulisan dibuat pada tahun 2007 dan diterbitkan pada 2010; tidak termasuk penemuan-penemuan setelah tahun tersebut), dapat diidentifikasi sedikitnya 16 sisa bangunan candi dan 3 bangunan yang diperkirakan merupakan bangunan profan (Djafar, 2010: 24).
Kompleks percandian Batujaya sendiri dibangun dalam dua fase: fase pertama diperkirakan berlangsung antara abad ke-5 dan ke-8 Masehi, sementara fase kedua berkisar antara abad ke-8 hingga ke-10 Masehi (Manguin dan Agustijanto dalam Manguin, ed. 2011). Temuan inskripsi beraksara Pallava atau Pali dan berbahasa Sanskerta berisi kutipan ayat dari kitab Pratityasamutpada sutra menghasilkan interpretasi bahwa percandian Batujaya merupakan percandian yang bercorak Buddha Mahayana, dikarenakan Pratityasamutpada sutra yang merupakan kitab penting dalam ajaran Buddha Mahayana (Djafar, 2010: 129).
Bentuk utuh bangunan-bangunan candi yang ditemukan pada situs Batujaya sulit direkonstruksi secara pasti. Meskipun demikian, berdasarkan bukti-bukti pendukung berupa peninggalan artefak seperti epigrafi, votive tablet (simbol atau ikon Buddha berukuran kecil yang umumnya dicetak pada medium tanah liat sebagai persembahan), dan arca-arca dapat dipastikan bahwa Batujaya merupakan percandian agama Buddha. Peninggalan arkeologi berupa sisa bangunan yang ditemukan di situs Batujaya yang berasal dari masa Hindu-Buddha adalah bangunan candi, bangunan profan, dan tembok keliling (Manguin dan Agustijanto dalam Manguin, ed. 2011).
Kajian arsitektural pada kompleks percandian Batujaya juga menunjukkan adanya kesamaan gaya perupaan dengan India utara, khususnya daerah Nalanda yang dipengaruhi gaya Gandhara. Pengaruh Buddha Mahayana dan kesenian Nalanda tersebut diduga masuk melalui pengaruh kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Sumatra dan sedang melakukan ekspansi kerajaan, salah satunya adalah usaha menaklukkan Bhumijawa, termasuk Tarumanagara (Djafar, 2010: 127).
Salah satu candi yang menjadi bagian dari kompleks Batujaya adalah situs SEG V atau disebut juga sebagai Candi Blandongan. Candi ini memiliki denah bujur sangkar dengan ukuran 24,2 x 24,2 meter dan tangga naik yang terletak di sisi timur laut, tenggara, barat daya, dan barat laut. Ukuran lebar tangga naik 1,6 meter dan di sisi kiri-kanan tangga terdapat pipi tangga dengan tebal sekitar 40 cm di bagian bawah dan 1,5 meter di bagian atas atau pangkal. Pada tangga naik teratas terdapat ruang yang lantainya dilapisi batu kerikil yang dicampur lepa berwarna putih. Ruang atas celah yang berukuran 2 x 2,3 meter ini berfungsi sebagai pintu menuju bagian dalam halaman candi.
Denah luar bangunan candi diduga merupakan tembok keliling halaman sebuah candi yang merupakan satu kesatuan dengan bangunan intinya. Bagian luar candi tidak lurus, melainkan terdapat tonjolan-tonjolan yang menyerupai penampil yang berukuran sekitar 1,5 meter dan menjorok sekitar 40 cm. Tonjolan-tonjolan ini terletak diantara penampil tangga naik dan sudut bangunan. Tembok keliling candi memiliki tebal sekitar 1,75 meter dan di luarnya terdapat hiasan pelipit datar, pelipit kumuda, pelipit sisi genta dan hiasan kerucut terpotong pada lubang yang berdenah empat persegi panjang. Dinding luar tembok dulu kemungkinan dilapisi lepa berwarna putih. Sisa lepa dapat ditemukan di beberapa tempat, misalnya bagian bawah pelipit kumuda dengan ketebalan 0,5 cm.
Gambar 1. Situs SEG V (Candi Blandongan)
(Ramadina, 2012)
DAFTAR PUSTAKA
Djafar, Hasan. (2010): Kompleks Percandian Batujaya. Bandung: Kiblat Buku Utama.
Manguin, Pierre-Yves, A. Mani dan Geoff Wade, ed. (2011): Early Interactions Between South and Southeast Asia: Reflections on Cross-Cultural Exchange. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies.
Ramadina, Savitri P. (2012): Analisis Perupaan Dan Sinkronisasi Arca Dan Votive Tablet Percandian Batujaya Di Karawang, Jawa Barat Dengan Borobudur Di Jawa Tengah Dan Mon-Dwarawati Di Thailand. Bandung: Program Magister Seni Rupa dan Desain Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung.
Comments :