Oleh: Bayu R. W. Edward S.Ds., M.Ds.

Interior Design School Of Design Binus University

Kota Bandung yang didaulat sebagai kota kreatif oleh UNESCO merupakan pusat komunitas dan kegiatan-kegiatan dengan semangat kreatifitas yang tinggi di Indonesia. Adanya kampus-kampus pionir bidang seni, desain, dan arsitektur menjadikan kota ini sekaligus sebagai ‘pabrik akademis’ penghasil talenta-talenta kreatif yang siap terjun dan memberikan kontribusinya kepada masyarakat melalui pendekatan-pendekatan kreatif. Namun sebagai kota akademi kreatif, tidak banyak ruang-ruang di kota Bandung yang difungsikan untuk memfasilitasi insan kreatif dalam -tidak hanya- untuk memamerkan tapi juga platform pemasaran karya-karya yang dihasilkan. Fasilitas-fasilitas pamer karya kreator ini masih dipusatkan di lingkungan kampus.

Fungsi fasilitas pamer dan platform pemasaran karya tidak dapat dipandang sekedar asset fisik saja melainkan antara lain sebagai fungsi sosial-budaya yakni ia dapat menjadi faktor pembentuk dan pemberi pengaruh terhadap konstruksi sosial-budaya yang berlaku di lingkungannya berada, kemudian fungsi ekonomi yakni ia dapat berkontribusi dalam alur perputaran dan pendapatan daerah, serta fungsi city branding yakni ia menjadi pembentuk identitas kota. Mungkin tidak semua orang bisa merasakan, tapi secara umum kitab isa merasakan perbedaan nuansa kreasi yang begitu jauh berbeda antara kota Bandung, Jogjakarta, dan Bali. Ketiga-tiganya masyarakat kenal sebagai kota yang erat dengan semangat seni, kreasi, dan kreatifitas. Kita bisa melihat ekspresi-ekspresi kreatifitas begitu nampak dan hadir secara kasat mata melalui desain-desain bangunan yang ada di Jogja dan Bali, melalui banyaknya toko-toko yang menjual karya-karya perajin atau seniman, elemen-elemen dekorasi kota yang sangat bercirikhas kota tersebut, dan ruang-ruang temu para kreator yang seringkali dijadikan tempat mengadakan acara seni. Namun berbeda dengan kota Bandung yang sulit sekali menemukan identitas-identitas tersebut dalam format yang dapat dilihat dan digunakan oleh masyarakat. Adanya fasilitas pamer atau platform pemasaran karya-karya kreatif di kota Bandung adalah sebuah keharusan dan kebutuhan dasar.

Tidak adanya ruang dan platform pemasaran yang layak untuk karya-karya kreator kota Bandung ini bukanlah karena memang tidak pernah didirikan. Beberapa tahun lalu bermunculan gerai-gerai yang mengoleksi dan menjual produk-produk karya desainer di kota Bandung, namun tidak bertahan lama akibat kelemahan dari sektor operasional dan roadmap bisnis yang tidak sustain. Hal seperti inilah yang mungkin menjadi penyebab rendahnya minat kreator untuk mempercayakan karyanya untuk dijual melalui platform semacam ini, sehingga lebih mengandalkan kemampuan individual dalam mengelola karyanya secara lebih optimal. Sangat disayangkan tentunya, sebuah kota dengan predikat kota kreatif tapi hanya berhasil pada lingkup dokumen pernyataan UNESCO saja dan malah tidak sampai ke masyarakat.

Belajar dari kondisi tersebut, Asanka Galeri memberanikan diri untuk tetap melanjutkan semangat kreatifitas kota Bandung dengan membuka gerai di daerah Dago dan memposisikan diri sebagai salah satu simbol fisik semangat kreatifitas kota Bandung. Tidak hanya berperan sebagai ruang pamer karya saja, Asanka Galeri telah mempersiapkan segala aspek penting dari usahanya sehingga menjadi bisnis yang sustain dan berdampak positif bagi kota Bandung. Hal ini ditunjukkan melalui tahapan-tahapan kuratorial terhadap produk atau karya-karya yang dapat diterima oleh Asanka Galeri. Salah satu yang cukup menarik adalah bahwa setiap produk yang ingin masuk ke dalam skema pemasaran Asanka Galeri harus sudah memiliki backup produsen yang professional sehingga dapat menjaga alur supply chain yang sehat. Ketentuan semacam ini dibuat untuk tujuan menaikkan kesadaran para kreator sehingga dalam memandang karya ciptanya tidak boleh sekedar untuk kepuasan pribadi saja, melainkan kewajibannya dalam menjawab kebutuhan masyarakat dengan segala kemampuan kreatifnya.

Selain itu, dari sisi strategi pemasaran, Asanka Galeri telah menyiapkan template promosi sehingga semua produk yang dipasarkan memiliki kesempatan besar untuk sampai di telinga masyarakat. Yang menarik disini adalah, bahasa yang digunakan untuk menjangkau masyarakat tidak banyak menekankan pada konten-konten kreatif atau desain dan seni secara akademi meskipun secara proses didalamnya baik dari segi pengkurasian, hingga deskripsi karya dilakukan dengan bahasa-bahasa akademis yang mendalam. Tujuan mendasar dari strategi tersebut ialah sekaligus untuk mengedukasi para kreator untuk membumi dan tidak terlalu berorientasi pada popularitas personal saja. Seorang kreator khususnya desainer adalah misionaris dari kreatifitas yang memberi manfaat pada lingkungan.

Asanka Galeri memiliki sistem dalam perputaran karya-karya yang dipasarkannya yaitu dengan mengadakan koleksi-koleksi baru setiap 3  bulan. Dengan sistem ini, para kreator dapat lebih terbantu dan fokus dalam mengemas produknya sehingga dapat terpasarkan secara optimal dalam rentang waktu 3 bulan tersebut. Untuk mengelola segala strateginya, tim operasional Asanka Galeri merupakan orang-orang yang sudah terlatih selama 5 tahun di ranah pengelolaan toko dan penjualan produk-produk desain dan kerajinan. Dengan modal tersebut, kekhawatiran-kekhawatiran yang muncul akibat kelemahan sektor operasional dan pengelolaan bisnis di platform-platform yang pernah ada di kota Bandung sebelumnya, dapat terselesaikan. Asanka Galeri hadir untuk menghapus eksklusifitas desain dan membuatnya lebih berhasil dalam memasyarakatkan desain.

Bayu Edward

Februari, 2022