Oleh Friska Amalia, S.Ds., M.Ds.

Toko Merah adalah sebuah peninggalan bangunan kolonial Belanda yang terletak di tepi barat Kali Besar, Kota Tua Jakarta. Dibangun pada tahun 1730 dan merupakan salah satu bangunan tertua di Jakarta. Ciri khas warna merah pada bangunan ini yang menjadikan bekas kediaman Gubernur-Jenderal Gustaaf Willem baron van Imhoff terkenal dengan sebutan Toko Merah dikalangan masyarakat luas.

Dibangun diatas tanah seluas 2.455 meter persegi rumah tersebut dibangun sedemikian rupa, sehingga besar, megah dan nyaman. Nama “Toko Merah” berdasarkan salah satu fungsinya yakni sebagai sebuah toko milik warga Tionghoa, Oey Liauw Kong sejak pertengahan abad ke-19 untuk jangka waktu yang cukup lama. Nama tersebut juga didasarkan pada warna tembok depan bangunan yang bercat merah hati langsung pada permukaan batu bata yang tidak diplester. Warna merah hati juga tampak pada interior dari bangunan tersebut yang sebagian besar berwarna merah dengan ukiran-ukirannya yang juga berwama merah. Namun ada juga yang mengatakan bahwa nama “Toko Merah” itu diambil Setelah peristiwa Geger Pacinan yang pada saat itu banyak mayat orang Tionghoa bertebaran di Kali Besar sehingga permukaan air menjadi warna merah. Di samping itu dalam akta tanah No. 957, No. 958 tanggal 13 Juli 1920 disebutkan bahwa persil-persil tersebut milik NV Bouwmaatschapij “Toko Merah”. Bangunan ini pernah dinamakan Hoofd Kantoor Jacobson (Rumah Ganda)

Toko merah selayaknya bangunan yang dilindungi oleh pemerintah sebagai cagar budaya seiring waktu memiliki fungsi yang berbeda-beda sejak dibangun. Tahun 1730-1780 dijadikan Rumah tinggal oleh bebrapa Gubernur Jendral Belanda. Tahun 1743-1755 dijadikan Kampus dan Asrama Académie de Marine (akademi angkatan laut). Tahun 1786-1808 digunakan untuk Heerenlogement atau hotel para pejabat. Tahun 1809-1813 seluruh bangunan dijadikan rumah tinggal oleh Anthony Nacare. Tahun 1813-1851 dimiliki oleh Oey Liauw Kong yang berfungsi sebagai taka. (Tahun 1925) ditempati sejumah biro dan Kantor Dagang. Tahun 1964 digunakan sebagai kantor yang salah satu pemiliknya adalah PT. Satya Niaga. Tahun 1977 tetap digunakan sebagai kantor tetapi pemiliknya PT. Dharma Niaga. Tahun 1990-Sekarang dijadikan Bangunan Cagar Budaya oleh Gubernur DKI.

 

Toko merah disewakan PT. PPI kepada PT. JOTRC untuk dilestarikan dan dibangun kembali. Tujuannya untuk menertibkan ratusan pedagang kaki lima dan komunitas-komunitas liar yang ada di kawasan kota tua. Tidak hanya toko merah yang disewakan, tetapi ada beberapa gedung yang lainnya yang disewakan oleh PT. PPI yaitu Menara Kembar, Kerta Niaga, Inkopad, dan Rotterdam Lloyd. Setelah 20 tahun gedung yang disewakan akan kembali lagi menjadi milik Badan Usaha Milik Negara yang di pegang PT. PPI.

Belasan kali berganti pemilik, keberadaan Toko Merah mengambarkan dinamika bisnis di Kawasan Batavia. Letaknya memang strategis. Dekat dengan pusat pemerintahan (Stadhuis), di tepi de Groote Rivier (Kali besar) yang merupakan urat nadi lalu lintas air. Pada jamannya, Kali Besar memang merupakan wilayah hunian elit di Batavia, tempat tinggal orang-orang kaya dan para pejabat VOC. Aslinya adalah rumah tinggal yang dibangun Gustaaf Willem Baron van Imhoff tahun 1730.

Toko Merah adalah bangunan kembar, dimana dua rumah berada dibawah satu atap, dengan perpaduan arsitektur Klasik Eropa dan gaya Cina pada ornamennya. Berlantai batu di bagian bawah, bagian atas berlantai kayu. Tangganya unik bergaya Barok, satu satunya tangga jenis ini di Jakarta. Arsitekturnya mencerminkan perpaduan gaya Cornice House abad ke-18 (bangunan dengan dinding muka yang ujung atasnya datar dan diberi profil-profil pengakhiran) dengan atap tropis. Tembok depan tidak di plester, bata merah ditampilkan, diperkuat dengan cat warna merah hati, yang juga merupakan warna dominan interior, unsur Cina di bangunan ini. Unsur tradisional tampil pada motif kisi-kisi pipih di balustrade, yang umum pada bangunan Melayu.

Dilihat dari timeline bangunan dan dari fungsi bangunan yang terus berubah, bangunan ini dapat digolongkan sebagai golongan B. Karena banyaknya perubahan fungsi bangunan. Dimungkinkan dibongkar secara sengaja namun harus dibangun sesuai asli. Dimungkinkan perubahan tata ruang. Bangunan dilarang dibongkar secara sengaja, dan apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya. Pemeliharan dan perawatan bangunan harus dilakukan tanpa mengubah pola tampak depan, atap, dan warna, serta dengan mempertahankan detail dan ornamen bangunan yang penting. Dalam upaya rehabilitasi dan revitalisasi memungkinkan adanya perubahan tata ruang dalam asalkan tidak mengubah struktur utama bangunan. Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama.