Oleh : Aris Darisman

 

Selama masa pendudukan Hindia Belanda, memiliki nama resmi Bandoeng. Dimulai pada tahun 1488 ketika VOC membuka perkebunan di daerah Bandung. Pada tahun 1786, VOC membangun jalan untuk yang menghubungkan pasokan hasil perkebunan dari Batavia (sekarang Jakarta), Bogor, Cianjur, Bandung, Sumedang dan Cirebon, tujuannya adalah untuk memudahkan jalur distribusi hasil perkebunan.

Pada tahun 1809, Napoleon Bonaparte, Kaisar Perancis dan penakluk sebagian besar Eropa termasuk Belanda dan koloni-koloninya, (sebelum kejatuhannya utamanya di Waterloo pada 1815) memerintahkan Gubernur Hindia Belanda HW Daendels untuk meningkatkan sistem pertahanan Jawa untuk melindungi melawan Inggris di India. Daendels membangun jalan, membentang sekitar 1.000 km dari barat ke pantai timur Jawa, melewati Bandung.

Pada tahun 1810, pemerintah Hindia – Belanda membangun jalan yang diberi nama De Groote Postweg, sekarang dikenal dengan Jalan Asia-Afrika Street. Dibawah perintah Daendels ‘, R.A. Wiranatakusumah II, administrasi kepala Kabupaten Bandung pada saat itu, pindah kantor dari Krapyak, di selatan, ke suatu tempat dekat sepasang sumur yang dianggap suci di tengah kota (Sumur Bandung), sekarang dikenal juga sebagai alun-alun kota (alun -alun).  Di alun-alun dibangun juga istana beserta pendoponya yang menyerupai wajah gunung Tangkuban Parahu, dan juga dibangun masjid agung.

Jalan Asia-Afrika Bandung

Foto Koleksi Penulis

Selanjutnya pada awal tahun 1920-an, pemerintah Hindia Belanda membuat rencana untuk memindahkan ibukota Hindia Belanda dari Batavia ke Bandung. Dengan demikian, selama dekade ini, pemerintah kolonial Belanda mulai membangun barak militer, gedung pemerintah pusat (Gouvernments Bedrijven, masa kini Gedung Sate) dan bangunan pemerintah lainnya. Namun, rencana ini, tidak berhasil diwujudkan, disebabkan pecahnya Perang Dunia II, Belanda tidak mampu membangun kembali koloni mereka.