Jika kita berbicara mengenai kaitan antara tendensi humanisme dengan tendesi homo deus, maka kita harus mengupas masing-masing tendensi tersebut. Humanisme merupakan suatu faham filosofis yang berpusat kepada manusia. Menurut editor dari buku “Humanismee dan Humaniora: Relevansinya Bagi Pendidikan”, Bambang Sugiharto, menyebutkan bahwa

“humanisme bukan lagi sekedar gerakan kultural intern Eropa, bukan pula sekedar isme-isme dalam filsafat khas Barat, melainkan: keyakinan reflektif atas nilai-nilai paling dasar dan naluriah yang inheren dalam proses-proses kehidupan manusiawi umumnya, yang terus-menerus memperbaharui dirinya bersama gejolak dinamika peradaban manusia”

Dapat disimpukan bahwa seiring dengan perkembangan peradaban, manusia pada kodrat nya berusaha untuk terus melangkah maju dan menjadi lebih baik dengan cara memperbaharui diriny. Hal ini dapat dilihat dari sejarah perkembangan pemikiran manusia dari jaman Yunani. Permulaan perkembangan pemikiran manusia di jaman Yunani ini bermula dari munculnya sistem Paideia – “seni mendidik”. Werner Jaeger juga menyebutkan bahwa seni mendidik merupakan upaya manusia dalam mengejar cita-cita yang disengaja. Beberapa contoh yang terkait dengan itu salah satunya adalah pertanyaan yang sering ditanyakan oleh orang tua kepada anaknya (di Indonesia) “Nak, kalo sudah besar kamu mau jadi apa?” atau “Apa cita-cita mu nak?”. Pertanyaan-pertanyaan itu muncul begitu saja dan sudah menjadi hal yang lumrah untuk dipertanyakan oleh orang tua kepada anaknya. Akan tetapi dapat dilihat bahwa sudah menjadi kodratnya bahwa manusia selalu mencari/ melakukan pencapaian yang lebih tinggi secara terus menerus.

Pada abad pertengahan, pemikiran humanisme pada jaman Yunani mendapat sambutan kritis secara filosofis-teologis. Namun manusia pada abad pertengahan juga semakin jenuh dengan pemikiran filosofis-teologis ini. Pada akhirnya, setelah abad ke 13, muncul suatu pergerakan pola pikir dan kebudayaan yang kembali melihat pola pikir Yunani klasik. Pergerakan ini yang akhirnya disebut pergerakan Rennesains. Pada masa Rennesains ini, pola pikir Yunani klasik ini dianggap ideal karena terdapat kebebasan berpikir, hal yang tidak muncul dalam pemikiran teosentris. Manusia mulai merasa bahwa mereka bisa menggali diri mereka sendiri, lebih dalam, dengan menggunakan nalar intelektual, emosional, sosial, dan spiritual.

Perjalanan panjang perkembangan peradaban manusia dari masa Rennesains hingga abad 21, menunjukan perilaku kodrati manusia untuk menjadi lebih baik. Ada pepatah mengatakan bahwa semua yng manusial lakukan dan hasilkan guna membuat kehidupan manusia menjadi lebih baik. Hal ini dibuktikan dengan keberhasilan manusia dalam melawan tiga hal yang menjadi permasalahan selama berabad-abad, yaitu kelaparan, wabah dan peperangan. Hal ini ditunjukan dengan perkembangan peradaban manusia yang lebih terpusat pada perkembangan ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi. Begitu permasalahan mendasar yang terjadi selama ini berangsur-angsur sirna, dengan pengecualian dari beberapa kasus kecil yang bisa di selesaikan secara teknis, manusia mulai mencari kebahagiaan. Manusia modern melihat bahwa proses pencarian kebahagiaan adalah suatu proyek dalam hidup. Hal ini dibantu juga dengan perkembangan sistem pemerintahan, sumber daya perekonomian dan perkembangan ilmu pengetahuan. Perkembangan sistem kesehatan juga mendukung konsep kebahagiaan manusia.

Setelah itu semua tercapai, kesehatan, kebahagiaan, dan terpenuhnya kebutuhan dasar manusia, apa yang akan terjadi berikutnya? Saat ini perkembangan peradaban manusia berjalan begitu cepat sehingga kita tidak bisa lagi memperkirakan titik akhir nya. Manusia mulai menyadari bahwa perkembangan peradaban modern ini tidak bisa dihentikan. Perkembangan ini juga didukung oleh berkembang nya ilmu pengetahuan modern yang sangat cepat, sehingga akan mencapai suatu titik dimana manusia mulai mencari keabadian dan bertindak sebagai tuhan di bumi ini. Dominasi manusia dimuka bumi sebagai salah satu spesies yang dapat berkolaborasi dalam jumlah yang sangat besar.

Konsep kebahagiaan manusia pada saat ini menjadi lebih variatif. menurut suatu organisasi yang melakukan survey mengenai indeks kebahagiaan, negara-negara barat yang berkecukupan seringkali dianggap sebagai negara dengan standar kesuksesan tidak menempati posisi teratas negara-negara yang meiliki indeks kebahagiaan tinggi. Negara yang memiliki indeks kebahagiaan tinggi diantaranya adalah negara-negara Amerika Latin dan Asia Pasifik. Hal ini menunjukan bahwa faktor kebahagiaan manusia bukan hanya ditampilkan dari kesuksesan secara ekonomi dari suatu negara / daerah.

Menurut Harari, organisme sebagai suatu algoritma semata. Salah satu contoh yang bisa diambil adalah bahwa secara genetika, manusia terdiri dari susunan DNA. Sementara secara kimiawi, manusia terdiri dari susunan oksigen, karbon, oksigen, nitrogen, kalsium, fosfor, potassium, sulfur, klorin, sodium, magnesium, protein, lemak, mineral, karbohidrat, dan yang paling banyak adalah air. Susunan kimiawi tersebut mewakili seorang manusia, akan tetapi jika kita menyusun elemen-elemen tersebut, apakah kita dapat menciptakan seorang manusia? Jawaban dari pertanyaan ini adalah belum bisa, karena hingga saat ini manusia belum bisa menciptakan manusia lainnya dari elemen-elemen tersebut. Terlepas dari algoritma manusia yang sudah di uraikan, manusia belum bisa membuat manusia yang lain secara kimiawi, terlepas dari sistem cloning.  

Humanisme sebagai kodrati manusia dalam mencari sesuatu yang lebih baik pada abad ke 21 ini berlangsung sangat cepat. Untuk mempermudah dalam mengidentifikasi segala sesuatunya, manusia mulai memetakan semuanya berdasarkan data. Akan tetapi dengan kemudahan teknologi informasi saat ini, jumlah data yang perlu di proses menjadi sangat besar, sehingga manusia membutuhkan alat

bantu yang disebut dengan mesin. Penemuan mesin yang dapat membantu manusia dalam memproses begitu banyak data ini di mulai dari penemuan Alan Turing (The Touring Machine). Berkat penemuan mengenai prinsip dasar processing unit dari Alan Turing, manusia mulai membuka jalan dalam hal memproses data yang banyak dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Konsep efisiensi dalam kerja juga merupakan hasil dari prinsip humanismee manusia dalam mengejar sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Melihat penjabaran diatas, kaitan antara tendensi humanisme dan tendensu homo deus bukan lagi sesuatu yang terpisah, akan tetapi itu merupakan suatu proses perjalanan manusia untuk menjadi lebih baik lagi. Apakah manusia pada akhirnya akan menjadi Tuhan? Mungkin, menjadi Tuhan untuk dirinya sendiri. Jika melihat jauh kedepan disaat kemampuan intelektual manusia terus meningkat dalam ranah yang tidak terbatas maka kemungkinan itu ada. Tetapi, akan menjadi suatu pertanyaan lagi apakah pada saat itu manusia masih memiliki kesadaran akan dirinya adalah manusia? Mungkin pada saat itu konsep mengenai “apa itu manusia?” sendiri akan bergeser.

 

 

 

https://www.turing.org.uk/publications/dnb.html