Gambar 1 : instalasi Microlibrary MoKa (Modular Kayu) oleh SHAU Architects pada event Bandung Design Bienalle 2021 di venue Laswee Bandung.

Pada tanggal 5-27 November 2021 yang lalu, kota Bandung sedang merayakan event Bandung Design Bienalle 2021. Pada event ini banyak aktivasi kegiatan kreatif yang diselenggarakan di seluruh lokasi di Bandung. Beberapa konsultan arsitektur dan desain, komunitas kreatif, akademisi dan warga kota Bandung turut meramaikan dan mengapresiasi karya-karya kreatif sesuai dengan minat masing-masing. Semua memiliki satu tujuan yaitu berkarya dan memberikan kontribusi kepada kota Bandung sesuai nomenklatur bidang kreatif masing-masing.

Salah satu yang melakukan aktivasi adalah konsultan SHAU Architects, dengan rancangan Micro Library MoKa yang instalasinya dipamerkan di venue Laswee Jl Laswi no 1 Bandung. Microlibrary merupakan sebuah proyek kolaborasi dengan berbagai stakeholder seperti Pemerintah, Corporate Social Responsibility (CSR), yayasan, dan komunitas. Microlibrary adalah perpustakaan dengan ukuran kecil, bersifat modular dan bisa digabungkan menjadi beberapa konfigurasi bentuk maupun ukuran. Microlibrary selalu menggunakan material ramah lingkungan dan memiliki misi untuk menggalakkan minat baca pada masyarakat.

Menurut Florian Heinzelmann, salah satu pendiri SHAU Architects, sampai tahun 2020, SHAU Architects telah merancang lima microlibrary. Lima microlibrary tersebut tersebar di beberapa kota, antara lain :

  1. Microlibrary Bima di Bandung

Perancangan microlibrary Bima tersebut memanfaatkan bahan-bahan daur ulang, termasuk 2.000 ember plastik yang digunakan untuk membangun dinding perpustakaan. Keunikan dari desain microlibrary ini adalah dindingnya yang membentuk kode biner. Bagian bawah ember menandakan angka satu dan ujung yang terbuka menandakan angka 0. Keseluruhan kode tersebut membentuk kalimat peribahasa “Buku adalah jendela dunia”. Berkat desain yang yang memiliki keunikan, Microlibrary Bima menyabet gelar terbaik di ajang Architizer A+ Awards. Tak hanya itu, bangunan ini dinominasikan dalam ajang penghargaan Aga Khan Awards 2019.

  1. Microlibrary Taman Lansia di Bandung.

Berstruktur beton, microlibrary taman Lansia berfungsi sebagai mushola taman

  1. Microlibrary Selasar di Bojonegoro.

Belum sempat dirampungkan, pembangunan microlibrary ini belum dapat lolos oleh pemangku kepentingan yang saat itu baru terpilih.

  1. Microlibrary Hanging Gardens Kiaracondong di Bandung.

Perpustakaan ini menawarkan berbagai fasilitas bagi masyarakat seperti kebun, pertanian perkotaan serta taman bermain.

  1. Microlibrary Warak Kayu di Semarang.

Microlibrary diharapkan dapat mewadahikebutuhan masyarakat akan ruang public ayng dapat diakses oleh masyarakat dan memiliki added value, baik sebagai tempat bermain maupun bersosialisasi warga. (Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Tentang Minat Baca, dan 5 Karya Microlibrary SHAU Achitects”, Klik untuk baca: https://properti.kompas.com/read/2020/04/04/140000221/tentang-minat-baca-dan-5-karya-microlibrary-shau-achitects?page=all. Penulis : Rosiana Haryanti. Editor : Hilda B Alexander)

Sebagai kelanjutan karya microlibrary dari SHAU, maka pada momen Bandung Design bieanelle ini SHAU menampilkan instalasi microlibrary MoKa (Modular Kayu), yang merupakan kolaborasi dengan PT Kayu Lapis Indonesia sebagai penyedia material. Bahan yang digunaakn pada struktur microlibrary MoKa ini merupakan perpaduan antara kayu dan baja ringan, sehingga secara ekspresi maka perpustakaan ini menggambarkan pola-pola geometris yang mengisi struktur kayu yang dilapisi fiber transparan dan berdiri pada kolom dan pondasi ekspos dari baja.

Gambar 2 : perakitan modul dasar Microlibrary MoKa (ilustrasi dari Instagram @SHAUArchitects)

 

Sesuai dengan namanya, desain perpustakaan ini adalah modular, yang terdiri dari beberapa jenis modul seperti modul full, modul konektor dan modul terbuka. Ketiga modul tersebut dapat dikombinasikan dan digabungkan dengan modul lain sehingga membentuk komposisi layout yang diinginkan. Penggabungan modulnya diilustrasikan dengan gambar sebagai berikut.

Gambar 3:  penggabungan beberapa modul dasar Microlibrary MoKa sesuai komposisi layout yang direncanakan (ilustrasi dari Instagram @SHAUArchitects)

Pada saat penulis berkunjung ke Laswee, venue dimana Microlibrary MoKa dipamerkan, di bagian dalam perpustakaan ini disediakan buku saku untuk penjelasan dan  panduan tentang modul-modul Microlibrary ini. Dalam buku saku ini diberi penjelasan tentang konstruksi pada modul-modul perpustakaan, sambungan-sambungan serta kemungkinan penggabungan modul-modul tersebut. Selain microlibrary, beberapa desain lain dari SHAU Architects juga ditampilkan pada buku saku tersebut. Hal ini sangat menarik karena bisa menambah wawasan bagi pengunjung tentang latar belakang perancangan Microlibrary serta desain SHAU yang lain.

Gambar 4 : buku panduan perancangan Microlibrary dan karya SHAU lainnya.

Sesuai dengan yang disampaikan oleh Daliana Suryawinata, salah satu pendiri SHAU, misi dari microlibrary ini bukan hanya berfungsi sebagai perpustakaan semata, tetapi setiap bangunan Microlibray juga berfungsi sebagai tempat bermain dan berkumpul warga. Daliana juga menyebutkan bahwa desain arsitektur tak hanya digunakan untuk membuat suatu tempat menjadi lebih menarik melainkan juga bisa dimanfaatkan untuk membantu permasalahan yang ada pada masyarakat.

Microlibrary juga memiliki misi lebih jauh untuk meningkatkan literasi dan minat baca pada masyarakat, serta mensosialisasikan pengetahuan yang berkaitan dengan fungsi perpustakaan sendiri maupun ilmu tentang arsitektur. Lebih jauh lagi, arsitek maupun desainer sebagai pelaku kreatif diharapkan dapat menjadi agen perubahan. Caranya antara lain dengan membuat proposal, menggalang dana dan melaksanakan proyek dengan kolaborasi dan bantuan dari berbagai pihak.

Dari bagian dalam, suasana perpustakaan ini cukup terang, karena material kayu yang membingkai fasadenya membentuk komposisi permainan garis-garis geometris dengan celah-celah diantaranya. Namun celah tersebut dilapisi dengan material fiber transparan, sehingga pencahayaan alami dari matahari sangat bisa masuk ke dalam perpustakaan ini. Sambungan struktur kayu menjadi daya tarik tersendiri karena menampilkan konstruksi kayu yang sederhana namun memiliki nilai estetika yang tinggi. Sambungan ini sedikit mengingatkan akan konstruksi pada bangunan tradisional Jepang yang menggunakan material kayu. Di bagian dalam perpustakaan pada seluruh sisinya, dilengkapi dengan ambalan-ambalan bersusun yang merupakan tempat penyimpanan buku-buku.

Gambar 5 : bagian dalam Microlibrary MoKa, konstruksi sambungan pada kolom dan atap serta display pada dindingnya.

Baik konstruksi maupun material Microlibrary ini didesain untuk menjadi produk desain yang terjangkau, dengan harapan akan semakin banyak pihak pemerintah maupun CSR perusahaan yang tergerak untuk berkontribusi bagi masyarakat dan menyumbangkan perpustakaan pada ruang-ruang public. Hal ini sekaligus bertujuan untuk meningkatkan minat baca dan literasi pada masyarakat serta membuktikan bahwa arsitek dan desainer bisa berkontribusi ide dan desain yang memiliki nilai tambah serta menyebarkan kesadaran (awareness) pada masyarakat. Langkah-langkah konstruksi pembangunan Microlibrary MoKa ini dapat dilihat pada laman Instagram @kayulapisindonesia (https://www.instagram.com/p/CWVO5rorRlK/)

Bravo untuk SHAU Architects yang telah berhasil memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat dan sudah beraksi untuk menumbuhkan kesadaran agar warga melek literasi dan melek desain. Semoga gerakan ini juga dapat menggerakkan pemerintah, CSR perusahaan, komunitas serta pihak-pihak lain yang terkait untuk semakin semangat berkontribusi nyata bagi masyarakat, komunitas serta warga umum. Hal ini tentunya sesuai dengan visi misi Binus yang diantaranya adalah membina dan memberdayakan masyarakat serta komunitas dalam upaya membangun dan melayani bangsa  Indonesia.

Penulis : Mila Andria Savitri, dosen prodi Desain Interior Binus@Bandung, arsitek & interior desainer.