Profesionalisme Dalam Demokrasi Isna Fachrur Rozi Iskandar, M.Han

Profesionalisme Dalam Demokrasi

Plato dalam bukunya Republic pernah menuliskan bahwa demokrasi adalah bentukan sistem kepemerintahan yang inferior ketimbang sistem monarki, aristrokrasi, atau bahkan oligarki (Republic, Book VI). Demokrasi memiliki kelemahan dimana pemimpin dipillih tidak berdasar pada kemampuan individu tersebut yang menyebabkan negara kehilangan sosok expertise dalam bidang – bidang kepemerintahan negara yang dibutuhkan. Plato memiliki pandangan bahwa seorang individu yang ahli dalam bidang tertentu bisa jadi tidak terpilih menjadi pemimpin dalam bidangnya dikarenakan kesulitan dalam hal – hal yang membutuhkan keahlian politik.

Disamping itu plato berpendapat bahwa dalam sistem kepemerintahan perlu ada division of labor dimana bergerak atau tidaknya sebuah kepemerintahan tidak hanya terbatas pada bagaimana politik berjalan dalam sebuah negara, tetapi juga terkait bidang – bidang strategis yang ada di dalam negara tersebut (Republic, Book VI). Apabila seorang pemimpin yang ahli dalam bidangnya tersandung atau terlalu banyak menuangkan waktunya untuk politik, maka keahlianya tidak terfokus. Hal tersebut kemudian berdampak terhadap penurunan kinerja, dan memiliki dampak yang timbal balik. Yang juga sejalan dengan yang pernah disampaikan oleh Thomas Hobbes bahwa tidak semua orang cocok dan mampu secara intelektual untuk berpolitik, dalam pandanganya setiap individu bisa jadi tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap kualitas legislasi disebabkan oleh kecilnya kemungkinan mereka dalam mengubah sebuah hasil keputusan (Leviathan).

Demokrasi, Otoritas, dan Kesamaan Hak Antar Individu

Banyak pengusung teori demokrasi yang setuju tentang persamaan hak dan perlakuan atas individu dalam demokrasi, namun bagaimana cara untuk mewujudkan hal tersebut terus menjadi perdebatan dan kajian khusus. Peter Singer berpandangan bahwa, ketika setiap manusia memaksakan kehendaknya untuk mengatur beragam hal dengan baik, maka setiap orang akan berusaha untuk menetapkan standarnya masing – masing yang kemudian dapat termanifestasi menjadi kediktatoran (Democracy and disobedient). Dalam pandangan ini pun Singer menyadari bahwa kediktatoran tidak akan bertahan, namun argumen terhadap munculnya hal tersebut akan terus menjadi pertimbangan. Demokrasi memiliki nilai – nilai kedamaian dan keadilan di dalamnya yang menyebabkan setiap individu memiliki suara yang sama dalam pengambilan keputusan. Yang pada akhirnya kembali kepada bagaimana pandangan setiap individu terhadap permasalahan yang muncul ketika terjadi ketidaksepahaman dengan sistem yang berjalan yang berdasar pada persamaan hak suara.

Dalam sistem kepemerintahan demokrasi, individu dianggap sama dan memiliki beban yang sama, namun hal ini tidak berlaku dalam semua aspek. Kesamaan hak dalam politik tidak dapat disamakan dengan kesamaan hak dalam ekonomi. Individu yang memiliki kekuatan ekonomi yang lebih dari individu lainnya akan memiliki ketimpangan kekuasaan dalam perpolitikan. Sebagai gambaran dari hal ini adalah kekuasaan atas pengetahuan, seperti yang disampaikan oleh Michael Foucault “in knowing we control, in control we know”, individu yang memiliki pengetahuan lebih akan mendapatkan bagian yang lebih juga dalam pergerakan dan pemenuhan kepentinganya (Dicipline and Punish).

Ketimpangan penguasaan terhadap ragam dimensi ini akan bermuara kepada ketimpangan penguasaan terhadap politik yang kemudian menciptakan batasan otoritas dalam demokrasi oleh individu atau golongan tertentu. Keterbatasan dalam otoritas demokrasi akan menjatuhkan prinsip – prinsip dasar dari demokrasi itu sendiri dimana hak politik setiap individu sudah tidak dapat disamakan antara satu dan lainya. Dan perang kekuasaan politik melalui lini – lini strategis seperti misalnya ekonomi, budaya, garis keturunan leluhur, dan bahkan pamor individu akan menegasi acuan dari demokrasi beserta munculnya ketidak profesionalan dalam division of labour.

Demokrasi dan Kekuasaan

Demokrasi dan kekuasaan memiliki hubungan yang mendalam, demokrasi berlandas pada kekuasaan atas dasar kesamaan hak atas individu. Dalam tatanan individu hal yang paling primer dan tidak dapat dihilangkan adalah kebutuhan primer dari individu tersebut dalam pelaksanaan kehidupanya (survivability) apabila hal tersebut terancam maka otoritas individu akan naik dan menyerang otoritas pemerintahan.

John Locke berpendapat bahwa dalam tatanan demokrasi, individu perlu sadar serta membentuk sebuah komunitas politik, dimana dalam komunitas tersebut penggunaan suara terbanyak dalam menentukan arah politik adalah sebuah keputusan yang alamiah ketika tidak ada keputusan lainnya, sehingga pergerakan negara akan berdasar kepada kemana setiap individu dalam negara itu mau bergerak (Second Treatise on Civil Government). Hal ini menjadi penting untuk diperhatikan, terlebih ketika kekuasaan menjadi berat sebelah kearah kepentingan individu atau golongan tertentu. Kekuasaan yang berat sebelah ini, dapat mengancam atau menimbulkan ketidakadilan dalam tatanan individu. Lini – lini strategis negara sudah seharusnya bermuara kepada Greater Force. Apabila kita berpikir bahwa setiap individu memiliki suara yang sama maka  Greater Force itu sendiri merupakan manifestasi dari gabungan kepentingan individu berdasarkan suara terbanyak dalam kerangka profesionalisme lininya masing – masing.

Sumber:

Plato, The Republic, revised/trans. by Desmond Lee, Harmondsworth, UK: Penguin Books, 1974, 2nd edition.

Hobbes, T., 1651, Leviathan, ed. C. B. MacPherson, Harmondsworth, UK: Penguin Books, 1968.

Singer, P., 1973, Democracy and Disobedience, Oxford: Oxford University Press.

Foucault, M,. Power/Knowledge : Selected Interviews and Other Writings,  Random House USA Inc, New York, United States, 1980

Locke, J., 1690, Second Treatise on Civil Government, ed. C. B. MacPherson, Indianapolis, IN: Hackett, 1980