ANALISIS PROKSEMIK PADA PERSONAL SPACE YANG DIBENTUK OLEH RETAIL PERHIASAN DI PARIS VAN JAVA BANDUNG
Deanawati Insani Wasilah, November 202
Dalam berbagai aspek, jarak adalah suatu hal penting yang berpengaruh terhadap bagaimana manusia bertingkah laku maupun berinteraksi. Seperti yang dikatakan Bryan Lawson pada bukunya The Language of Space;
“Distance then is not a simple continuum, but has a series of perceptual thresholds. In that most important of all things in our lives, our relationships with others, distance is critical and crucial, for it determines how we will interact.” (Lawson, Bryan. The Language of Space. 2001)
Dalam beberapa hal jarak ini dapat menjadi personal space bagi masyarakat, salah satu contoh kasus terdapat pada retail perhiasan di Paris Van Java Bandung (PVJ). PVJ merupakan salah satu mall yang memiliki standar menengah ke atas, sehingga retail di dalamnya pun beragam dari yang kelas menengah sampai kelas atas.
Terdapat lebih dari lima retail perhiasan di mall ini, baik yang memiliki toko maupun yang berada di luar toko (retail berada di area sirkulasi). Masing-masing retail memiliki cara masing-masing dalam melayani maupun memberikan citra bagi pelanggannya. Salah satu bentuk pelayanan terhadap pelanggannya yaitu dengan memberikan personal space bagi pelanggannya, baik dengan tipologi bentuk retailnya, sampai dengan peraturan yang diberlakukan oleh retail tersebut.
Tipologi bentuk, layout, maupun peraturan yang diberlakukan oleh retail perhiasan ini berbeda tergantung target pasar mereka. Pada kali ini diambil tiga retail dengan target pasar yang berbeda dan akan dilakukan analisis proksemik mengenai cara masing-masing retail memberikan personal space kepada pelanggan melalui tipologi bentuk retail, layout, dan hal lainnya yang dapat menjadi media untuk memberikan personal space.
Proksemik adalah studi yang mempelajari posisi ruang antar tubuh sewaktu orang berkomunikasi antarpersonal. Proksemik menurut Edward T. Hall adalah bentuk lain untuk menjelaskan hubungan antara pengamatannya dan teori tentang bagaimana seseorang menggunakan ruang yang khusus dalam kebudayaan dan kebiasaan untuk berkomunikasi antarpersonal.
Pada tahun 1966 Edward T. Hall memperkenalkan proksemik untuk menjelaskan jarak antar-manusia sesuai dengan cara mereka berinteraksi. Menurut Hall, ada tiga bentuk dasar ruang antarpersonal, antara lain :
- Fixed feature space adalah suatu struktur yang tidak dapat digerakkan tanpa persetujuan kita.
- Semi fixed feature space adalah struktur ruang yang sebagaiannya bisa di gerak kan atas kehendak kita atau jangkauan kita.
- Informal Space adalah ruang atau wilayah di sekitar badan kita dengan orang lain.
Manusia mempunyai wilayah-wilayah atau zona dalam berkomunikasi, zona tersebut adalah zona intim, zona pribadi, dan zona sosial. Salah satu contohnya terjadi pada 3 retail berbeda di Paris Van Java Bandung ini. Masing-masing retail memiliki target pasar yang berbeda sehingga cara mereka memperlakukan pelanggan pun berbeda-beda dengan menggunakan tipologi dari bentuk retail itu sendiri.
a. Retail 1
Retail yang menjadi studi kasus 1 terletak di lantai dasar dekat dengan pintu masuk utama Paris Van Java. Privasi toko lebih tinggi dari toko di sekitarnya . Toko perhiasan ini memiliki façade yang unik, selain itu retail ini memiliki foyer untuk menyambut pengunjung. Foyer pada retail ini juga berfungsi sebagai penjaga privasi toko ini, sehingga pengunjung yang hanya lewat tidak dapat melihat lebih jauh ke dalam. Selain foyer, retail ini juga menjada privasi dari pengunjung dengan menambahkan panel di belakang window displaynya.
Pada retail ini tedapat tiga area, yaitu area sosial, pribadi, dan intim. Area sosial yaitu area foyer yang menjadi media transisi antara area publik di mall dengan area privat retail. Kemudian di dalam retail terdapat area pribadi, area ini merupakan area privat antara pengunjung retail dengan pengunjung lainnya di mall, namun pada area ini masih terdapat interaksi antara satu pengunjung dengan pengunjung lain. Dan area yang terakhir yaitu area intim. Area ini berada di meja display perhisan dan terjadi antara pengunjung dan pelayan toko untuk melakukan transaksi.
Retail ini juga memiliki penjaga khusus di depan tokonya, dan terdapat beberapa peraturan khusus pada retail ini untuk menjaga personal space dari pelanggannya, seperti tidak boleh mengambil gambar, dan sebagainya.
Mayoritas pengunjung yang mengunjungi retail ini adalah pembeli serius yang kemungkinan besar akan membeli perhiasan. Dengan keadaan retail yang seperti itu tidak semua pengunjung berani untuk memasukinya karena secara tidak langsung retail ini sudah menunjukan bahwa target pasar mereka adalah pembeli kelas atas. Selain itu dengan adanya berbagai treatment tadi menjadikan pengunjung yang memasuki retail ini memiliki prestige lebih di mata pengunjung lainnya.
b. Retail 2
Retail ini terletak di lantai dasar, masih satu lantai dengan retail pada studi kasus 1 namun posisinya berada di lebih dalam dari retail sebelumnya. Jika dibandungkan dengan retail pada studi kasus pertama tadi, retail ini lebih terbuka dengan pengunjung. Façade retail ini sebagian besar terbuat dari kaca sehingga pengunjung mall yang lewat dapat melihat keadaan retail sambil berjalan.
Pada retail sebelumnya terdapat foyer yang menjadi transisi bagi pengunjung untuk memasuki retailnya, namun pada retail ini tidak ada media transisi tersebut. Begitu pengunjung masuk langsung dihadapkan dengan meja display perhiasan yang juga terbuat dari kaca.
Batasan area antara publik dengan privat di retail ini hanya dibatasi oleh kaca yang juga menjadi façade. Pada retail ini ada dua tipe area, yaitu area sosial yang menjadi sirkulasi di dalam retail ini dan area intim antara pengunjung toko dengan pelayannya saat memilih perhiasan di dalam meja display.
Retail ini tidak memiliki penjaga keamanan khusus, hanya ada satu sampai dua penjaga toko yang berada di dalam.
Pengunjung retail ini terbagi ke dalam dua jenis, ada yang sekedar untuk melihatlihat dan survey harga, dan ada juga yang memang akan membeli di toko tersebut. Namun kesamaan dengan retail di studi kasus sebelumnya adalah pengunjung retail ini dan retail sebelumnya memang pengunjung yang memiliki niat untuk membeli perhiasan.
c. Retail 3
Retail yang menjadi studi kasus terakhir ini terletak di lantai dasar, masih satu lantai dengan studi kasus pertama dan kedua namun retail ini berada di area sirkulasi. Retail ini tidak berada pada toko khusus seperti retail sebelumnya. Retail ini memiliki ukuran area sekitar 4 meter x 3 meter dan tidak terdapat dinding pembatas di sampingnya, sehingga pengunjung dapat melihat keadaan toko dari keempat sisi retail ini.
Tidak adanya dinding pembatas menjadikan retail ini tidak memiliki perivasi antara pengunjung toko dengan orang yang berlalu lalang di sekitarnya. Untuk pengunjung yng akan melakukan transaksi disediakan area khusus pengunjung retail seberar 1 meter x 3 meter, namun tetap terbuka dan dapat dilihat oleh pengunjung mall yang lewat.
Pada retail ini terdapat 2 area yaitu area pribadi dan intim, namun pembatasan kedua aea ini hanya dibatasi dengan cara mereka berinteraksi dengan pelayang dan orang di sekitarnya, keseluruhan area pada retailini sebenarnya dapat dilihat oleh pengunjung lain yang hanya lewat.
Dengan posisi yang sangat terbuka ini membuat orang yang tadinya hanya sekedar lewat menjadi tertarik untuk melihat-lihat. Namun tidak semua pengunjung memiliki niat untuk membeli perhiasan.
Dari ketiga retail di atas dapat dilihat kalau masing-masing retail menciptakan personal space yang berbeda. Personal space tersebut dibentuk oleh elemen interior
maupun bagaimana perlakuan pelayan terhadap pengunjung yang berada di masing-masing retail. Hal tersebut berpengaruh terhadap pengunjung yang datang ke retail mereka. Jarak personal yang diciptakan oleh retail antara pengunjungnya dengan pengunjung retail lain pada mall Paris Van Java dapat menentukan status dari pengunjung tersebut.
Semakin privat sebuah area dapat mengesankan bahwa area tersebut semakin eksklusif. Setiap jarak personal yang diciptakan oleh ketiga retail di atas telah memfasilitasi kebutuhan akan privasi bagi setiap pengunjung mereka.
Setiap pengunjung retail baik itu perhiasan atau bukan membutuhkan privasi, dengan mengkomunikasikan tingkat privasi yang diberikan oleh sebuah retail dapat menempatkan retail tersebut ke dalam kelas tertentu di masyarakat sesuai dengan seberapa jauh treatment privasi yang mereka berikan.
Daftar Pustaka
Lawson, Bryan. 2001. The Language of Space. Reed Educational and Professional Publishing Ltd.
Brandeis, Louis Dembitz. Warren, Samuel D. 2010. The Right to Privacy. Harvard Law Review Publishing Association 1891.
Brown, Nina. 2001. Edward T. Hall, Proxemic Theory, 1966. CSISS Classics
Comments :