Konsolidasi Elemen dan Perinsip Desain dalam Karya Visual
Memaknai sebuah presepsi estetika sangat tergantung pada pengalaman individual, untuk itu selain memerlukan pembelajaran satu arah, memperlihatkan contoh, dan membahas sebuah karya yang sudah ada; diperlukan pula sebuah komunikasi antara pengajar dan pelajar yang intensif dalam membahas sebuah karya visual; baik dalam proses pencarian ide maupun pembahasan teknis pembuatan.
Dalam proses pembelajarannya, pengajar menggunakan metode SMART learning (Specific, Measurable, Attainable, Relevant, dan Timeline), pengajar memasukkan kelima unsur tersebut dalam bentuk pengajaran kelas. Selain itu juga pengajar menggabungkannya dengan capaian pembelajaran: kemampuan untuk mengombinasikan elemen dan prinsip desain dalam menciptakan karya desain serta kemampuan untuk menerapkan komposisi visual dalam hubungan dengan lingkungan / sensasi tertentu. Hasil dari pembelajaran ini melahirkan karya-karya visual baru.
Teaching-Learning Steps | Activities | Assessment |
Introduction | Memberikan penjelasan mengenai komponen desain dan perinsip desain; yang hendak dilakukan penyatuan dalam sebuah karya visual. | Mengajukan pertanyaan spontan yang bersifat pertikular terhadap beberapa murid secara random. |
Body | Melakukan asistensi dan pengamatan bersama (dosen dan murid) agar terjadi proses pembelajaran yang didasari penyamaan presepsi terhadap sebuah abstraksi yang dilihat, dirasa, dan dibahas bersama. | Membuat sebuah karya visual sesuai dengan topic yang terjadwal dengan beberapa pembagian tahap; tahap sketsa, tahap pembesaran, dan tahap penyelesaian. |
Assessment & Conclusion | Pembelajaran untuk mengasah nilai abstrak diperlukan komunikasi yang aktif dan bersifat dua arah. Hal ini dapat menyamakan presepsi antar pendidik dan pelajar utk mengalami empiris estetika yg hendak dicapai. | Melakukan pengumpulan karya hasil pembahasan topik yang terjadwal. |
Berikut pembahasan hasil karya visual dari topic penggabungan elemen dan perinsip (dari kiri ke kanan)
Tugas pertama (karya Natatsaha) memberikan permainan visual bidang dengan perinsip desain volume yang digambarkan dengan sinergi. Hal ini memberikan ilusi sebuah permukaan yang retak dan tidak rata, serta memberikan pula unsur ketajaman permukaan (ilusi sebuah cermin / kaca yang pecah).
Tugas kedua (karya Shania) memberikan nuansa garis dengan bentuk 3 dimensional yang digambarkan dengan repetisi yang radial. Hal ini memberikan ilus sebuah ruang yang berputar (seperti sebuah lorong dimensi) yang bersifat berkesinambungan atak tak berujung.
Tugas ketiga (karya Cindy) menampilkan permainan garis yang intensif dan adanya pergesaran volume gelap-terang antar bidang tertentu sehingga menghasilkan sebuah ilusi optik yang bergerak-gerak. Hal ini merupakan permaian visual yang secara closure juga memberikan garis imajiner berupa bidang segitiga.
Tugas keempat (karya Steven) menampilkan sebuah permainan volume (hose / selang) yang saling terkait sehingga menimbulkan ilusi kedalaman sebuah mesin tertentu dengan nuasa futuristik dan/atau hi-technology. Walaupun penuturan visualnya memiliki pendalaman bentuk yang telah terangkai menjadi sebuah benda (memiliki nilai tangible), namun masih dapat diterima sebab pemaparan elemen desainnya masih sangat terlihat.
Tugas kelima (karya Alda) menampilkan bidang yang sinergi dengan bentuk dasar segitiga, keunikan karya visual ini terletak pada unsur gradasi yang saling terkait sehingga membentuk dimensi tersendiri dalam menampilkan nilai estetikanya.
Tugas keenam (karya Chintya) menampilkan sebuat gabungan elemen desain yang tersusun menjadi satu kesatuan gelombang visual. Hal ini ditampilkan dengan nuansa flat (datar) atau dua dimensional sehingga melahirkan sebuah nuansa grafis mural yang kuat.
Tugas ketujuh (karya Maudi) menampilkan unsur rizhoma yang berbentuk sulur-sulur organik, selain itu ditampilkan pula dimensi baik secara keseluruhan berupa layer 1 dan 2, juga antar sulur yang bersinggungan dengan visual bayangan pada sudut pencahayaan tertentu.
Tugas kedelapan (karya Sherina) menampilkan penggabungan sekaligus repetisi dari bentuk dasar segitiga yang dipadatkan serta diberikan volume gelap-terang yang kronologis, hasil yang timbul berupa dimensi optik yang terilusi dari intensitas gelap-terang tadi.
Tugas kesembilan (karya Indra) juga menampilkan penggabungan sekaligus repetisi dari bentuk dasar lingkaran hitam diatas putih yang disebar serta diatur dengan sistem scatter (penyebaran) yang mutualisme, hasil yang timbul berupa ilusi gerak yang terfokus pada titik tengah karya visual ini.
Dengan melihat kembali ke apa yang telah dipelajari dan dari hasil karya visual ini, kita dapat berkesimpulan bagaimana sebuah perpaduan antara elemen desain dan perinsip desain dapat menjadi sebuah ilusi yang dinamis. Permainan abstraksi visual ini tidak hanya memberikan informasi empiris dari sebuah ilusi visual, melainkan juga memberikan sebuah komposisi visual yang harmonis sehingga memiliki nilai estetika yang baik.
Ditulis oleh: James Darmawan, S.Sn., M.Sn.
Comments :