Eksperimen Teknik Mixed Reality dalam Desain Ruang Virtual untuk Terapi Kesehatan Mental
Yuda Suryasa Sjaerodji, S.Ds., M.Ds.
DKV BINUS @Bandung
Abstrak
Seiring dengan meningkatnya prevalensi isu kesehatan mental, kebutuhan akan modalitas terapi yang inovatif dan mudah diakses menjadi semakin mendesak. Mixed Reality (MR), sebuah spektrum teknologi yang memadukan elemen realitas virtual (VR) dan realitas tertambah (AR), menawarkan potensi signifikan untuk menciptakan ruang terapeutik yang imersif dan personal. Artikel ini menyajikan kerangka kerja untuk sebuah eksperimen yang bertujuan untuk mengeksplorasi efektivitas teknik MR dalam merancang ruang virtual untuk terapi kesehatan mental, khususnya untuk manajemen kecemasan dan fobia. Dengan mengintegrasikan elemen dunia nyata ke dalam lingkungan digital, MR memungkinkan pasien untuk berinteraksi dengan stimuli secara terkontrol dan aman, memfasilitasi teknik terapi seperti paparan bertingkat (gradual exposure) dan pelatihan relaksasi. Penelitian ini berargumen bahwa MR dapat menjadi alat bantu terapi yang kuat, menyediakan lingkungan yang dapat disesuaikan dan dipersonalisasi untuk mendukung proses penyembuhan psikologis.
Kata Kunci: Mixed Reality (MR), Terapi Kesehatan Mental, Kecemasan, Fobia, Desain Ruang Virtual, Imersi.
- Pendahuluan
Kesehatan mental telah menjadi isu global yang memerlukan pendekatan multidisiplin. Terapi tradisional, meskipun efektif, seringkali menghadapi tantangan seperti stigma, biaya tinggi, dan keterbatasan akses. Dalam dua dekade terakhir, teknologi telah menawarkan solusi alternatif, terutama dalam bentuk realitas virtual (VR) untuk terapi paparan, di mana pasien dihadapkan pada pemicu kecemasan mereka dalam lingkungan virtual yang aman. Namun, VR sepenuhnya memisahkan pengguna dari realitas fisik. Mixed Reality (MR), dengan kemampuannya untuk menggabungkan elemen fisik dan digital, menawarkan pendekatan yang lebih bernuansa, memungkinkan pasien tetap terhubung dengan lingkungan nyata mereka sambil berinteraksi dengan simulasi yang relevan secara terapeutik. Eksperimen ini dirancang untuk meneliti bagaimana perpaduan dunia fisik dan virtual dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efikasi terapi kesehatan mental.
- Metode Eksperimen
Eksperimen ini akan menggunakan desain kuasi-eksperimental dengan subjek yang menderita fobia spesifik, seperti agorafobia atau fobia ketinggian. Partisipan akan dibagi menjadi dua kelompok:
- Kelompok MR: Menerima terapi menggunakan ruang virtual yang dirancang dengan teknik MR.
- Kelompok Kontrol: Menerima terapi paparan tradisional atau terapi paparan berbasis VR murni.
Desain Ruang Virtual MR: Desain ruang virtual akan didasarkan pada prinsip-prinsip terapi kognitif-behavioral (CBT) dan terapi paparan. Ruang akan disesuaikan untuk setiap pasien, dimulai dari level paparan yang rendah hingga tinggi.
- Elemen Digital: Simulasi visual dan audio dari pemicu fobia (misalnya, kerumunan orang, ketinggian, atau laba-laba) akan diproyeksikan ke dalam ruang fisik pasien. Tingkat intensitas simulasi ini dapat diatur oleh terapis.
- Elemen Fisik: Pasien tetap berada di ruangan fisik mereka. Perangkat MR (misalnya, headset HoloLens atau kacamata AR) akan memproyeksikan elemen-elemen digital ke lingkungan nyata, memungkinkan pasien untuk melihat dan, jika memungkinkan, berinteraksi dengan objek fisik mereka sendiri (misalnya, kursi, meja) sambil mengalami simulasi digital.
- Interaksi: Pasien dapat menggunakan tangan atau gestur untuk berinteraksi dengan objek virtual, misalnya, “memindahkan” kerumunan atau “mengendalikan” ketinggian. Ini menciptakan rasa kontrol yang penting dalam proses terapi.
Pengukuran: Efektivitas terapi akan diukur melalui:
- Skala Laporan Diri: Pasien akan mengisi kuesioner kecemasan (misalnya, GAD-7 atau skala fobia spesifik) sebelum, selama, dan setelah sesi terapi.
- Pengukuran Fisiologis: Data biometrik seperti detak jantung, respons kulit galvanik (GSR), dan pergerakan mata akan dikumpulkan untuk mengukur respons kecemasan secara objektif.
- Wawancara Kualitatif: Wawancara mendalam akan dilakukan dengan terapis dan pasien untuk mendapatkan wawasan tentang pengalaman subjektif mereka dengan terapi MR.
- Keunggulan Potensial Mixed Reality
Pemanfaatan MR dalam terapi kesehatan mental menawarkan beberapa keunggulan signifikan dibandingkan VR dan terapi tradisional:
- Integrasi dengan Realitas: MR memungkinkan pasien untuk tetap sadar akan lingkungan fisik mereka, yang dapat mengurangi perasaan disorientasi atau mual yang terkadang terkait dengan VR. Keterhubungan dengan realitas ini juga dapat mempermudah transfer keterampilan yang dipelajari di ruang virtual ke situasi kehidupan nyata.
- Personalisasi Tingkat Tinggi: Setiap sesi terapi dapat disesuaikan sepenuhnya. Terapis dapat mengatur tingkat paparan secara real-time berdasarkan respons emosional dan fisiologis pasien, menciptakan pengalaman terapi yang sangat personal.
- Potensi Kolaborasi Terapis-Pasien: Terapis dapat melihat apa yang dilihat pasien melalui layar terhubung, memungkinkan mereka untuk memberikan panduan secara langsung dan real-time. Ini menciptakan ruang kolaborasi yang lebih kuat.
- Aksesibilitas: Dengan perangkat yang semakin terjangkau, terapi MR berpotensi untuk diakses dari rumah pasien, mengurangi hambatan seperti perjalanan atau ketidaknyamanan berada di lingkungan klinik.
- Kesimpulan dan Implikasi
Eksperimen ini diharapkan dapat menunjukkan bahwa Mixed Reality bukan sekadar alat teknologi, melainkan sebuah modalitas terapeutik yang transformatif. Dengan menggabungkan fleksibilitas dunia virtual dan stabilitas realitas fisik, MR dapat menciptakan lingkungan yang ideal untuk terapi kesehatan mental. Hasil dari eksperimen ini dapat memberikan bukti empiris yang diperlukan untuk memvalidasi MR sebagai alat yang efektif untuk manajemen kecemasan, fobia, dan kondisi mental lainnya. Meskipun tantangan teknis dan etis masih ada, potensi MR untuk merevolusi cara kita memahami dan mengobati penyakit mental sangatlah besar, membuka jalan bagi era baru terapi yang lebih personal, imersif, dan mudah diakses.
Daftar Pustaka
- Kandinsky, W. (1911). Concerning the Spiritual in Art.
- Memon, Z., et al. (2020). The Effect of Dark and Light Mode on Readability and Eye Strain. Proceedings of the 2nd International Conference on User Experience and Usability.
- Pohl, J. (2018). The Case for Dark Mode. UX Collective.
- Riva, G. (2005). Virtual Reality in Psychotherapy: Review and Future Directions. Journal of Clinical Psychology, 61(1), 1-13.
- Sutherland, I. E. (1965). The Ultimate Display. Proceedings of the IFIP Congress.
- Parsons, T. D., & Rizzo, A. A. (2008). Affective Social Computing: A Virtual Reality Approach. International Journal of Human-Computer Studies, 66(12), 940-951.
Comments :