Keterkaitan antara Faktor Ekologi dan Manusia di Sekitarnya
Bentuk kebiasaan (behavior) manusia dalam satu kelompok sosial merupakan representasi dari kegiatan sehari-hari yang terpengaruh oleh lingkungan alam di sekitarnya. Satu representasi kelompok sosial yang secara jelas merefleksikan langsung material alam di sekitarnya adalah satu kelompok anyam yang ada di Desa Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Bentuk respons terhadap alam sekitarnya ialah kegiatan menganyam yang kemudian membentuk kelompok sosial masyarakat penganyam di desa ini. Ketekunan terhadap bambu sebagai pencaharian utama masyarakat di desa Salawu berawal dari kebutuhan sehari-hari sejak jaman dahulu ketika alat sederhana seperti peralatan dapur dan alat bertani yang perlu mereka ciptakan sendiri untuk upaya bertahan hidup. Berangkat dari ketekunan yang berasal dari kebutuhan dasar kegiatan sehari-hari, kegiatan menganyam semakin bertransformasi menjadi kegiatan mata pencaharian hingga hari ini (2022).
Foto 1. Kegiatan Produksi Anyaman Abragan Kampung Cikiray, Tasikmalaya, Jawa Barat (2021). Sumber: Penulis
Secara umum, menganyam adalah kemampuan dasar perseorangan dalam keluarga yang kemudian berkembang menjadi satu kelompok industri menganyam yang tersebar di area Jawa Barat bagian tenggara seperti Kota dan Kabupaten Tasikmalaya, juga Kabupaten Garut dan sekitarnya. Dengan adanya permintaan dari luar daerah tenggara Jawa Barat, barang keseharian yang biasanya dihasilkan berdasarkan kebutuhan sehari-hari menjadi suatu kerajinan yang kemudian meningkatkan angka jumlah produksi dari waktu ke waktu. Hal ini terjadi sangat signifikan ketika pengaruh politik penjajah Belanda di Jawa Barat dan tokoh Martadinata (Haji Soleh) menyebarkan ilmu keterampilan menganyam kerajinan di tahun 1901 (Rahardiani, 2021: 93). Keberadaan material alam di sekitar tenggara Jawa Barat merupakan juga hasil dari jenis tanah hasil erupsi Gunung Galunggung berkala hingga tahun 1982. Khususnya untuk bagian utara dan timur Tasikmalaya, keterampilan menganyam kerajinan terbuat dari bambu (utamanya) menjadi terus berkembang pada masyarakat sekitarnya.
Berbeda dengan industri penganyam di Tasikmalaya utara dan timur, pengrajin di Desa Salawu adalah penghasil produk anyaman sehari-hari (non kerajinan) atau lebih sering disebut anyam abragan. Kemampuan memproduksi produk anyaman dan bertani adalah turun temurun dari orang tua ke anak-anak dan cucunya dalam satu keluarga inti, yang kemudian bersinergi dengan keluarga lainnya dalam satu kampung tersebut. Hal ini merupakan nilai secara intangible yang dimiliki Desa Salawu ini. Terdapat 2 kampung yang signifikan Sebagian besar penduduknya (dalam presentase 90% dari sekitar 1,302 orang) berprofesi sebagai pengrajin anyaman produk sehari-hari. Yaitu Kampung Cikiray Hiji (Satu) dan Kampung Cikiray Dua. Produk anyaman dari 2 kampung industri anyaman ini didistribusikan beragam cara: dijual secara asongan oleh individu pengrajin, dijajakan di beberapa pusat pasar tradisional Kota dan Kabupaten Tasikmalaya, juga dititipkan kepada para pengepul yang datang menjemput ke Kampung Cikiray Satu dan Dua.
Foto 2. Kegiatan Panen Menggunakan Produk Anyaman Hasil Produksi Sendiri, Kampung Cikiray, Tasikmalaya, Jawa Barat (2021). Sumber: Penulis
Penduduk Kampung Cikiray yang merupakan kelompok penganyam memiliki perbedaan kebiasaan yang terkait dengan kegiatan pencaharian mereka. Pada musim hujan, dimana adalah juga waktu terbaik untuk memanen bambu, memiliki kecenderungan melakukan kegiatan produksi anyaman – seperti boboko, ayakan, tolombong, aseupan, dudukuy, nyiru, cecempeh, dan tampir – sepenuhnya disamping melakukan kegiatan rumah tangga, bertani di kebun sendiri, dan mengurus anak atau cucu. Lain halnya ketika musim panas atau peralihan yang adalah waktu terbaik untuk berpanen padi di desa ini. Rutinitas kegiatan anyam menjadi hanya di pagi atau malam hari pada umumnya karena Sebagian besar penganyam juga menjadi buruh tani di lahan pertanian yang ada di desa mereka. Menjadi catatan penting, bahwa kegiatan panen ini adalah untuk mendapat upah beras dari pemilik lahan yang notabene adalah penduduk luar Desa Salawu. Poin penting lainnya adalah, kegiatan menganyam biasanya dilakukan di luar rumah (seperti menjemur, membelah, dan mengiris bambu). Ketika cuaca hujan, kegiatan produksi anyaman bambu akan berhenti dan lebih sedikit dibandingkan ketika cuaca pada hari tersebut adalah panas.
Terkait dengan penjelasan di atas – di tengah tren desain pada pengrajin dan penganyam produk yang terbuat dari bambu – karakteristik masyarakat Kampung Cikiray cenderung bertahan pada produk tradisional. Bukan tanpa pengaruh modernisasi produk anyaman bambu, masyarakat Kampung Cikiray juga telah satu kali terlibat program inovasi satu arah top-down yang digagas Pemerintah Daerah bersama dengan Dinas KUMKM Kabupaten Tasikmalaya untuk memperluas jenis produk tradisional mereka. Namun panjangnya sejarah keterbiasaan mereka terhadap keterampilan membuat produk tradisional abragan lebih unggul dibandingkan program transfer ilmu selama 3 hari yang digagas pemerintah. Selain itu, faktor ketidak-berlanjutan proyek tersebut ialah penggunaan produk industri seperti lem dan Teknik memanaskan yang tidak biasa dilakukan penyanyam produk tradisional di Kampung Cikiray. Perlu digaris bawahi, bahwa kebiasaan berpuluh-puluh tahun perlu juga dihormati oleh pihak luar desa dalam melakukan pendekatan sosial terhadap satu komunitas anyam.
Intervensi desain (Nugraha, 2005) pada dunia industri penganyam telah menjadikan keterampilan menganyam tradisional seperti tergambar pada Kampung Cikiray bercabang menjadi berbagai jenis kerajinan yang tersebar pada beberapa daerah di Tasikmalaya Kota seperti daerah Mangkubumi dan Parakanhonje. Pengaruh intervensi desain datang ke daerah penganyam tersebut sejak awal tahun 1990 (Larasati, 1999) yang kemudian disebut sebagai produk hybrid (anyam tradisional yang terpengaruh rancangan keilmuan desain dari pihak luar). Selain di Tasikmalaya Kota, beberapa daerah seperti Mandalagiri di Kabupaten Tasikmalaya juga berpengaruh di industri anyaman bambu dengan karakteristik lainnya. Dapat disimpulkan jika tiap daerah di Tasikmalaya dan Garut, Jawa Barat memiliki keunikan karakter anyamnya masing-masing, yang juga terpengaruh dari jenis tanah dan bambu yang ada di sekitar masing-masing penduduk penganyam tersebut.
Sebagai akademisi dan praktisi keilmuan desain, perlu kita sadari bahwa adanya keterkaitan antara material alam dengan manusia yang ada di sekitarnya terbentuk secara natural/alamiah. Berangkat dari sadarnya adanya keterkaitan tersebut, kita dapat memahami jika penggunaan material pada luaran desain juga terkait dengan kebiasaan (behavior) yang biasanya terpresentasikan pada desain pada produk lokal seperti hasil anyam abragan dari Kampung Cikiray. Ketika kita berbicara desain dengan “makna” atau nilai lokal, beserta adanya keinginan untuk mengangkat bentuk kelokalan sebagai tema luaran desain, maka “lokal” mana yang dimaksud? Material alam mana yang dimaksud? Penting kiranya kita memikirkan secara matang saat kita menggunakan kata yang mengandung “lokalitas” atau juga “budaya lokal” pada luaran desain yang kita proseskan ideasinya.
Referensi:
Larasati, D. (1999). A Bamboo Building Design Decision Support Tool. Eindhoven: University Press Facilities, Eindhoven University of Technology, Eindhoven, The Netherlands.
Nugraha, A. (2005). Transforming Tradition: A Method for Maintaining Tradition in a Craft and Design Context. Eespo: Aalto University, School of Arts, Design and Architecture, 2012.
Rahardiani, Amira. “Bamboo Crafts Development Projects in Indonesia: Who to Develop? What is to be Developed?” The Jugaad Project, 5 April 2022, www.thejugaadproject.pub/home/bamboo-crafts-indonesia [20 Oktober 2022]
Rahardiani, Amira (2021). Woven Bamboo Utensils in Tasikmalaya Everyday Life: Discovering the Root of Weaving Activities and Their Development Through the Perspective of Cultural-Historical Activity Theory. Graduate School of Human and Socio-Enviromental Studies Kanazawa University. Accessed through: https://kanazawa-u.repo.nii.ac.jp/?action=pages_view_main&active_action=repository_view_main_item_detail&item_id=57827&item_no=1&page_id=13&block_id=21
Comments :