Source: https://lib.ub.ac.id/berita/literasi-digital-menjadi-budaya-baru-di-era-digitalisasi/

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam dua dekade terakhir telah mengubah cara manusia hidup, bekerja, dan belajar. Internet, media sosial, dan perangkat digital kini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Anak-anak tumbuh di dunia yang sarat dengan informasi digital, sementara orang dewasa dituntut untuk beradaptasi agar tidak tertinggal. Dalam konteks inilah lahir konsep literasi digital, sebuah kemampuan yang bukan hanya sekadar bisa menggunakan teknologi, melainkan juga memahami, mengelola, dan memanfaatkannya secara kritis, etis, dan produktif. Literasi digital semakin penting terutama dalam dunia pendidikan. Guru, siswa, dan orang tua harus memiliki pemahaman tentang bagaimana teknologi bisa digunakan secara tepat untuk mendukung proses belajar, bukan sekadar hiburan. Namun, kenyataannya masih banyak yang menganggap literasi digital hanya sebatas keterampilan teknis, padahal literasi digital juga mencakup aspek sosial, budaya, dan etika. Artikel ini membahas secara mendalam pengertian literasi digital, pentingnya literasi digital di abad 21, elemen-elemen yang terkandung di dalamnya, manfaat dan tantangan yang dihadapi, hingga strategi praktis untuk menumbuhkan literasi digital di kalangan siswa dan masyarakat.

Secara sederhana, literasi digital adalah kemampuan untuk menemukan, memahami, mengevaluasi, menciptakan, dan mengomunikasikan informasi dengan menggunakan teknologi digital. Gilster (1997), yang pertama kali memperkenalkan istilah ini, menyatakan bahwa literasi digital bukan hanya keterampilan teknis menggunakan komputer, melainkan kemampuan untuk berpikir kritis dalam memanfaatkan informasi digital. UNESCO (2018) mendefinisikan literasi digital sebagai “kemampuan untuk mengakses, mengelola, memahami, mengintegrasikan, mengkomunikasikan, mengevaluasi, dan menciptakan informasi dengan aman dan tepat melalui teknologi digital untuk berpartisipasi dalam masyarakat.” Dengan kata lain, literasi digital mencakup dua dimensi utama, dimensi teknis yakni keterampilan menggunakan perangkat digital dan aplikasi, dan dimensi kognitif & sosial yakni kemampuan berpikir kritis, memahami konteks, serta bersikap etis dalam berinteraksi di ruang digital.

Kemudian, abad 21 ditandai dengan derasnya arus informasi. Setiap hari, jutaan data baru muncul di internet: artikel, video, berita, iklan, hingga konten media sosial. Kondisi ini menghadirkan dua tantangan utama: informasi yang berlimpah dan informasi yang belum tentu benar. Literasi digital menjadi penting karena empat alasan. Pertama, untuk melawan misinformasi dan hoaks.  Anak muda dan masyarakat sering terpapar berita palsu. Tanpa literasi digital, mereka rentan percaya pada informasi yang salah. Kedua, meningkatkan keterampilan belajar. Siswa dengan literasi digital mampu mencari sumber belajar alternatif, memanfaatkan aplikasi pembelajaran, dan mengembangkan keterampilan mandiri. Ketiga, mempersiapkan dunia kerja. Era Revolusi Industri 4.0 menuntut pekerja memiliki keterampilan digital: mulai dari kolaborasi online, penggunaan data, hingga komunikasi virtual. Keempat, membentuk warga digital yang bertanggung jawab. Literasi digital juga terkait etika: bagaimana bersikap sopan di media sosial, menghargai privasi orang lain, serta menghindari penyalahgunaan teknologi.

Beberapa pakar membagi literasi digital menjadi berbagai elemen. Salah satu kerangka yang sering digunakan adalah dari JISC (Joint Information Systems Committee, 2014) yang membagi literasi digital ke dalam beberapa keterampilan:

  • Literasi informasi → kemampuan menemukan, mengevaluasi, dan menggunakan informasi secara efektif.
  • Literasi komunikasi → kemampuan berinteraksi, berkolaborasi, dan berbagi informasi secara digital.
  • Literasi media → kemampuan memahami, mengkritisi, dan menciptakan konten media.
  • Literasi data → keterampilan membaca dan menggunakan data dalam bentuk grafik, tabel, atau statistik.
  • Literasi teknologi → kemampuan menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak secara efektif.
  • Literasi etika digital → kesadaran akan hak cipta, privasi, keamanan, dan etika dalam dunia digital.

            Meskipun penting, pengembangan literasi digital masih menghadapi banyak tantangan. Pertama, kesenjangan digital (digital divide). Tidak semua siswa dan guru memiliki akses yang sama terhadap perangkat dan internet. Kedua, rendahnya kesadaran etika digital.
Masih sering ditemukan kasus cyberbullying, plagiarisme, dan pelanggaran privasi. Ketiga, overload informasi, informasi yang terlalu banyak justru membuat orang bingung membedakan mana yang valid dan relevan. Keempat, kurangnya pelatihan guru.
Banyak guru yang masih kesulitan memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran karena minimnya pelatihan literasi digital.

Revolusi Industri 4.0 membawa perubahan besar dalam dunia kerja: otomatisasi, kecerdasan buatan, big data, dan Internet of Things (IoT). Semua ini menuntut generasi muda memiliki literasi digital yang kuat. Guru harus mempersiapkan siswa bukan hanya untuk menjadi konsumen teknologi, tetapi juga kreator yang mampu menghasilkan konten, produk, dan inovasi berbasis digital. Dengan literasi digital, siswa dapat beradaptasi dengan cepat, bersaing di dunia global, dan berkontribusi pada pembangunan bangsa.

Literasi digital adalah keterampilan fundamental abad 21 yang harus dimiliki oleh setiap individu. Bagi siswa, literasi digital membuka peluang belajar tanpa batas; bagi guru, literasi digital menjadi kunci untuk menghadirkan pembelajaran kreatif; bagi masyarakat, literasi digital adalah modal sosial untuk menghadapi era informasi. Namun, literasi digital bukan hanya soal teknologi, melainkan juga tentang berpikir kritis, bersikap etis, dan mampu berkolaborasi. Oleh karena itu, upaya meningkatkan literasi digital harus dilakukan bersama-sama: sekolah, guru, orang tua, dan pemerintah. Dengan strategi yang tepat, literasi digital dapat menjadi fondasi bagi generasi masa depan yang cerdas, kreatif, kritis, dan berkarakter.