Yuda Suryasa Sjaerodji, S.Ds., M.Ds.

DKV BINUS @Bandung

Abstrak

Sejarah desain antarmuka pengguna (UI) digital ditandai oleh siklus konstan inovasi dan pergeseran paradigma visual. Dari estetika realisme yang rumit hingga minimalisme yang ekstrim, setiap tren desain mencerminkan perkembangan teknologi dan preferensi pengguna. Artikel ini menganalisis evolusi tren desain digital, dengan fokus pada pergeseran dari Flat Design yang dominan menjadi pendekatan yang lebih bertekstur, seperti Neumorphism. Penelitian ini mengeksplorasi motivasi, karakteristik, serta keunggulan dan tantangan dari setiap tren. Kami berargumen bahwa evolusi ini bukanlah sekadar perubahan gaya visual, melainkan respons terhadap kebutuhan fungsional dan persepsi estetika pengguna, di mana desainer terus mencari keseimbangan antara kejelasan, fungsionalitas, dan daya tarik emosional.

Kata Kunci: Tren Desain, Desain Digital, Flat Design, Skeuomorphism, Neumorphism, Desain UI, Pengalaman Pengguna.

  1. Pendahuluan

Dunia desain digital, terutama dalam pengembangan aplikasi dan web, adalah arena yang terus berubah. Sejak era pertama antarmuka grafis, desainer telah mencoba berbagai cara untuk membuat interaksi digital terasa intuitif dan menyenangkan. Awalnya, pendekatan dominan adalah Skeuomorphism, yang meniru objek fisik di dunia nyata—misalnya, ikon kalkulator yang menyerupai kalkulator sungguhan. Namun, seiring waktu, tren ini dianggap membatasi dan tidak efisien. Pergeseran besar terjadi menuju Flat Design, sebuah filosofi yang menolak realisme dan memilih kesederhanaan. Kini, kita melihat munculnya tren baru seperti Neumorphism, yang berusaha membawa kembali kedalaman visual tanpa mengorbankan kesederhanaan.

  1. Flat Design: Revolusi Minimalis

Flat Design muncul sebagai reaksi langsung terhadap Skeuomorphism yang dianggap terlalu “berat” dan tidak efisien untuk layar digital. Dikenalkan secara luas oleh Microsoft dengan Metro UI dan kemudian diadopsi oleh Apple pada iOS 7, Flat Design memiliki karakteristik utama:

  • Minimnya Dimensi: Penggunaan bayangan, gradien, atau tekstur yang memberikan kesan 3D dihindari. Desain dibuat datar, dengan fokus pada warna solid dan garis yang bersih.
  • Fokus pada Tipografi dan Ikonografi: Teks dan ikon menjadi pusat perhatian. Font yang jelas dan ikon yang minimalis memprioritaskan keterbacaan dan kejelasan fungsional.
  • Keunggulan: Flat Design menawarkan antarmuka yang bersih, cepat dimuat, dan mudah diadaptasi ke berbagai ukuran layar (responsive design).
  • Tantangan: Karena minimnya isyarat visual (seperti bayangan), beberapa elemen interaktif (misalnya, tombol) terkadang sulit dibedakan dari elemen non-interaktif, yang dapat membingungkan pengguna.

  1. Neumorphism: Pencarian Kedalaman Baru

Setelah beberapa tahun dominasi Flat Design, para desainer mulai mencari cara untuk menambahkan kembali dimensi dan kedalaman tanpa kembali ke Skeuomorphism yang rumit. Tren ini dikenal sebagai Neumorphism (dari new dan skeuomorphism), yang menciptakan ilusi 3D dengan cara yang unik.

  • Karakteristik: Neumorphism menggunakan efek bayangan dan cahaya yang lembut dan halus untuk membuat elemen UI tampak “menonjol” atau “tertekan” dari latar belakang. Palet warna seringkali terbatas pada variasi monokromatik dari warna latar belakang.
  • Dampak Visual: Desain ini menciptakan kesan seolah-olah antarmuka adalah sebuah objek fisik yang dapat disentuh, namun dengan estetika yang bersih dan minimalis.
  • Keunggulan: Neumorphism menawarkan antarmuka yang sangat estetik, modern, dan memberikan petunjuk visual yang jelas tentang elemen mana yang dapat diklik atau ditekan, mengatasi salah satu kelemahan Flat Design.
  • Tantangan: Neumorphism sangat bergantung pada kontras yang halus, yang dapat membuat desain menjadi sulit dibaca, terutama bagi pengguna dengan gangguan penglihatan. Selain itu, implementasinya secara teknis lebih rumit dibandingkan Flat Design.

  1. Kesimpulan: Siklus dan Keseimbangan

Evolusi tren desain digital, dari Skeuomorphism ke Flat Design, dan kini ke Neumorphism, menunjukkan bahwa desain adalah sebuah dialog yang berkelanjutan antara fungsi dan estetika. Flat Design muncul untuk memecahkan masalah efisiensi dan kejelasan visual yang disebabkan oleh Skeuomorphism. Neumorphism, pada gilirannya, berusaha menyelesaikan masalah kejelasan interaksi yang muncul dari Flat Design dengan menambahkan dimensi tanpa mengorbankan minimalisme.

Setiap tren memiliki kekuatan dan kelemahan, dan tidak ada satu pun yang cocok untuk semua jenis aplikasi. Masa depan desain digital kemungkinan besar akan terus mencari keseimbangan yang harmonis, menggabungkan elemen terbaik dari setiap tren—kejelasan Flat Design, kedalaman Neumorphism, dan potensi interaksi dari Skeuomorphism—untuk menciptakan pengalaman pengguna yang tidak hanya fungsional, tetapi juga memukau secara visual dan intuitif.

Daftar Pustaka

  • Kandinsky, W. (1911). Concerning the Spiritual in Art.
  • Memon, Z., et al. (2020). The Effect of Dark and Light Mode on Readability and Eye Strain. Proceedings of the 2nd International Conference on User Experience and Usability.
  • Pohl, J. (2018). The Case for Dark Mode. UX Collective.
  • Riva, G. (2005). Virtual Reality in Psychotherapy: Review and Future Directions. Journal of Clinical Psychology, 61(1), 1-13.
  • Sutherland, I. E. (1965). The Ultimate Display. Proceedings of the IFIP Congress.
  • Parsons, T. D., & Rizzo, A. A. (2008). Affective Social Computing: A Virtual Reality Approach. International Journal of Human-Computer Studies, 66(12), 940-951.
  • Apple Inc. (2013). Introducing iOS 7.
  • Microsoft. (2012). Windows 8 and the Metro UI.