Tinjauan Seni Rupa Kontemporer Indonesia (1960–2024): Perjalanan, Perubahan, dan Dinamika Ekspresi Visual
Aris Darisman S.Sn., , M.Ds.
DKV BINUS @Bandung
Abstrak
Seni rupa kontemporer Indonesia merupakan cerminan dari dinamika sosial, politik, budaya, dan teknologi yang berkembang dari masa ke masa. Sejak tahun 1960, seni rupa Indonesia mengalami berbagai transformasi, baik dalam hal gaya, medium, maupun tema. Artikel ini bertujuan memberikan gambaran umum mengenai perkembangan seni rupa kontemporer Indonesia dari dekade 1960-an hingga tahun 2024, serta mengidentifikasi ciri khas dan peran penting seniman dalam membentuk wajah seni rupa nasional.
- Periode 1960–1970: Seni dan Ideologi
Pada masa ini, seni rupa banyak dipengaruhi oleh situasi politik nasional, terutama pertarungan ideologi antara kelompok LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakyat) yang dekat dengan PKI, dan kelompok seniman independen seperti Manikebu (Manifes Kebudayaan).
- Ciri khas: seni realis, tema perjuangan rakyat, dan propaganda politik.
- Tokoh penting: S. Sudjojono, Hendra Gunawan, dan Affandi.
Peristiwa politik 1965 membawa dampak besar pada dunia seni, termasuk pembungkaman kelompok seni tertentu.
- Periode 1970–1980: Eksperimen dan Kebebasan Ekspresi
Dekade ini ditandai oleh munculnya kelompok seni eksperimental dan lahirnya Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia (GSRBI) tahun 1975.
- GSRBI menolak batasan seni rupa tradisional seperti lukisan dan patung, dan mulai memakai instalasi, seni konseptual, dan mixed media.
- Tokoh penting: FX Harsono, Jim Supangkat, Dede Eri Supria.
Gerakan ini membuka jalan menuju seni rupa yang lebih bebas dan kritis terhadap kondisi sosial.
- Periode 1980–1998: Kritik Sosial dan Identitas Budaya
Pada masa Orde Baru, seni rupa mulai menampilkan kritik sosial yang lebih tajam, meski tetap dalam batas sensor pemerintah.
- Tema-tema seperti ketimpangan sosial, kekuasaan, dan identitas budaya lokal muncul.
- Medium seperti lukisan realis sosial dan seni instalasi digunakan untuk menyampaikan pesan.
- Tokoh penting: Heri Dono, Taring Padi, dan Agus Suwage.
- Periode 1998–2010: Reformasi dan Globalisasi Seni
Setelah reformasi 1998, terjadi ledakan kebebasan berekspresi. Seni rupa Indonesia mulai aktif dalam pameran internasional, biennale, dan menjalin koneksi global.
- Seni menjadi lebih personal, eksperimental, dan beragam secara media dan isu.
- Muncul galeri alternatif, komunitas seni independen, dan platform seni digital.
- Tokoh penting: Eko Nugroho, Tintin Wulia, Melati Suryodarmo.
- Periode 2010–2024: Era Digital, Kolaborasi, dan Isu Global
Perkembangan teknologi, media sosial, dan isu global seperti lingkungan, gender, dan urbanisasi mulai banyak diangkat dalam karya-karya seniman kontemporer.
- Seni rupa kini merambah ranah digital, seperti seni video, animasi, NFT art, dan augmented reality (AR).
- Kolaborasi antar disiplin—antara seni, sains, teknologi, dan aktivisme—semakin marak.
- Tokoh penting: Natasha Gabriella Tontey, indieguerillas, Uji “Hahan” Handoko.
Kesimpulan
Seni rupa kontemporer Indonesia merupakan refleksi kompleks atas perubahan zaman. Dari masa perjuangan ideologi, kebangkitan eksperimentasi, hingga era digital dan globalisasi, seniman Indonesia terus menunjukkan daya adaptasi dan keberanian dalam mengeksplorasi medium serta gagasan baru. Perjalanan dari 1960 hingga 2024 menunjukkan bahwa seni bukan hanya ekspresi estetika, tetapi juga alat kritik sosial, media interaktif, dan ruang pencarian jati diri budaya.
Comments :