Aris Darisman S.Sn., , M.Ds.

DKV BINUS @Bandung

Pendahuluan

Iklan merupakan bagian penting dari budaya populer yang tidak hanya berfungsi sebagai media promosi, tetapi juga sebagai refleksi sosial masyarakat pada zamannya. Di Indonesia, perkembangan iklan dari tahun 1970 hingga 2014 menunjukkan dinamika dalam strategi pemasaran, media penyampaian, serta nilai budaya yang diangkat. Artikel ini meninjau beberapa karya iklan populer yang menonjol dalam periode tersebut, serta mengamati perubahan gaya, pesan, dan dampak sosialnya.

  1. Era 1970-an: Awal Periklanan Modern di Indonesia

Pada 1970-an, periklanan mulai berkembang seiring dengan pertumbuhan televisi nasional TVRI. Iklan saat itu masih bersifat informatif dan kaku, dengan gaya visual yang sederhana serta narasi yang cenderung formal.

Ciri khas:

  • Format tayangan hitam putih.
  • Narasi dengan bahasa baku.
  • Penekanan pada fungsi produk.

Contoh iklan populer:

  • Iklan sabun Cap Tangan: menonjolkan kebersihan dan kesehatan keluarga.
  • Iklan rokok Djarum atau Bentoel: mulai memperkenalkan elemen gaya hidup maskulin, meski dengan batasan regulasi.
  1. Era 1980-an: Visualisasi yang Lebih Atraktif

Dengan hadirnya siaran televisi berwarna dan peningkatan daya beli masyarakat, iklan mulai menggunakan pendekatan yang lebih emosional dan visual. Musik latar dan slogan mulai diperkenalkan untuk membangun citra merek.

Ciri khas:

  • Mulai memperhatikan estetika visual.
  • Lagu jingle mulai populer.
  • Penggunaan tokoh selebritas sebagai bintang iklan.

Contoh iklan populer:

  • Iklan sabun Lux: menampilkan artis seperti Meriam Bellina, menggambarkan kecantikan glamor.
  • Iklan Teh Botol Sosro: memperkenalkan tagline ikonik “Apapun makanannya, minumnya Teh Botol Sosro” yang bertahan hingga kini.
  1. Era 1990-an: Kreativitas dan Identitas Nasional

Tahun 1990-an disebut sebagai “masa keemasan iklan televisi Indonesia”. Muncul banyak karya iklan yang tidak hanya kreatif tetapi juga ikonik. Iklan menjadi sarana hiburan dan sangat memengaruhi budaya populer.

Ciri khas:

  • Jingle dan tagline kuat dan mudah diingat.
  • Humor dan dramatik digunakan secara kreatif.
  • Menampilkan keunikan budaya lokal.

Contoh iklan populer:

  • Iklan Indomie: “Indomie Seleraku” menjadi slogan legendaris.
  • Iklan Aqua: memperkenalkan pesan kesehatan dan kepercayaan merek.
  • Iklan rokok Gudang Garam dan Sampoerna A Mild: iklan sinematik tanpa menampilkan produk secara eksplisit karena pembatasan iklan rokok.
  1. Era 2000–2014: Digitalisasi dan Pendekatan Emosional

Memasuki abad ke-21, perkembangan internet dan media sosial mulai mengubah lanskap periklanan. Iklan televisi masih dominan, tetapi mulai disandingkan dengan kampanye digital. Pendekatan naratif dan emosional menjadi strategi utama.

Ciri khas:

  • Cerita menyentuh (storytelling).
  • Kampanye multi-platform (TV, cetak, online).
  • Partisipasi konsumen melalui media sosial.

Contoh iklan populer:

  • Iklan Telkomsel – “Pulang ke Pelukan Ibu”: iklan Lebaran yang menyentuh dan viral.
  • Iklan Djarum Super – “My Way”: menggunakan pendekatan cinematic dengan musik dan sinematografi kuat.
  • Iklan Bango – “Warisan Kuliner Nusantara”: mengangkat tema lokalitas dan kebanggaan budaya.

Kesimpulan

Perkembangan iklan di Indonesia dari 1970 hingga 2014 menunjukkan transformasi dari media informasi menjadi bentuk komunikasi yang kreatif, emosional, dan terintegrasi dengan nilai budaya. Iklan bukan sekadar alat promosi, tetapi juga cerminan zaman—menggambarkan perubahan gaya hidup, teknologi, dan persepsi masyarakat.

Referensi Singkat:

  • Ardianto, E. & Komala, L. (2004). Komunikasi Massa: Suatu Pengantar.
  • Subrata, R. (2002). Periklanan Modern.
  • Dokumentasi iklan dari Arsip TVRI, YouTube, dan koleksi AdForum Indonesia.