Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan telah menjadi pusat perhatian berbagai kalangan dalam perkembangan teknologi pada masa kini. Meski kehadiran AI telah memberi dampak besar untuk berbagai sektor, AI juga menghadirkan tantangan penting mengenai seberapa signifikan peran manusia di masa depan. Salah satu tantangan tersebut adalah potensi pengangguran dan berkuranganya lapangan pekerjaan karena penggantian manusia dengan mesin. Kemampuan AI mengerjakan tugas-tugas yang dulu hanya bisa dilakukan oleh manusia bisa dikatakan setara bahkan melebihi kemampuan manusia pada umumnya, seperti analisa data, pengambilan keputusan, dan bahkan membuat karya seni. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan hilangnya pekerjaan manusia secara massal dan perlunya adaptasi dalam pasar kerja.

Tidak selesai sampai masalah lapangan pekerjaan, kecemasan tentang keamanan dan privasi data juga menjadi perhatian utama pada era AI. Melalui kemampuan yang dimiliki AI dalam mengumpulkan, mengolah, menganalisis, dan menggunakan data secara besar-besaran, risiko terkait penyalahgunaan informasi di dalam ranah siber semakin tinggi. Ancaman tersebut akan menghadirkan banyak sekali bentuk kerugian, khususnya dari sisi finansial dan integritas, baik itu hanya berdampak kepada satu orang maupun satu komunitas dan lembaga.  Kehadiran ancaman serangan siber yang lebih kompleks dan berbahaya pun menjadi sebuah realitas yang mau tidak mau harus dihadapi dengan serius oleh masyarakat dan pemerintah pada masa modern.

Aspek moral di ranah penelitian dalam pengembangan dan penggunaan AI juga menjadi sebuah tantangan yang cukup kompleks karena berbagai pertanyaan. Apakah mesin dengan kecerdasan buatan harus diberi tanggung jawab moral? atau Bagaimana bentuk standar etika dalam mengembangkan dan menggunakan AI? Pertanyaan-pertanyaan tersebut memunculkan kesadaran akan pentingnya membangun AI yang tidak hanya cerdas secara teknis, tetapi juga bertanggung jawab secara moral. Diharapkan AI yang dibentuk tidak menjadi sebuah bumerang yang berdampak negatif.

Di lain sisi, juga muncul kekhawatiran tentang ketidaksetaraan akan akses teknologi berbasis AI. Negara-negara besar dan perusahaan yang mampu mengembangkan dan menggunakan AI dengan cepat dapat meningkatkan kesenjangan ekonomi dan sosial antara mereka, yaitu kalangan yang memiliki akses dan yang tidak. Hal ini dapat memperburuk masalah ketimpangan yang sudah ada dan meningkatkan risiko eksklusi sosial bagi sebagian masyarakat. Hal ini menjadi ironi, di mana AI memberi kemajuan yang sangat penting dan dibutuhkan, namun kehadiran peran manusia di tengah proses perkembangan jaman menjadi nilai tukar yang harus dibayarkan.

Namun, di balik semua tantangan ini, potensi positif AI juga tidak bisa diabaikan karena manusia selalu membutuhkan suatu kebaharuan yang bisa menunjang kelangsungan hidup. Kemajuan teknologi, khususnya AI memiliki potensi yang besar untuk membawa perubahan positif pada berbagai bidang, seperti kesehatan, pendidikan, keamanan, dan lingkungan hidup. Tentunya, diperlukan bentuk penggunaan yang bijaksana serta bertanggung jawab untuk AI bisa menjadi alat dengan siklus bertumbuh yang mampu memperluas kemampuan manusia dan meningkatkan kesejahteraan hidup.

Dalam menghadapi tantangan masa depan yang dihadirkan oleh AI, penting bagi manusia untuk terlibat aktif dalam pembentukan kebijakan dan berbagai regulasi yang bisa memastikan bahwa perkembangan teknologi ini berlangsung secara berkelanjutan dan inklusif ke arah yang positif. Hanya dengan pendekatan yang berdasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan keberlanjutan, kita bisa memastikan bahwa AI hadir menjadi suatu alat yang bermanfaat, bukan menggantikan manusia secara menyeluruh.


Mei 2024

Penulis: Riccosan