Kebijakan Freedom of Navigation Amerika Serikat dan Konsekuensinya Meitty Josephin Balontia,M.Han

 

Kebijakan Freedom of Navigation Amerika Serikat dan Konsekuensinya

Pendahuluan

   Pendidikan kewarganegaraan tidak hanya menuntut kita untuk mengetahui tantangan serta ancaman apa yang terjadi di dalam negeri tetapi juga, di wilayah Kawasan (ASEAN). Hal tersebut tidak terlepas dari fakta bahwa ancaman di Kawasan dapat berdampak pula pada persoalan pertahanan Indonesia. Salah satu ancaman yang ada di wilayah Kawasan saat ini adalah meningkatnya ketegangan antara Amerika Serikat dengan Cina, salah satunya diperkuat dengan adanya kebijakan kebebasan bernavigasi.

   Kebijakan Kebebasan Bernavigasi, atau yang dikenal sebagai freedom of navigation merupakan kebijakan yang terdapat dalam hukum internasional yang mengatur tentang wilayah kelautan. Menurut hukum tersebut, setiap kapal yang memasang bendera resmi suatu negara berhak untuk melintasi perairan laut tanpa ada intervensi dari negara manapun. Berdasarkan hukum ini, kapal Amerika Serikat dapat bergerak bebas melintasi wilayah perairan laut termasuk di dalamnya Laut Cina Selatan. Hal tersebut tentu memperburuk relasi Amerika Serikat dengan Cina.

   Sebenarnya, kebijakan kebebasan bernavigasi sangatlah penting bagi keduanya. Akan tetapi baik Amerika Serikat maupun Cina memiliki pandangan tersendiri mengenai kebijakan tersebut. Dalam laporan penelitian berjudul “Understanding the Freedom of Navigation Doctrine and the China-US Relations in The South China Sea”, disebutkan bahwa setidaknya perbedaan pandangan akan kebijakan kebebasan bernavigasi antara Cina dan Amerika Serikat terdiri dari dua hal: 1) mereka belum mencapai kesepakatan mengenai apa bentuk aktivitas militer yang dilaksanakan di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE), yang dapat masuk dibawah kategori kebebasan bernavigasi? 2) Amerikat percaya bahwa kebebasan bernavigasi juga tidak hanya berlaku pada kapal penumpang atau kapal biasa tetapi juga berlaku bagi kapal perang serta memiliki hak yang sama saat melewati wilayah perairan laut. (Hong, 2017) Perbedaan ini menyulut ancaman akan terjadinya pertikaian di antara keduanya. Apa sebenarnya kepentingan AS dalam kebijakan Kebebasan Bernavigasi ini?

Realisasi Kebijakan Bernavigasi AS dan Konsekuensinya

   Aktivitas militer yang dilaksanakan dalam Zona Ekonomi Ekslusif memang menjadi isu yang paling kontroversial bahkan selama perundingan mengenai teks UNCLOS. Dalam realisasinya, perdebatan ini pun masih berlanjut. Negara seperti Banglades, Brazil, Cape Verde, Malaysia, Pakistan dan Urugay cenderung menekankan bahwa negara lain tidak dapat melaksanakan manuver maupun latihan militer tanpa sepengetahuan dari mereka. (Hong, 2017) Adanya aktivitas militer tanpa sepengetahuan mereka dinilai dapat membahayakan keamanan nasional mereka, serta dapat menganggu kedaulatan sumber daya mereka. (Hong, 2017)

   Meskipun adanya desakan untuk tidak memasukkan aktivitas militer sebagai bagian dari kebebasan bernavigasi, toh Amerika Serikat masih menjalankan kebijakan kebebasan bernavigasi dengan melibatkan kapal perang atau militer mereka. Misalnya saja seperti apa yang dilakukan oleh Amerika Serikat di perairan Laut Cina Selatan pada 2016 lalu. Saat itu, tepatnya di bulan Mei 2016, Departemen Pertahanan Amerika Serikat mengirimkan kapal perang angkatan lautnya untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka kebebasann bernavigasi di Laut Cina Selatan, yang masih berstatus sengketa. Kapal perang Amerika Serikat, USS William P.Lawrence berlayar dalam jarak 2 mil laut dari kawasan ‘Fiery Cross Reef’. Kawasan tersebut sebelumnya telah dikuasai oleh Cina. Menurut Bill Urban, juru bicara Departemen  Pertahanan Amerika Serikat menyatakan:

“Klaim-klaim maritim yang berlebihan itu tidak sesuai dengan hukum internasional yang tercermin dalam Konvensi Hukum Laut dan bahwa klaim-klaim itu dimaksudkan untuk membatasi hak navigasi yang dimiliki oleh Amerika Serikat dan semua negara,” (VOA, 2016)

   Hal tersebut menunjukkan bahwa Amerika Serikat tidak hanya menggunakan Kebebasan Bernavigasi sebagai suatu kebijakan yang menjamin keamanan perlintasan kapal-kapalnya tetapi juga sebagai langkah untuk menantang klaim-klaim terhadap wilayah perairan yang dilakukan oleh suatu negara. Hal tersebut secara tidak langsung merupakan suatu bukti nyata bahwa Amerika Serikat tidak akan mengalihkan perhatiannya kepada wilayah Asia Timur khususnya kawasan Laut Cina Selatan, demikian pendapat pengamat politik luar negeri Dewi Fortuna Anwar (aktual, 2017).

   Masuknya kapal perang AS ke kawasan Laut Cina Selatan menegaskan keinginan Amerika Serikat untuk tetap memiliki pengaruh di wilayah Asia. Dengan aktivitas militer yang dilancarkan oleh Amerika Serikat melalui pengiriman kapal perangnya, maka tidak hanya Cina pun yang merasa terancam melainkan negara lain pun termasuk Indonesia.

Implikasi Kebebasan Bernavigasi terhadap Wilayah Perairan Indonesia Menurut Hasyim Djalal

   Pakar hukum laut internasional, Hasyim Djalal menegaskan bahwa adanya kebebasan bernavigasi seperti hal di atas dapat merugikan Indonesia. Menurutnya, China dan Amerika Serikat bisa saja membawa kapal perang mereka untuk masuk ke wilayah perairan Indonesia dengan alasan kebebasan bernavigasi (Taufik, 2016). Tentunya, dengan masuknya kapal perang negara lain ke wilayah perairan suatu negara maka dapat beresiko besar terhadap dilanggarnya batas kedaulatan wilayah negara bersangkutan. Lantas apa keuntungan negara seperti Amerika Serikat melaksanakan aktivitas militer atas nama kebebasan bernavigasi ini? Dapat kita katakan bahwa masuknya kapal perang Amerika Serikat ke wilayah perairan suatu negara sesungguhnya memiliki beberapa kepentingan, salah satunya bagi penulis adalah penyebaran kekuatan militer. Selain itu, investigasi terhadap sumber daya di sekitar wilayah perairan pun bisa saja menjadi kepentingan Amerika Serikat dalam menjalankan aktivitas nya atas nama Kebebasan Bernavigasi tersebut.

Penutup

   Dari pemaparan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa pengiriman kapal perang Amerika Serikat sebagai bagian dari Kebebasan Bernavigasi tidak hanya perlu dilihat sebagai usahanya untuk mengusahakan keamanan pelayaran bagi kapal-kapalnya ataupun kapal asing yang melintas, melainkan perlu juga dilihat dari sudut pandang kepentingannya. Amerika Serikat bisa saja memiliki kepentingan untuk menancapkan pengaruhnya di kawasan Asia melalui pengiriman kapal perangnya. Menancapkan pengaruh bukanlah perkara mudah, diperlukan suatu sistem kekuatan militer beserta strateginya, termasuk di dalamnya penyebaran kekuatan militer. Hal tersebut bisa saja melatarbelakangi pengiriman kapal perang Amerika Serikat yang berlindung dibalik kebijakan Kebebasan Bernavigasi.

Bibliography

aktual. (2017, Januari 12). Dewi : Siapun Presiden AS, AS Tetap Pertahankan Kebijakan Freedom Navigation Di Laut China Selatan. Retrieved from aktual.com: http://www.aktual.com/dewi-siapun-presiden-as-as-tetap-pertahankan-kebijakan-freedom-navigation-laut-china-selatan/

Hong, N. (2017). Understanding the Freedom of Navigation Doctrine and The China-US Relations in The South China Sea. washington: Institute for China-America. Retrieved from http://chinaus-icas.org/wp-content/uploads/2017/05/FONOP-Report.pdf

Taufik, A. (2016, September 6). Konsep Kebebasan Navigasi ala AS Bahayakan Kedaulatan Indonesia. Retrieved from news.okezone.com: https://news.okezone.com/read/2016/09/06/18/1482984/konsep-kebebasan-navigasi-ala-as-bahayakan-kedaulatan-indonesia

VOA. (2016, Mei 10). Kapal Perang AS Lakukan ‘Operasi Kebebasan Navigasi’ di Laut China Selatan. Retrieved from voaindonesia.com: https://www.voaindonesia.com/a/kapal-perang-as-lakukan-operasi-kebebasan-navigasi-di-laut-china-selatan/3323118.html