Oleh: Bayu R. W. Edward S.Ds., M.Ds.

Interior Design School Of Design Binus University

 

Kota, adalah klasifikasi administratif teritori pada tingkatan tertentu dari suatu kawasan berpenghuni. Kebutuhan dan fungsi peran kawasan kota yang berbeda dengan kawasan tingkat desa atau dusun menjadikannya membutuhkan sistem-sistem pendukung dalam menunjang keberlangsungan administratif dari kota tersebut. Di era informasi teknologi seperti saat ini, branding atau pembentuk identitas kota haruslah menjadi kekuatan agar dapat terus eksis dalam roda perkembangan peradaban sehingga pada akhirnya tentu saja memberi dampak positif bagi penghuni di dalam kawasannya tersebut.

Terkait hal ini, pembentukan citra kota melalui tata rancang visual kota merupakan aspek bahasan pada artikel ini. Bagaimana sebuah kota menterjemahkan secara visual tentang identitasnya, adalah hal yang akan diingat oleh pendatang atau wisatawan yang berkunjung ke kota tersebut. Kota yang ‘memorable’ atau dapat diingat oleh individu maka akan membuka peluang lebih besar untuk disosialisasikan kepada komunitas yang lebih luas di kota bahkan negara yang berbeda.

Kota dengan segala sarana dan prasarana publiknya adalah salah satu elemen sekaligus media untuk membentuk citra tersebut. Elemen dekorasi kota dapat memberikan nuansa dan sensasi memorabilia tertentu. Setiap kota memiliki citranya masing-masing. Citra yang dibentuk oleh elemen dekorasi kota ini akan mendukung citra-citra sensasional lain yang dibentuk oleh pengalaman pengunjung kota. Kota Bandung misalnya yang membentuk citranya sebagai kota kreatif, akan berbeda dengan Kota Yogyakarta yang lebih kental citra keratonnya.

Elemen pembentuk citra kota biasanya secara makro ditekankan pada beberapa objek yaitu bangunan, fasilitas jalan dan elemennya, serta taman kota. Desain bangunan suatu kota menjadi faktor terkuat dalam membentuk citra. Dalam hal bangunan, citra kota dibentuk oleh gaya visual mayoritas bangunan, ataupun gaya visual dari bangunan yang paling penting di kawasan tersebut.

Sedangkan untuk fasilitas jalan dan taman kota, citra kota dibentuk oleh elemen-elemen yang menempel pada fasilitas tersebut. Rancangan visual elemen-elemen inilah yang dapat memperkuat dan membentuk citra dan sensasi suatu kota di benak pengunjung. Di Kota Bandung khususnya, banyak ruas jalan yang dihiasi dengan lampu-lampu jalan serta bangku publik bergaya klasik eropa. Hal ini sangat berkaitan dan merupakan implementasi dari julukan Kota Bandung sebagai ‘Paris Van Java’. Gaya lain yang banyak diterapkan ialah art deco, sebagai upaya harmonisasi dengan kebanyakan gaya bangunan monumental di Kota Bandung sendiri. Gaya art deco diimplementasikan pada landmark sculpture di banyak persimpangan jalan, JPO, dan gerbang kota dengan variasi ornamen patung harimau, hewan yang dijadikan sebagai salah satu simbol dari Kota Bandung.

Pengelolaan rancangan elemen dekorasi dan fasilitas kota ini, haruslah diorganisir dengan sebaik-baiknya, agar kehadiran elemen dekorasi yang lain tidak kemudian membuat citra kota menjadi bias, bahkan cenderung kacau. Untuk itu, upaya pemerintah dalam merumuskan citra kota melalui perancangan elemen dekorasi dan fasilitas kota ini haruslah melibatkan tim ahli yang bekerja secara menyeluruh dan makro hingga ke tahap mikro. Hal ini perlu dilakukan agar senantiasa terjadi kesinambungan yang proporsional antara kepentingan pencitraan kota dengan kepentingan strategis lainnya seperti tata kelola reklame.

 

Gambar 1. Situasi persimpangan di Kota Bandung. Ketidaktertataan reklame akan merusak citra kota yang ingin dibentuk. (Sumber: Google360)

 

Sarana pajang reklame tidak hanya berfungsi sebagai salah satu pintu pemasukan bagi kota, tapi juga masuk dalam kategori elemen prasarana fasilitas kota. Jika dikemas sebagai elemen dekorasi kota, maka sarana pajang reklame juga sudah sepatutnya mengikuti acuan rancangan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah kota.

 

e