Pada tahun 2019 bulan Januari sampai Juli, ekspor pangan Indonesia mencapai 15.000.000 kilogram ke 29 negara. Nilai ekspor 15 ribu ton pangan tersebut merupakan Rp 170.000.000.000,00. Diantara ekspor pangan tersebut angka paling tinggi adalah ubi yaitu ubi jalar dan ubi kayu yang sangat diminati khususnya oleh Jepang. Ubi jalar diekspor seberat 4.856,44 ton dan ubi kayu seberat 440,13 ton, kedua tipe ubi tersebut berharga diatas 4.000.000 USD.

Pada September 2020, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mendukung ekspor ubi jalar seberat 30.000 kilogram ke Hong Kong yang berasal dari petani Arjasari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Ubi jalar tersebut akan dikirim setiap bulannya ke Hong Kong seberat total 360 ton setiap tahunnya. Hal tersebut termasuk pada program Gerakan Ekspor Tiga Kali (GRATIEKS) oleh pemerintah Jawa Barat.

Amiruddin Pohan sebagai Direktur Aneka Kacang dan Umbi (AKABI) menyatakan bahwa ekspor ubi jalar nasional sampai Juni 2020 mencapai 9.000 ton dan angka tersebut terus meningkat dan menurunkan angka impor karena petani nasional meningkatkan produksi ubi jalar.

Demand untuk ubi jalar sangat tinggi dan tepat untuk kerjasama International Trade Indonesia dengan negara lain khususnya Jepang dan Hong Kong. Populernya perisa Taro untuk berbagai macam makanan seperti kue, es krim, dan lain-lain maka terjadi kenaikan permintaan untuk ubi yang produksinya tersebar di Indonesia.

Besarnya peluang International Trade ubi bagi negara Indonesia dapat menyumbang banyak pada pendapatan negara dan juga meningkatkan kesejahteraan petani nasional. Tingginya permintaan international terhadap ubi jalar dan ubi kayu maka dapat ditemukan dengan penawaran besarnya kemampuan petani nasional untuk memproduksi ubi jalar dan ubi kayu. Hal tersebut pun merupakan hal yang membanggakan bagi negara Indonesia.

Ubi Jalar dan Ubi Kayu: Komoditas Bernilai Tinggi

Ubi jalar (Ipomoea batatas) dan ubi kayu (Manihot esculenta), juga dikenal sebagai singkong, adalah tanaman umbi-umbian yang banyak dibudidayakan di berbagai belahan dunia. Keduanya memiliki nilai gizi tinggi dan digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari konsumsi manusia, bahan baku industri, hingga pakan ternak.

  1. Ubi Jalar: Ubi jalar dikenal kaya akan beta-karoten, vitamin C, serat, dan antioksidan. Produk ini tidak hanya dikonsumsi langsung, tetapi juga diolah menjadi berbagai produk seperti tepung, makanan ringan, dan bahkan bahan bakar bioetanol. Permintaan ubi jalar terus meningkat di negara-negara maju karena kesadaran konsumen akan makanan sehat yang alami.
  2. Ubi Kayu: Ubi kayu, di sisi lain, adalah sumber utama karbohidrat di banyak negara berkembang dan menjadi bahan baku penting dalam industri pati, terutama untuk produk seperti tepung tapioka. Singkong juga berperan dalam produksi bioetanol, yang menjadi alternatif energi terbarukan. Potensi ekspor ubi kayu sangat besar, terutama ke pasar Asia dan Amerika Latin, di mana permintaan terhadap tapioka dan produk turunannya terus meningkat.

Negara-Negara Penghasil dan Pasar Ekspor Utama

Produksi ubi jalar dan ubi kayu terkonsentrasi di beberapa negara di kawasan Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Negara-negara ini memanfaatkan kondisi iklim tropis yang ideal untuk menanam kedua tanaman tersebut. Beberapa negara produsen utama dan pasar ekspor ubi jalar serta ubi kayu adalah:

  1. Ubi Jalar:
    • Cina adalah produsen ubi jalar terbesar di dunia. Negara ini mengekspor ubi jalar ke berbagai pasar internasional, termasuk Jepang, Korea Selatan, dan beberapa negara Eropa.
    • Indonesia dan Vietnam juga merupakan eksportir penting, terutama ke negara-negara Asia lainnya. Selain itu, permintaan untuk produk olahan ubi jalar dari negara-negara Eropa dan Amerika Utara terus meningkat, karena pasar-pasar ini mulai mengadopsi makanan organik dan sehat.
  2. Ubi Kayu:
    • Nigeria dan Thailand adalah produsen ubi kayu terbesar, dengan Thailand memimpin dalam ekspor produk-produk turunan ubi kayu, terutama tapioka. Produk ini diekspor ke negara-negara seperti Tiongkok, Jepang, dan Amerika Serikat.
    • Brasil dan Vietnam juga memainkan peran penting dalam produksi dan ekspor ubi kayu, terutama dalam bentuk pati tapioka dan bioetanol.

Permintaan ubi kayu yang tinggi di negara-negara Asia Timur, terutama Tiongkok, didorong oleh penggunaannya dalam industri makanan, pembuatan plastik biodegradable, serta bahan baku energi terbarukan.

Potensi dan Peluang Ekspor

Ekspor ubi jalar dan ubi kayu menawarkan peluang ekonomi yang signifikan bagi negara-negara berkembang yang memproduksi tanaman ini. Ada beberapa alasan mengapa ubi jalar dan ubi kayu memiliki potensi yang besar dalam perdagangan internasional:

  1. Kebutuhan Pangan Global: Seiring dengan meningkatnya populasi global, permintaan akan sumber pangan yang mudah diakses dan bergizi semakin meningkat. Ubi jalar dan ubi kayu memberikan alternatif yang baik sebagai sumber karbohidrat dan nutrisi lain.
  2. Permintaan Produk Organik dan Gluten-Free: Ubi jalar dan produk turunan ubi kayu, seperti tepung tapioka, semakin populer di negara-negara maju, terutama di kalangan konsumen yang mencari produk makanan organik dan bebas gluten. Tren gaya hidup sehat dan meningkatnya kesadaran akan manfaat nutrisi ubi jalar dan ubi kayu memberikan peluang bagi negara-negara penghasil untuk memperluas pasar ekspor mereka.
  3. Produksi Bioetanol: Ubi kayu, terutama, memiliki potensi besar sebagai sumber bahan baku untuk produksi bioetanol. Di era di mana energi terbarukan semakin dibutuhkan, bioetanol dari singkong dapat menjadi solusi yang menarik untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Negara-negara seperti Brasil dan Thailand telah memanfaatkan potensi ini, dengan ekspor bioetanol dari ubi kayu ke berbagai negara.
  4. Keberagaman Produk Turunan: Salah satu keunggulan utama dari ubi jalar dan ubi kayu adalah fleksibilitasnya. Keduanya dapat diolah menjadi berbagai produk turunan, seperti tepung, pati, makanan olahan, hingga bahan baku industri. Fleksibilitas ini memberikan banyak peluang untuk pengembangan produk baru dan peningkatan nilai tambah bagi eksportir.

Tantangan dalam Ekspor Ubi Jalar dan Ubi Kayu

Meskipun potensinya besar, ekspor ubi jalar dan ubi kayu juga menghadapi sejumlah tantangan yang perlu diatasi oleh negara-negara produsen. Beberapa tantangan utama termasuk:

  1. Kualitas Produk: Salah satu tantangan terbesar dalam ekspor ubi jalar dan ubi kayu adalah menjaga kualitas produk agar sesuai dengan standar internasional. Pasar global, terutama di negara-negara maju, memiliki standar ketat terkait kualitas, kebersihan, dan keamanan pangan. Negara-negara produsen perlu memastikan bahwa produk mereka memenuhi persyaratan ini untuk bersaing di pasar global.
  2. Rantai Pasokan dan Logistik: Tantangan logistik juga menjadi kendala dalam ekspor ubi jalar dan ubi kayu. Kedua komoditas ini relatif mudah rusak, terutama dalam bentuk segar. Oleh karena itu, negara-negara produsen harus memiliki sistem penyimpanan dan pengiriman yang efisien untuk memastikan produk sampai ke pasar internasional dalam kondisi yang baik.
  3. Harga Pasar yang Fluktuatif: Harga ubi jalar dan ubi kayu di pasar internasional dapat sangat fluktuatif tergantung pada banyak faktor, termasuk cuaca, kebijakan perdagangan, dan permintaan pasar. Produsen dan eksportir harus mampu mengelola risiko ini dengan baik agar tetap kompetitif di pasar global.
  4. Kebijakan Perdagangan Internasional: Beberapa negara pengimpor ubi jalar dan ubi kayu memiliki kebijakan perdagangan yang membatasi impor produk-produk agrikultur. Tarif, kuota, dan persyaratan karantina dapat mempengaruhi kemampuan negara produsen untuk menembus pasar global. Oleh karena itu, negosiasi dan perjanjian perdagangan internasional menjadi kunci dalam membuka akses pasar.
  5. Ketergantungan pada Pasar Tertentu: Dalam beberapa kasus, eksportir ubi jalar dan ubi kayu terlalu bergantung pada satu atau dua pasar utama. Ketergantungan ini dapat menjadi risiko besar jika terjadi perubahan kebijakan atau penurunan permintaan di pasar-pasar tersebut. Diversifikasi pasar ekspor menjadi penting untuk mengurangi risiko tersebut.

Strategi untuk Meningkatkan Ekspor

Untuk memanfaatkan peluang ekspor ubi jalar dan ubi kayu secara maksimal, negara-negara produsen perlu mengembangkan strategi yang tepat. Beberapa langkah yang bisa diambil meliputi:

  1. Peningkatan Kualitas Produk: Produsen perlu fokus pada peningkatan kualitas produk melalui penggunaan teknologi pertanian yang lebih baik, pelatihan petani, dan penerapan standar kualitas yang sesuai dengan permintaan pasar internasional. Ini termasuk peningkatan proses pascapanen, pengemasan, dan sertifikasi organik atau bebas gluten.
  2. Diversifikasi Produk: Selain mengekspor ubi jalar dan ubi kayu dalam bentuk segar, produsen juga perlu mengembangkan produk turunan bernilai tambah, seperti tepung ubi jalar, tepung tapioka, makanan olahan, atau bioetanol. Diversifikasi ini tidak hanya meningkatkan nilai tambah bagi produsen, tetapi juga membuka pasar baru yang lebih luas.
  3. Penguatan Rantai Pasokan: Negara-negara produsen perlu berinvestasi dalam infrastruktur logistik yang efisien, termasuk sistem penyimpanan dan transportasi berpendingin. Hal ini akan membantu mengatasi tantangan logistik dan memastikan produk sampai ke pasar internasional dalam kondisi yang baik.
  4. Pembangunan Hubungan Perdagangan Internasional: Kerjasama perdagangan internasional melalui perjanjian dagang bilateral atau multilateral dapat membuka akses pasar baru dan mengurangi hambatan perdagangan. Negara-negara produsen juga perlu berpartisipasi dalam pameran dagang internasional untuk mempromosikan produk mereka di pasar global.

Referensi:

https://www.wartaekonomi.co.id/read303255/ubi-jalar-asal-bandung-diekspor-ke-hongkong-per-tahun-360-ton

https://galamedia.pikiran-rakyat.com/news/pr-35727177/ridwan-kamil-lepas-ekspor-30-ton-ubi-jalar-bandung-ke-hong-kong

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4663001/ri-ekspor-15-ribu-ton-tanaman-pangan-paling-banyak-ubi