Dalam beberapa bulan terakhir dunia dikejutkan dengan adanya virus yang membuat dunia prekonomian hancur. Bukan hanya perekonomian dalam negeri tetapi juga luar negeri, hal tersebut dapat dilihat dari anjloknya angka ekspor Indonesia yang biasanya mengandalkan pertanian sebagai bahan untuk diekspor namun sekarang industry tersebut sudah tidak dapat menyelamatkan Indonesia. Namun usaha ekspor tetap dilakukan demi menyelamatkan perekonomian negara terutama negara berkembang dan negara yang menggantungkan perekonomiannya lewat ekspor dan impor. Sesuai dengan kebutuhan saat ini dimana masker dan obat-obatan menjadi hal utama yang paling dibutuhkan oleh seluruh negara maka arus barang dan jasa yang keluar masuk dibatasi dan terus diawasi dan menghindari disrupsi perdagangan.

Pernyataan diatas dapat dikonfirmasi dengan ditemukannya data bahwa nilai ekspor Indonesia pada bulan Agustus 2020 mengalami penurunan sebesar 4,62% dengan angka USD 13,07 miliar dibandingkan dengan bulan Juli 2020. Penurunan tersebut dirasakan pada industry ekspor logam dasar mulia, minyak kelapa sawit, septu olahraga, dan kimia dasar organic. Sementara apabila data bulan Agustus 2020 dibandingkan dengan data pada bulan Agustus 2019 mengalami penurunan sebesar 8,36%. Daerah Indonesia yang menyumbang angka ekspor terbesar pada bulan Januari hingga Agustus 2020 yaitu Jawa barat dengan nilai USD 16,79 miliar atau setara dengan 16,28%.

Data yang ditemukan pada bulan Januari 2020 mengenai ekspor tercatat 13,63 milliar dolar AS dan sempat naik pada bulan Februari-Maret 2020 menjadi 14 milliar dolar AS namun mengalami penurunan Kembali menjadi 12,6% miliar dolar AS dan terus menurun pada Mei 2020 menjadi 10,53 milias dola AS. Kenaikan yang terjadi pada bulan Februari tersebut bukan menjadi berita bahagia namun menjadi tanda hati-hati bagi Indonesia karena mungkin saja hal tersebut menjadi penanda buruk bari pertumbuhan ekonomi kuartal II dan kinerja Industri. Siklus yang dialami tersebut menandakan proses ekspor impor yang melambat.

Bahkan negara penghasil ekspor terbesar seperti Cina terus menurun dengan adanya peningkatan volume barang yang diproduksi namun tidak dapat tersalurkan dan terjadi deflasi dan dampak perdagangan tersebut terasa hingga ke Indonesia. Hal tersebut dikkarenakan Cina menguasai 17,04% pangsa ekspor dan 28,13% impor non migas Indonesia. Apabila beralih melihat sudut pandangn impor yang juga mengalami penurunan cukup drastic dari tahun sebelumnya hal tersebut juga bukan pertanda baik. Aktivitas dalam negeri yang terhambat dan gaya hidup masyarakat yang berubah mengikuti keadaan perekonomian mereka saat ini yang mengharuskan masyarakat hidup hemat dan menggunakan apa yang ada menjadikan nilai impor turun.

Harapan masyarakat bagi pemerintah untuk segera melakukan tindakan dengan mengeluarkan kebijakan yang dapat membuat perdagangan ekspor dan impor Kembali membaik seperti misalnya menggencarkan negosiasi dagang untuk memitigasi masalah gugatan perdagangan anti dumping ataupun subsidi untuk memperlancar proses ekspor di Indoneisa. Dengan melemahnya tingkat impor maka akan mengakibatkan industry dalam negeri mengalami kesulitan untuk memenuhi permintaan ekspor dan domestic sebab 75% impor yang dilakukan Indonesia merupakan bahan baku.

Oleh karena itu, pemerintah memfokuskan pertumbuhan perekonomian pada industry perdagangan internal atau dalam negeri namun tetap memperhatikan strateg untuk meningkatkan ekspor dengan memperkenalkan komoditas unggulan dari setiap daerah untuk bisa di ekspor.

Melihat keadaan saat ini sudah seharusnya masyarakat Indonesia dapat membantu meningkatkan perekonomian negara dengan mulai berbelanja di toko-toko tradisional agar meningkatkan pendapatan domestic sekaliigus meningkatkan angka kemiskinan yang terus bertambah setiapp harinya.