DEANAWATI INSANI WASILAH, MARET 2021 

LATAR BELAKANG DAN TEORI 

Distance then is not a simple continuum, but has a series of perceptual thresholds. In  that most important of all things in our lives, our relationships with others, distance is  critical and crucial, for it determines how we will interact.” (Lawson, Bryan. The  Language of Space. 2001) 

Jarak adalah salah satu hal yang penting dalam membangun sebuah dimensi sosial. Hal  tersebut juga dipengaruhi oleh persepsi kelima indera manusia. Kurang berfungsinya  salah satu indera dapat mempengaruhi interaksi manusia dengan manusia lain maupun  dengan lingkungan sekitarnya pada area sosial tersebut. 

Penyandang disabilitas netra adalah salah satunya. Menurut World Health Organization (WHO), penyandang disabilitas netra adalah seseorang yang tidak memiliki persepsi  terhadap cahaya atau seseorang yang memiliki persepsi terhadap cahaya namun kurang  dari 3/60 mata normal. Dengan kekurangan yang dimiliki, mereka menjadikan empat  indera mereka yang lain sebagai pengganti mata. Oleh karena itu, mereka memiliki cara  sendiri untuk berinteraksi dan merespon area sosial di sekitarnya.  

Memasuki area sosial bagi penyandang disabilitas netra bukanlah sebuah hal yang mudah. Pada umumnya manusia dengan penglihatan normal dapat menentukan sejauh mana  batasan dirinya dengan orang lain, mereka dapat menentukan itu karena kemampuan  melihat yang dimiliki, oleh karena itu area sosialnya pun semakin luas. Berbeda dengan  penyandang disabilitas netra yang harus menyantuh dan mendengar keadaan sekitar  terlebih dahulu. Penyandang disabilitas netra tidak bisa mengetahui batasan dengan area  sosial karena untuk dapat mengenalinya mereka harus mendekat terlebih dahulu, bahkan  terkadang sampai melewati jarak normal batasan manusia pada area publik. 

Oleh karena itu ketika memasuki area baru terutama area sosial yang mengharuskan  penyandang disabilitas netra berinteraksi dengan manusia lainnya, mereka membutuhkan 

seorang pendamping. Namun pendamping mereka tidak selalu bisa mengikuti mereka  setiap waktu. Hal ini menjadi salah satu penyebab semakin sempitnya area sosial bagi  penyandang disabilitas netra. 

Interaksi yang paling umum dilakukan oleh penyandang disabilitas netra di PSBN Wyata  Guna adalah interaksi dengan sesama penyandang disabilitas netra yang satu asrama  dengan mereka. Selain itu mereka berinteraksi dengan penyandang disabilitas netra  lainnya saat melakukan aktivitas harian di luar asrama. Namun interaksi mereka dengan  sesama penyandang disabilitas netra lainnya tidak semaksimal ketika berada di asrama  karena ketika di luar asrama mereka lebih fokus untuk mengerjakan aktivitasnya. 

Salah satu aktivitas penyandang disabilitas netra ketika berada di luar asrama adalah  makan siang bersama di ruang makan pada pukul 12.00 – 13.30. Sebenarnya aktivitas ini  mengharuskan penyandang disabilitas netra untuk makan siang bersama di ruang makan,  namun mereka memilih untuk mengambil makanan di area saji ruang makan kemudian  membawanya ke kamar untuk dimakan bersama teman asramanya. Alasannya selain  karena di ruang makan terkadang ada kucing datang dan mengganggu, mereka juga  merasa bahwa asramanya telah menjadi zona nyaman mereka. 

Adanya ruang makan bersama dapat dijadikan sebagai salah satu media dalam melatih  penyandang disabilitas netra untuk lebih siap menghadapi area sosial, dibutuhkan sedikit  pengembangan baik dalam desain maupun sistem yang dapat menyelesaikan masalah  tersebut. Oleh karena itu, tulisan ini dibuat dengan harapan dapat membuka sedikit  wawasan mengenai hal yang dibutuhkan untuk pengembangan selanjutnya. 

STUDI KASUS DAN ANALISA 

Metode yang digunakan untuk mengamati perilaku penyandang disabilitas netra selama  di ruang makan yaitu dengan observasi. Pada waktu istirahat makan siang, diletakkan  kamera tersembungi di dalam ruang makan tersebut, kemudian di analisis perilaku  penyandang disabilitas netra ketika di dalam ruang makan terutama di area saji.  

Pada ruang makan bersama di PSBN Wyata Guna area saji berfungsi untuk  menghidangkan makanan kepada penyandang disabilitas netra. Area ini terdiri dari dua 

buah meja, beberapa kursi, dan sebuah lemari penyimpanan. Berikut merupakan denah  ruang makan dan peletakan area saji. 

Gambar 1.1: Denah Ruang Makan (Sumber: Dokumentasi Peneliti) 

Pada denah di atas terlihat titik keramaian yang berpusat pada area saji AB1 dan area  makan AA. Area yang diberi warna merah adalah area yang menjadi jalur utama bagi  penyandang disabilitas netra, jadi ketika berada di ruangan ini mereka rata – rata berjalan  di area tersebut. Area makan AA adalah area makan yang terdekat dari pintu masuk  sehingga lebih memudahkan penyandang disabilitas netra untuk mencapainya. 

Pada area saji AB1 terdapat beberapa elemen yaitu meja makan panjang, kursi, dan lemari  penyimpanan di belakangnya. Di meja saji terdapat beberapa tempat untuk meletakkan  makanan. Di area ini penyandang disabilitas netra akan membuat antrian untuk bergantian  mengambil makanan maupun saling membantu dalam mengambilnya. 

Dari hasil observasi dapat diketahui bahwa penyandang disabilitas netra ketika berada di  area saji menjadi berinteraksi dengan sesama penyandang disabilitas netra, baik yang total  maupun yang low vision. Pada kasus ini area saji menjadi sebuah media yang dapat  memperluas ruang sosial bagi penyandang disabilitas netra.

Terdapat sebuah fenomena sosial yang terjadi di area saji ini. Penyandang disabilitas netra  low vision ketika berhadapan dengan penyandang disabilitas netra total saat mengambil  makanan akan saling membantu, kemudian pada akhirnya mereka makan bersama di meja  makan pada ruang makan tersebut. Berikut merupakan potongan dari video yang didapat  saat melakukan penelitian di ruang makan. 

Gambar 1.2: Area Saji (Sumber: Dokumentasi Peneliti) 

Dari observasi yang dilakukan dapat dilihat bahwa area saji menjadi sebuah media untuk  memperluas ruang sosial bagi penyandang disabilitas netra. Dengan adanya area saji ini,  penyandang disabilitas netra yang tadinya tidak mengenal dekat dapat saling membantu,  makan bersama, hingga bertukar pikiran di meja makan.  

KESIMPULAN DAN SARAN 

Area saji bisa jadi salah satu media untuk memperluas ruang sosial bagi penyandang  disabilitas netra, kebanyakan dari mereka tidak makan di ruang makan, namun mereka  tetap harus ke ruang makan untuk mengambil makanan di meja saji. Saat itu terjadi  interaksi antar penyandang disabilitas netra, mereka saling berbicara walaupun hanya  mengandalkan suara dan tidak tau apakah mereka saling berhadapan atau tidak, saling  membantu dalam mengambilkan makanan, hingga menjadi ikut makan di ruang makan  supaya bisa berinteraksi lebih lama dengan orang yang ditemui saat itu.  

Dengan pengembangan yang lebih baik, area saji ini dapat menjadi sebuah budaya baru  di PSBN Wyata Guna. Akan lebih baik lagi jika saat jadwal makan siang seluruh  karyawan PSBN Wyata Guna makan bersama di ruang makan, sehingga interaksi yang 

terjadi akan lebih beragam dan penyandang disabilitas netra akan menjadi lebih terbiasa  dengan ruang sosial, baik dengan sesame penyandang disabilitas, maupun dengan orang  berpenglihatan normal. 

DAFTAR PUSTAKA 

  • Lawson, Bryan. 2001. The Language of Space. Reed Educational and  Professional Publishing Ltd. 
  • World Health Organization. www.who.int. Diakses pada tanggal 10 Oktober  2016. 
  • World Health Organization. Change The Definition of Blindness.  www.who.int/blindness/Change%20the%20Definition%20of%20Blindness.pdf.  Diakses pada tanggal 10 Oktober 2016.