By. Nur Azmi Karim, SE,M.Si

          Persoalan yang sedang dihadapi perekonomian Indonesia sekarang cukup kompleks menyangkut berbagai dimensi ekonomi baik sistem maupun kelembagaannya. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia diawali dengan timbulnya krisis nilai tukar Rupiah sebagai konsekuensi dari sistem keuangan yang semakin terintegrasi secara global. Membaiknya perekonomian Indonesia dan ditunjang dengan stabilitas politik yang mantap dan kecenderungan penurunan suku bunga di negara maju mendorong masuknya aliran dana ke Indonesia dalam jumlah cukup  besar pada tahun 1990-an. Masuknya aliran modal ke dalam negeri disamping membawa berkah dapat mendorong laju investasi juga menimbulkan kekhawatiran kemungkinan terjadinya penarikan dana dalam jumlah besar dan dalam jangka waktu yang singkat dipicu oleh berbagai faktor domestik atau luar negeri (contagion effect) sehingga akan menggoyahkan fundamental ekonomi yang sudah terbina selama ini. Di samping itu yang menjadi pemicu utama krisis ekonomi di Indonesia adalah besarnya utang luar negeri swasta yang sebagian besar berjangka waktu pendek tapi diinvestasikan pada sektor ekonomi untuk jangka waktu panjang dan tingkat resikonya tinggi seperti sektor properti dan tidak dilindungi dari resiko pergerakan kurs (currency mismatching). Informasi yang berkaitan dengan interaksi ekonomi antara satu negara dengan negara lain terlihat dari data neraca pembayaran internasional.

          Neraca pembayaran internasional merupakan suatu catatan sistematis yang menunjukkan nilai aktivitas ekonomi suatu negara terhadap negara atau pihak asing selama satu periode tertentu. Sampai dengan triwulan IV 2003 neraca pembayaran Indonesia menunjukkan angka surplus sebesar 1.432 juta $ US turun dibandingkan dengan waktu yang sama tahun 2002 sebesar 2.217 juta $ US. Secara total nilai neraca pembayaran tahun 2003 mengalami surplus sebesar 3.654 juta $ US turun dibandingkan tahun 2002 sebesar 5.029 juta $ US (Bank Indonesia : SEKI).  Fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap dollar AS dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan stabil, hal ini terutama dipengaruhi oleh besarnya surplus neraca pembayaran yang disebabkan oleh penurunan defisit transaksi modal dan pada sisi lain meningkatnya surplus transaksi berjalan. Penguatan nilai mata uang Rupiah didorong semakin tingginya capital inflows menyusul semakin membaiknya fundamental makroekonomi Indonesia, menguatnya mata uang regional terhadap dollar AS, selisih yang cukup signifikan antara tingkat bunga domestik dan luar negeri serta respon positf terhadap lancarnya pelaksanaan pemilihan umum 2004.

Fluktuasi kurs Rupiah dipengaruhi baik oleh kebijakan moneter maupun kebijakan fiskal. Sejalan dengan pemberlakuan Undang-undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Sentral mengenai efektifitas kebijakan moneter pada sistem nilai tukar mengambang otoritas moneter telah mengubah sistem operasi kebijakan moneter dari sistem operasi berdasarkan intermediate targeting yang diterapkan selama penerapan sistem nilai tukar mengambang terkendali menjadi sistem operasi berdasarkan inflation targeting.