KONSEP KARYA KREATIF DOKUMENTER

 

Ide dan gagasan di buatnya sebuah karya film dokumenter contohnya “Angklung” Sebagai manifestasi budaya sunda yang Mendunia, tidak terlepas dari penghargaan terhadap karya-karya yang tidak hanya menjadi milik masyarakat Sunda – Jawa Barat, bangsa Indonesia bahkan dunia, akan tetapi sebuah momentum bangkitnya sebuah ekspresi berkesenian dan berkebudayaan sebuah bangsa, sebuah fenomena dari kebangkitan jiwa-jiwa berkesenian yang berlatar belakang biasa-biasa menjadi luar biasa. Seorang yang tulus dalam berkarya menjadikan bambu sebagai sebuah media ekspresi berkesenian, seorang seniman yang bersentuhan dengan alam di sekitarnya dan menjadikan bambu menjadi alat bunyi yang menghasilkan sebuah harmoni musik yang tadinya hanya dikenal oleh masyarakat di sekitarnya dan anak-anak sekolah, kini alat musik yang berbahan dasar bambu seperti angklung, calung, arumba atau yang lainnya menjadi terkenal ke mancanagera. Bahkan menjadi warisan dunia yang menjadi sejarah kekayaan milik bangsa Indonesia. Kekaguman ini tidak hanya menjadi semacam pengakuan semata, tetapi lebih dari itu adalah sebuah penghargaan kami sebagai pembuat karya untuk memberikan apresiasi terhadap pertumbuhan, pelestarian dan pengembangan seni budaya musik angklung khususnya, yang telah menjadi fenomena. Tidak hanya sekedar sebuah karya fenomenal, akan tetapi menjadi sebuah titik sejarah dan momentum bahwa seni tradisi berbicara di tingkat Penghargaan yang lebih tinggi. Dan musik bambu seperti musik Angklung sebagai warisan karya dunia, menjadi media komunikasi seni yang mampu juga menjadi pemersatu bangsa, berapresiasi bersama untuk mewujudkan semua citra seni yang masuk dalam diri sanubari setiap insan manusia, yang diberikan daya dan kekuatan untuk menghargai sebuah karya anak bangsa. Semangat mencipta dan berkarya dari sebuah masyarakat tradisi yang bersahaja dan menjadi sebuah fenomena seperti yang di buktikan dan angklung sudah menjadi bagian dari masyarakat dan kemudian menjadi fenomena mendunia. Untuk maksud dan tujuan itulah menggarap sebuah film. Pengertian dokumenter sendiri menurut beberapa penulis bisa simpulkan; pengertian dokumenter di hadapkan pada dua hal, yaitu sesuatu yang nyata, faktual (ada atau terjadi) dan esensial, bernilai atau memiliki makna. Suatu dokumen dapat berwujud konkret kertas dengan tulisan atau berkas-berkas tertulis (ijazah, diktat, catatan). Dapat pula berupa gambar, foto dan sesuatu kejadian, mikro film, film atau film video. Dalam dokumenter terkandung unsur faktual dan nilai. Jadi biarpun banyak catatan, foto atau materi lain yang berisi rekaman peristiwa dan kejadian-kejadian nyata tidak semua materi itu memiliki nilai dokumenter. (Wibowo,2007:145) Sedangkan menurut pendapat lainnya, kata dokumenter (dalam bahasa Inggris documentary) adalah kata yang mengarah pada sesuatu yang nyata, faktual, realita (rekaman fotografi dari kejadian sebenarnya). Documentary berasal dari kata document, sebuah film yang menggambarkan kejadian nyata, kehidupan dari seseorang, suatu periode dalam kurun sejarah, atau barangkali sebuah rekaman dari suatu cara hidup makhluk. Dokumenter berbentuk rangkuman perekaman fotografi berdasarkan kejadian nyata dan akurat.

Dokumenter selalu bersinggungan dengan dokumen-dokumen faktual berdasarkan kejadian-kejadian nyata (Prakosa.2008:123,124). Pendapat lain mengatakan, yang di maksud dengan film non-fiksi adalah film dokumenter, yaitu film yang mengambil peristiwa-peristiwa sejarah sebagai Film obyeknya, merekam peristiwa tersebut tanpa sedikitpun menafsirkan, mengambil sikap atau menilai peristiwa tersebut, seperti film-film berita, misalnya.

Adapun Proses Kreatif dari Ide sampai Bentuk  Film Dokumenter TV sebagai berikut :

Proses Kreatif dalam Dokumenter TV.

Dari Ide sampai Bentuk.

 

FILM MERUPAKAN “MOVING IMAGE. (Citra Bergerak)
Iwan Setiawan/DKV Binus Bandung.

adalah rangkaian Citra diam yang ditampilkan secara beruntun, sehingga memberi kesan pada mata kita sebagai gambar bergerak

Faktor-faktor yang mempengaruhi ide atau gagasan dan riset untuk merekontruksi adalah sentuhan sentuhan nilai seni dan pengalaman estetik terhadap dokumenter serta “Angklung” Sebagai manifestasi budaya sunda itu sendiri yang sudah berbaur dengan bentuk-bentuk seni lainnya (akulturasi) Dari ide gagasan-gagasan dan riset  tersebut itu kemudian akan di tuangkan dalam bentuk treatment, skrip ataupun skenario yang bentuknya masih bersifat verbalistik.

Tentunya dalam pembuatan skrip atau skenario ini akan dipengaruhi oleh perbagai hal yang merupakan kaidah-kaidah sastra serta dramaturgi (sastra drama).

Hasilnya hanya berupa gagasan awal sebagai bahan baku untuk diteruskan menjadi sebuah produksi  film. Merupakan barang mentah yang harus di kemas dalam proses kreatif untuk menjadi kemasan sebuah produksi film.

Sebagai alat pembentuk dalam kemasannya diperlukan adanya unsur teknologi, yakni teknik layar berupa teknik kamera, teknik pencahayaan (lighting) dan teknik editing dan Audio. Di samping itu harus dipadukan pula dengan unsur estetika yang mengarahkan pada bentuk-bentuk komposisi gambar, artistik, laku pemeran, struktur dramatik serta irama dan tempo, baik dalam pemenuhan laku dramatiknya maupun seni editingnya.

Dalam perwujudan proses kreatif tersebut akan membentuk sebuah film dokumenter. Pada dasarnya unsur-unsur pembentuk film tersebut terdiri dari dua unsur, yaitu :

  1. Naratif atau narasi kalau itu ada yang berpijak pada unsur skrip atau skenario. Dalam hal ini harus bisa tergambarkan adanya aspek ruang, waktu dan nuansa cerita.
  2. Adanya sinematik, yang terdiri dari :

 

Mise En Scene, yaitu di gunakan untuk menunjukan sebuah proses Sinematik yang terjadi dalam sebuah set secara literer artinya “Menata-dalam- scene”. Penyutradaraan, pemain, pengaturan posisi-posisi kamera, (Biran, 1997:120) segala hal yang berada. Terdiri dari elemen pokok, seperti setting atau latar, tata cahaya, kostum yang di gunakan dan makeup, serta akting

Sinematografi, merupakan tata kamera yang ada hubungannya dengan obyek yang akan  diambil. Editing merupakan suatu pemaduan atau penyuntingan gambar yang merupakan juga transisi antara shot yang satu dengan shot yang lainnya. Dari hasil pembentukan karya film dokumenter ini. Sebagai hasil rekonstruksi  menjadi sebuah karya filmis, harus memiliki balancing value (keseimbangan nilai) dengan dasar-dasar sentuhan nilai, sehingga nantinya bahasa filmis ini harus bisa dimengerti sebagai sesuatu yang komunikatif. Dalam arti lain hasil karya filmis ini harus

memiliki relevansi dengan apa yang menjadi dasar pemikiran dan alur pikir terhadap sentuhan-sentuhan nilai dokumenternya itu sendiri. Secara teknis, mengadopsi teknik-teknik serta karakteristik estetik dan artistika berdasarkan kaidah-kaidah filmis. Shot by shot akan di buat sedemikian rupa melalui teknik kamera, baik dalam sudut-sudut pandangnya (angle), camera movement maupun size visualnya. Hasilnya akan diupayakan sebagai sebuah bentuk filmis yang mengalir dengan memperbanyak bentuk visual nya. Hal tersebut sesuai dengan azas dasar cinematik yang mengemukakan visual sebagai substansinya. Artinya dalam prosesnya, akan mengarahkan film ini menjadi sebuah “Moving Image” (Citra Bergerak) yang direkam melalui bentuk-bentuk cahaya yang masuk pada teknik pita magnetik, kemudian disusun dalam sebuah citraan shot by shot menjadi sebuah keutuhan bentuk. Film Dokumenter TV yang utuh.

Sekian terimakasih….

“Salam Kreatif.

 

Iwan Setiawan//iwanone15@gmail.com