Sumber: freepik.com

Di era digital yang semakin canggih ini, media sosial telah menjadi platform utama bagi para pengguna untuk mencari informasi, baik dalam bentuk berita maupun hiburan yang dilakukan melalui perantara influencer kepada audiens atau netizen media sosial. Influencer memiliki peran penting sebagai penyebar informasi dan memiliki kemampuan marketing untuk mempengaruhi perilaku konsumen. Dengan jumlah pengikut yang tinggi, mereka akan menggaet audiens untuk berpartisipasi terhadap konten yang dibuat. Dalam hal ini, komunikasi yang terjadi tidak hanya terbatas pada pengiriman pesan satu arah, tetapi berkembang menjadi hubungan yang interaktif dan personal dengan audiensnya.

Hubungan antara influencer dan netizen merupakan contoh nyata dari bagaimana komunikasi dapat diterapkan dalam kehidupan teknologi yang modern ini. Tentunya, ada peran penting dari teori komunikasi juga dalam memahami bagaimana influencer mempertahankan hubungan dan kepercayaannya dengan audiens mereka.

Teori Uses and Gratifications 

Teori ini diciptakan oleh Elihu Katz, Jay G. Blumlerm, dan Michael Gurevitch, karena mereka melihat bagaimana audiens selalu memiliki hasrat secara psikologis dan sosial dalam memilih apa yang mereka inginkan dari media massa. Teori ini berfokus pada keaktifan individu dalam memilih dan menentukan media mana yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan juga kepentingan-kepentingan mereka. Mc.Quail mengasumsikan bahwa ada empat motif audiens mengonsumsi media, yaitu motif informasi, identitas, integrasi, dan hiburan. Jika motif yang menjadi kebutuhan audiens sudah terpenuhi, mereka akan menentukan skala kepuasannya yang menjadi dasar individu memilih suatu media. Dalam pekerjaan saya, pemahaman ini digunakan untuk mencari konten seperti apa yang dapat saya buat untuk memenuhi relevansi kepuasan audiens.

Dalam contoh realisasinya, banyak netizen yang mengikuti influencer untuk mendapatkan inspirasi yang meliputi gaya hidup, tips & trik, tutorial, atau motivasi. Sebaliknya, influencer memanfaatkan kebutuhan ini untuk menciptakan konten yang relevan dan menarik, sehingga mampu menciptakan audiens yang loyal.

Teori Parasocial Interaction

Ciri utama pada teori ini adalah interaksi satu arah, di mana audiens merasa memiliki hubungan personal dengan figur publik yang digemari. Melalui konten yang kreatif, memiliki karakteristik tersendiri, dan pola yang konsisten, akan tercipta ilusi bahwa influencer memiliki hubungan yang dekat dengan pengikutnya. Mereka cenderung menggunakan gaya komunikasi yang santai dan bersifat personal, misalnya saat mereka berbicara langsung ke kamera dengan gerak-gerik yang kasual atau berbagi cerita pribadi, untuk menciptakan kedekatan emosional. Hubungan ini sering kali menyerupai pertemanan, meskipun sebenarnya hanya terjadi di dunia maya.

Kemajuan teknologi berupa live streaming, fitur ‘balas’ pada kolom komentar, direct message, dan polling telah menciptakan peluang terjadinya interaksi dua arah yang memungkinkan dialog langsung antara influencer dan netizen. Hal ini tidak hanya memperkuat hubungan, tetapi juga memberikan ruang bagi audiens untuk merasa dihargai dan didengar sebagai penggemar meski tidak ada interaksi fisik di antara mereka. Namun, hubungan ini juga bersifat timbal balik dan menciptakan ekosistem komunikasi yang saling menguntungkan, dimana influencer mendapat pengaruh lebih besar, sementara netizen merasa dilibatkan dalam komunitas.

Secara keseluruhan, hubungan antara influencer dan netizen mencerminkan bagaimana komunikasi dan teknologi dapat berpadu menjadi kesatuan yang bermakna di ruang digital.

Dengan memahami kebutuhan audiens, menciptakan koneksi emosional dan menjaga kepercayaan, para influencer mampu membangun hubungan yang lebih dari sekedar pengikut-idola, yaitu menjadi komunitas, yang tidak hanya berperan dalam memberi dukungan, tetapi juga mengikuti perjalanan mereka melalui karya konten digital.