Badi Razak, S.Ds., M.Ds.

Melalui ragam bahasa, manusia dapat berkomunikasi atau saling bertukar pemikiran dengan manusia lainnya. Tingkat pemahaman yang setara dari bahasa yang akan digunakan, adalah faktor penting untuk memastikan bahwa apa yang ingin dikomunikasikan sender (pengirim) dapat tersampaikan secara sempurna oleh receiver (penerima) atau istilahnya tidak terjadi “miskom”. Sebagai mata pelajaran wajib di sekolah, bahasa lisan (ucapan) dan bahasa tulisan (aksara) pun diandalkan masyarakat modern sebagai cara berkomunikasi paling mudah. Contohnya seperti artikel yang sedang anda baca sekarang ini.

Selain bahasa yang memakai “kata-kata” peradaban dunia juga mewariskan sistem bahasa visual yang menggunakan “gambar-gambar”. Berbagai peninggalan situs dan artefak yang dulunya kita anggap sebagai karya seni rupa, ternyata bagi masyarakatnya bertujuan menjadi media untuk menyatakan gagasan atau kepercayaan mereka. Jenis komunikasi ini bertutur melalui perbendaraan unsur-unsur rupa seperti bidang, bentuk, warna, tekstur, ruang, dan lainnya. Seperti membaca paragraf buku yang runut, struktur objek ini tidak bisa dipandang sekilas (hanya dari estetika) karena sebenarnya memiliki alur/adegan yang saling berkaitan dalam menyusun narasi yang utuh. Candi Borobudur, Prambanan, dan Wayang Beber adalah contoh sarana interaksi masyarakat dalam kebudayaan Nusantara dengan makna yang hanya dapat terungkap atau dipahami kronologisnya melalui pendekatan bahasa visual (hasil disertasi Prof. Primadi Tabrani, Guru Besar FSRD-ITB).

Tidak mudah menafsirkan atau menyamakan persepsi dari sebuah sistem pengetahuan kebudayaan tertentu. Namun layaknya balita yang lebih riang belajar “membaca” gambar sebelum akhirnya mengenal tulisan, kemampuan kognitif manusia sebenarnya lebih mudah menghayati makna-makna simbolis dibandingkan harus membuka-buka gulungan kitab. Karena itulah, pemanfaatan bahasa visual sempat didominasi oleh institusi agama yang paling setia mendekorasi setiap komponen ibadah fisiknya demi menjaga keimanan.

Bahasa tekstual maupun visual sebenarnya tidak ada yang lebih berbobot. Semua memiliki keunggulan dan memperkaya khazanah pengetahuan akan komunikasi. Mungkin secara sederhana dapat dikatakan: Jika sebuah gagasan terkait dengan rekayasa atau teknik menghasilkan sesuatu, maka jelaskanlah dalam serangkaian kalimat yang rasional dan tuntas (faktor fisikal). Namun jika pesan diniatkan untuk menggugah kesadaran moral atau merubah sikap (faktor non-fisikal), maka berbicaralah melalui penampilan rupa dengan makna-makna yang dapat memberikan nilai tambah bagi kehidupan.