Secara sederhana sekularisasi dimaknai sebagai proses pemisahan agama dan negara. Pemisahan ini sejatinya dipicu oleh banyak faktor salah satunya adalah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang perlahan memengaruhi kehidupan/gaya hidup manusia kontemporer. Bermula dari negara Barat, gaung sekularisasi kini menjangkau seluruh dunia bahkan merongrong negara-negara yang berideologikan agama. Seruan ini terasa menohok dengan jargonnya: agama harus beroperasi di ruang privat. Agama adalah urusan pribadi seseorang yang tidak harus berkelindan dengan kebijakan bersama. Mengapa seruan agama harus beroperasi di ruang privat ini bergema? Ini terjadi karena agama dengan segala ajarannya juga institusi agama kerap membatasi aktualisasi kebebasan manusia. Bisa juga terjadi karena agama tidak bisa menjawab persoalan hidup manusia di zaman yang semakin maju ini. Konkretisisasi sekularisme ini ialah banyak orang menjadi atheis praktis. Pada sisi yang lain agama yang dibawa menjadi urusan publik memunculkan masalah baru seperti ketimpangan kebijakan publik, munculnya kelompok-kelompok sektarian yang bernafaskan agama dan lain sebagainya. Aneka fenomena ini semakin menguatkan seruan agar dalam tata hidup bersama urusan agama tidak dikaitkan dengan pemerintahan atau negara.
Dalam ranah kehidupan beragama setiap individu, sekularisme dengan spirit kebebasannya membawa individu pada situasi ketegangan dan kegamangan. Di satu sisi ia bebas namun di lain sisi ia bertanya tentang kebebasan mutlak yang dimilikinya itu. Bagi Charles Taylor sekularisasi membuat manusia kehilangan daya reflektif manusia dalam mengarungi pengalaman hidup harian. Kehilangan daya reflektif ini terjadi karena manusia mengabaikan “Yang Suci”. Inilah momen ketika manusia mengalami apa yang disebut sense of emptiness. Parasaan ini, demikian Taylor, dialami oleh manusia modern yang menginginkan kebebasan mutlak dan otonomitas. Dalam kebebasannya yang mutlak manusia merindukan keteraturan dan ajakan moral seperti yang ditawarkan oleh agama. Manusia yang bebas lantas mengalami pengalaman kekosongan. Kekosongan ini adalah hasrat manusia untuk hidup dalam tatanan harmonis dan serasi dengan Yang Suci yang telah lama hilang dari hidupnya. Refleksi Taylor ini mau mengatakan bahwa pengaruh dunia sekular saat ini dengan segala dampak yang dibawanya menggerogoti kehidupan beragama namun sekaligus juga memberikan ruang bagi tumbuhnya kesadaran akan pengalaman kepenuhan (sense of fullness) yakni kehidupan yang dijiwai oleh spirit agama.
Bagaimanapun seruan sekularisme merupakan tantangan bagi kehidupan beragama di Indonesia. Sebagai bangsa yang berideologikan Pancasila, pengakuan akan Tuhan adalah hal utama dan pertama yang melandasi hidup masyarakat Indonesia. Agama sebagai konkretisasi rasa religiusitas tersebut diakui keberadaannya. Hal inilah yang tersirat dalam sila pertama Pancasila. Hak untuk memeluk agama bagi para warganya pun merupakan hak asasi yang dimiliki oleh semua warga negara Indonesia. Kebijakan publik terkait hajat hidup orang banyak tak lepas dari kehidupan agama. Bahkan dalam setiap kabinet kerja presiden, departemen agama selalu muncul untuk mengurusi aneka hal yang berkaitan dengan kehidupan agama warga negara. Bisa dikatakan bahwa kebijakan pemerintah tidak bisa bebas dari aneka urusan agama.
Bagaimana menjawab tuntutan sekularisme di Indonesia? Indonesia pertama-tama bukan merupakan negara sekular. Bukan pula negara agama. Secara konstitusional sekularisme tidak dapat diterima dan diterapkan namun dalam pada ranah praksis dampak sekularisme menyasar kehidupan setiap pribadi. Agama kerap dipandang sebagai intitusi yang membelenggu kebebasan pribadi. Dalam tata hidup bersama aturan agama kerap dianggap merecoki dan membatasi sampai ke hal-hal yang sifatnya privat. Pada sisi yang lain pengaruh budaya Barat perlahan mempengaruhi sebagai generasi muda. Sekularisme harus dilihat sebagai kritikan konstruktif bagi bangsa Indonesia. Pada satu sisi dampak sekularisme membawa setiap pribadi pada identitas sebagai orang Indonesia yang memiliki cita rasa dan penghayatan religius yang tinggi sehingga dengan tenggelam dalam dampak sekular, colective reflection akan muncul dan keberadaan Pancasila sebagai dasar dan fondasi negara kita diperhitungkan. Dampak sekularisme memang membuat warga negara mengalami dekadensi moral namun sekularisme juga hendaknya dilihat sebagai sebuah interupsi bagi penghayatan keagamaan bangsa Indonesia. dengan kata lain sekularisme dengan segala pengaruhnya harus dilihat sebagai motivator yang membantu agama membenahi diri serta membawa penganutnya pada refleksi yang dalam tentang relasinya dengan Yang Ilahi.