Membahas konsep paseduluran sering kali dilihat dari sudut pandang penjual. Apakah memang hanya pihak penjual yang diuntungkan, sementara pembeli hanya menjadi obyek? Tentu tidaklah demikian, konsep paseduluran bisa diterima karena memberikan keuntungan untuk kedua belah pihak. Penjual memperoleh keuntungan dengan terciptanya loyalitas pelanggan sementara pelanggan juga mendapat beberapa keuntungan dengan paseduluran.

Contoh riil, ketika kita melihat sebuh toko kelontong didaerah perkampungan, banyak sekali pelanggan-pelanggan yang membeli barang tidak dengan cara tunai. Mereka mengambil barang terlebih dahulu dan akan membayarnya ketika mereka menerima gaji. Hal ini bisa terjadi karena mereka mengedepankan faktor paseduluran. Dalam kontek hubungan masyarakat, hidup bertetangga seperti hidup bersaudara. Bahkan ada ungkapan, lebih terasa bersaudara dengan orang yang hidup berdekatan dibanding saudara kandung yang berjauhan. Bertolak dari pemahaman inilah maka terjadi proses jual beli seperti yang dijelaskan diatas.

Bagi pembeli, membeli barang dengan harga yang sedikit lebih mahal tetapi bisa membayar mundur juga merupakan keuntungan. Dimana lagi mereka bisa membeli seperti itu kalau tidak ditempat yang sudah dikenal dengan baik. Hubungan baik memunculkan kepercayaan penjual untuk memberikan barangnya terlebih dahulu dengan pembayaran yang akan dilakukan kemudian. Hubungan timbal balik seperti ini tercipta dari semangat paseduluran.

Menjadi pertanyaan, bagaimana jika semua pelanggan melakukan hal yang sama? Tentu ini tidak boleh terjadi, paseduluran dalam batasan tertentu adalah positif, tetapi jika melewati batas akan menghancurkan bisnis. Perlu ditinjau dari sisi pengusaha seberapa besar dia bisa melakukan hal tersebut tanpa menggangu perputaran modal yang ada. Harus diperhitungkan secara cermat supaya tidak terjadi barang dagangan habis sementara uang belum ada yang masuk. Disinilah perlunya pemahaman masing-masing pihak untuk tidak saling merugikan. Salam Sukses-KL