KESANTUNAN DALAM MEDIA PESAN SINGKAT SEBAGAI WAHANA MENCAPAI TUJUAN KOMUNIKASI EFEKTIF
Perkembangan teknologi informasi saat ini sangat cepat dan tidak dapat terbendung sehingga memudahkan seseorang dalam berkomunikasi. Komunikasi yang dilakukan oleh manusia saat ini tidak hanya terbatas pada komunikasi lisan dan tulisan, namun juga komunikasi dalam bentuk virtual dengan memanfaatkan media jaringan seluler dan internet. Pemanfaatan jaringan seluler dan internet dalam konteks komunikasi yang dilakukan oleh masyarakat, contohnya seperti bertelepon, mengirim pesan singkat, dan bermedia sosial. Hal ini mempengaruhi cara berkomunikasi sesorang kepada orang lain.
Komunikasi yang dilakukan melalui internet, seperti kegiatan mengirim pesan singkat adalah salah satu cara berkomunikasi yang efektif dan efisien, karena lebih singkat, padat, jelas, tidak bertele-tele, dan murah daripada melakukan komunikasi menggunakan telepon. Faktor inilah yang membuat kita sebagai pengguna media pesan singkat, lupa cara berkomunikasi yang dapat dikategorikan sebagai komunikasi yang santun. Selain itu, kebiasaan buruk seperti menyingkat kata, penggunaan tanda baca yang berlebihan, dan pemanfaatan emotikon yang tidak tepat guna semakin melunturkan budaya santun pada komunikasi melalui media pesan singkat ini. Padahal, sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi budaya timur, tentu kebiasaan santun harus senantiasa diutamakan dalam berkomunikasi dengan siapapun.
Berikut ini adalah contoh 1 percakapan dalam media pesan singkat.
A : Ntar mlm jd g?
B : Iy, di tmpt biasanya.
Cara berkomunikasi seperti contoh 1 tersebut biasa kita lakukan dalam kegiatan chat dengan seseorang yang sudah lama kita kenal atau sebaya. Hal tersebut ditandai dengan tidak adanya batasan komunikasi antara A dan B. Keduanya memahami makna dalam percakapan tersebut.
Contoh 2.
A : Pak, apakah bisa ketemuan di kantor? Ingin minta tanda tangan.
B : Ini siapa? Ya, silakan.
A : Ok Pak saya segera ke sana.
B : Maaf saya ada rapat mendadak pagi ini. Besok saja.
A : Siap Pak.
Kutipan percakapan pada contoh 2 tersebut sering dilakukan antara mahasiswa (A) dan dosen (B). Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi cara berkomunikasi tersebut, seperti (1) dominasi komunikasi nonformal dalam kehidupan sehari-hari, (2) komunikasi sebaya, dan (3) rendahnya tingkat kesantunan dalam komunikasi.
Tingkat kesantunan dapat diukur melalui berbagai hal seperti yang dikemukakan oleh Lakoff (1973) dan Leech (1983). Lakoff (1973) mengemukakan bahwa terdapat tiga kaidah yang harus dipatuhi untuk menerapkan kesantunan, yaitu (1) formalitas (formality), (2) ketidaktegasan (hesitancy), dan (3) kesamaan atau kesekawanan (equality atau cameraderie). Sedangkan Leech (1983) mengembangkan ukuran kesantunan menjadi enam maksim yaitu (1) maksim kebijaksanaan, (2) maksim kedermawanan, (3) maksim pujian, (4) maksim kerendahhatian, (5) maksim persetujuan, dan (6) maksim simpati. Dilihat dari teori tersebut, maka ukuran kesantunan yang paling sesuai dengan budaya kita adalah teori Leech.
Seseorang dapat dikategorikan santun dalam berkomunikasi melalui media pesan singkat, jika memenuhi salah satu dari enam maksim yang dijelaskan oleh Leech. Penerapan salah satu maksim kesantunan dalam media komunikasi pesan singkat dapat dilakukan ketika kita berkomunikasi pada situasi formal, pada orang yang dihormati, dan orang tua. Berikut ini adalah contoh penerapan salah satu maksim kesantunan dalam media komunikasi pesan singkat.
Contoh 3
A : Selamat Pagi, Pak Gamal. Saya Pandu, mahasiswa Bapak dari jurusan kewirausahaan. Mohon maaf jika saya mengganggu waktunya. Apakah hari ini Bapak ada di kantor? Bila tidak berkeberatan, hari ini saya ingin meminta tanda tangan Bapak untuk melaksanakan ujian sidang skripsi pada minggu depan (memenuhi prinsip kebijaksanaan Leech).
B : Ya, Silakan.
A : Terima kasih, Pak. Saya akan kesana pagi ini pukul 08.00 WIB. Untuk mempermudah proses tanda tangan, pada bagian draft skripsi akan saya beri tanda supaya Bapak tidak kesulitan mencari halamannya. Sekali lagi terima kasih, Pak (memenuhi prinsip kedermawanan Leech).
B : Baik, saya tunggu di kantor jam 8.
Pada contoh 3 tersebut, percakapan antara mahasiswa (A) dengan dosen (B) memenuhi maksim kesantunan yaitu prinsip kebijaksanaan dan prinsip kedermawanan yang dijelaskan oleh Leech. Selain itu, sebagai seorang mahasiswa (A) tentu sudah selayaknya bersikap santun pada orang yang harus dihormati, dalam hal ini adalah dosen (B). Hal ini dilakukan untuk mencapai tujuan komunikasi yang efektif. Selain itu, jika berkomunikasi dengan orang yang lebih dihormati dengan memanfaatkan media pesan singkat, awali terlebih dahulu dengan ucapan salam dan memperkenalkan diri meskipun sudah sering berkomunikasi dengan orang tersebut. Hal ini sebagai identitas kita sebagai orang timur yang menjunjung tinggi kesantunan. Selain itu, untuk memperkuat tingkat kesantunan ada baiknya jika selalu mengucapkan terima kasih pada orang yang telah membantu dan mengucapkan permohonan maaf jika merasa bersalah. Mengucapkan salam adalah bagian dari maksim simpati, mengucapkan terima kasih adalah bagian dari maksim pujian, dan memohon maaf adalah bagian dari maksim kerendahhatian Leech.
DAFTAR RUJUKAN
Chaer, A. (2010). Kesantuanan Berbahasa. Jakarta : Rineka Cipta.
Lakoff, R. (1973). The Logic of Politeness: Or, Minding Your p’s and q’s. Chicago Linguistic Society, 8, 292-305.
Leech, G. (1983). Principles Of Pragmatics. Harmondsworth: Penguin.
Comments :