Teori Agenda Setting dan Framing dalam Media Relations
Adhimurti Citra Amalia S.Ant,.M.Med.Kom
Mengenal Agenda Setting dan Framing dalam Sebuah Media Relations
Teori Agenda Setting pertama kali dikemukakan oleh Maxwell McCombs dan Donald Shaw pada tahun 1972 dalam studi klasik mereka tentang pemilihan presiden di Chapel Hill, North Carolina. Teori ini berfokus pada gagasan bahwa media tidak hanya melaporkan fakta, tetapi juga memainkan peran kunci dalam menentukan isu-isu mana yang dianggap penting oleh masyarakat. Dengan kata lain, media memiliki kekuatan untuk “mengatur agenda” publik dengan memprioritaskan isu-isu tertentu di atas yang lain.
1. Dasar Teori Agenda Setting
Teori Agenda Setting berargumen bahwa ada korelasi kuat antara masalah yang dianggap penting oleh media dan masalah yang dianggap penting oleh masyarakat. Ketika media memberi perhatian besar pada suatu isu, masyarakat cenderung menganggap isu tersebut sebagai hal yang penting. Ini bukan berarti media secara langsung memberitahu masyarakat apa yang harus dipikirkan, tetapi lebih pada aspek apa yang harus mereka pikirkan.
Sebagai contoh, selama masa kampanye politik, jika media terus-menerus meliput isu tentang ekonomi, masyarakat kemungkinan besar akan memandang ekonomi sebagai masalah utama yang harus dihadapi oleh para calon pemimpin. Demikian pula, ketika media sering meliput berita tentang kejahatan, masyarakat mungkin akan merasa bahwa kejahatan adalah masalah yang lebih serius daripada isu-isu lainnya, meskipun statistik mungkin menunjukkan sebaliknya
2. Tahapan Agenda Setting
- Agenda Setting Primer (First-Level Agenda Setting): Pada tahap ini, media menyoroti isu-isu tertentu, yang menyebabkan masyarakat menganggap isu-isu tersebut penting. Ini terkait dengan frekuensi dan volume liputan media terhadap suatu isu.
- Agenda Setting Sekunder (Second-Level Agenda Setting): Tahap ini lebih fokus pada atribut spesifik dari isu yang disoroti. Media tidak hanya menentukan isu mana yang penting, tetapi juga bagaimana isu tersebut harus dipahami. Misalnya, dalam liputan tentang perubahan iklim, media dapat memilih untuk menekankan aspek-aspek tertentu seperti dampak ekonomi atau lingkungan, yang pada gilirannya memengaruhi cara masyarakat memandang masalah tersebut.
Dampak Agenda Setting dalam Media Relations
Dalam konteks media relations, pemahaman tentang Teori Agenda Setting sangat penting. Public relations (PR) professionals sering kali bekerja untuk menempatkan isu-isu tertentu di garis depan media, dengan harapan bahwa isu tersebut akan mendapatkan perhatian publik yang lebih besar. Ini bisa melibatkan pembuatan siaran pers, menyelenggarakan konferensi pers, atau membangun hubungan dengan jurnalis untuk memastikan bahwa isu atau pesan yang diinginkan mendapatkan liputan yang memadai.
Misalnya, sebuah perusahaan yang ingin menonjolkan inisiatif lingkungan mereka mungkin akan bekerja keras untuk memastikan bahwa media meliput kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan keberlanjutan. Dengan demikian, mereka berupaya untuk menetapkan agenda tentang pentingnya keberlanjutan dalam persepsi publik.
Mengapa kita perlu belajar teori Agenda Setting dan Framing dalam Media Relations? Media Relations adalah salah satu pekerjaan dalam Public Relations yang terbatas pada interaksi dengan para pekerja media seperti jurnalis, reporter, editor, blogger, dsb. Pekerjaan Media Relations tidak hanya seputar meng-handle press release, press conference, atau social media. Tetapi yang tidak kalah penting adalah teori ini dapat membantu kita para praktisi PR untuk memahami alasan mengapa kita memilih media, dan bagaimana cara kita bekerja dengan media tersebut.
Agenda Setting adalah menciptakan public awareness (kesadaran masyarakat) dengan menekankan sebuah isu yang dianggap paling penting untuk dilihat, didengar, dibaca, dan dipercaya di media massa. Sebagai contoh misalnya tim redaksi Mata Najwa. Dalam menentukan topik apa yang akan diangkat tiap minggu, biasanya mereka akan mengumpulkan isu-isu yang potensial dan memiliki banyak nilai berita yang bisa menarik perhatian publik. Misalnya isu tentang banjir Jakarta, Sunda Empire, atau virus corona. Dari sekian banyak isu ini, mereka akan memilih dan menekankan satu isu yang dianggap paling penting, misalnya tentang virus corona. Apabila satu media memberitakan tentang isu virus corona, biasanya semua media akan ikut memberitakannya, dan itu semua adalah bagian dari Agenda Setting media.
Sedangkan Framing bagaimana media menempatkan sebuah berita dan memberikannya makna tertentu. Sebagai contoh misalnya berita tentang virus corona tadi. Media online detikhealth mungkin akan fokus dengan topik-topik kesehatan seperti bagaimana caranya menghindari virus corona. Koran Kompas mungkin akan fokus ke dampak virus corona terhadap perekonomian Indonesia. Atau Metro TV akan fokus kepada bagaimana virus corona dipolitisasi oleh beberapa pejabat yang memiliki kepentingan. Topiknya bisa jadi sama, tapi cara mem-framingnya berbeda-beda.
Baca Juga: Media Relations Sebagai Konsistensi Public Relations dalam Membangun Reputasi Perusahaan
Jadi intinya kalau Agenda Setting tadi fokus pada apa isu yang diberitakan, Framing fokus pada bagaimana isu itu diberitakan. Kemudian apa peran Public Relations dalam konteks pekerjaan Media Relations di sini? Sebagai seorang PR, kita dapat berperan sebagai narasumber yang memberikan informasi kepada media. Sehingga kita juga dapat ikut berperan untuk menentukan headline dan isi berita yang ada di media setiap harinya.
Oleh karena itu penting bagi kita untuk mengetahui tentang teori Agenda Setting dan Framing. Melalui Agenda Setting, kita tahu bagaimana media memilih sebuah isu yang dianggap penting. Sedangkan Framing membuat kita aware bahwa media memiliki kemampuan untuk membingkai sebuah isu sesuai dengan kepentingannya sendiri. Sehingga kita juga perlu hati-hati ketika memberikan informasi kepada media, sebelum diangkat menjadi berita yang disampaikan ke publik.
Teori Framing: Membangun Narasi dan Interpretasi
Teori Framing, yang juga dikenal sebagai kerangka media, adalah konsep yang lebih dalam dan kompleks dibandingkan dengan Teori Agenda Setting. Teori ini berfokus pada bagaimana media membingkai atau menyusun suatu isu, yang pada gilirannya memengaruhi cara isu tersebut dipahami oleh publik. Gagasan utama dalam Teori Framing adalah bahwa cara penyajian informasi dapat mempengaruhi interpretasi audiens.
Pengertian Dasar Teori Framing
Teori Framing menyatakan bahwa media tidak hanya menentukan isu apa yang penting, tetapi juga bagaimana isu tersebut disajikan. Ini mencakup pilihan kata, sudut pandang, dan aspek mana dari cerita yang disoroti atau diabaikan. Dengan membingkai isu dalam konteks tertentu, media dapat memengaruhi bagaimana audiens memproses dan memahami informasi tersebut.
Sebagai contoh, pemberitaan tentang pemotongan anggaran pemerintah bisa dibingkai sebagai langkah penghematan yang diperlukan untuk mengurangi defisit, atau sebagai tindakan yang merugikan kelompok masyarakat tertentu. Cara framing ini akan mempengaruhi apakah audiens melihat pemotongan anggaran tersebut sebagai hal yang positif atau negatif.
Elemen Kunci dalam Framing
Ada beberapa elemen kunci dalam Teori Framing yang perlu dipahami:
- Frame Building: Ini merujuk pada proses di mana jurnalis atau pembuat konten media memilih aspek-aspek tertentu dari realitas dan menunjukkannya dalam berita. Proses ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk nilai berita, ideologi, tekanan dari pemilik media, dan kebutuhan untuk menarik audiens.
- Frame Setting: Ini adalah tahap di mana frame yang dibangun oleh media mulai mempengaruhi pemahaman audiens. Frame setting melibatkan pengaruh media terhadap interpretasi audiens, di mana audiens cenderung memahami isu sesuai dengan frame yang disajikan oleh media.
- Frame Resonance: Ini adalah sejauh mana frame tertentu beresonansi dengan audiens. Frame yang beresonansi dengan baik adalah frame yang sesuai dengan nilai-nilai, keyakinan, atau pengalaman audiens, sehingga lebih mudah diterima dan diinternalisasi.
Jenis-jenis Framing
Framing dalam media dapat terjadi dalam berbagai bentuk, di antaranya:
- Episodic Framing: Framing yang berfokus pada kejadian atau peristiwa spesifik, seringkali tanpa memberikan konteks yang lebih luas. Misalnya, laporan tentang tindakan kriminal yang hanya fokus pada kejadian tunggal, tanpa menghubungkannya dengan isu-isu sosial yang lebih besar.
- Thematic Framing: Framing yang memberikan konteks lebih luas, menghubungkan kejadian dengan tren atau isu-isu sosial yang lebih besar. Contohnya adalah liputan tentang kemiskinan yang tidak hanya fokus pada satu keluarga miskin, tetapi juga pada faktor-faktor ekonomi dan sosial yang lebih luas.
Dampak Framing dalam Media Relations
Dalam media relations, memahami bagaimana framing bekerja sangat penting untuk merancang pesan yang efektif. PR professionals perlu menyadari bagaimana isu yang mereka promosikan mungkin dibingkai oleh media, dan bagaimana mereka dapat mempengaruhi framing tersebut untuk mendukung tujuan komunikasi mereka.
Misalnya, sebuah organisasi nirlaba yang berfokus pada pendidikan dapat bekerja untuk memastikan bahwa media membingkai cerita mereka dalam konteks positif, seperti meningkatkan akses pendidikan, daripada hanya berfokus pada tantangan atau masalah yang dihadapi.
Comments :