Eflina N.F. Mona, S.IKom., M.I.Kom.

Momen “langka” yang menyediakan lebih dari 90% aktivitas masyarakat hampir di seluruh dunia untuk berada di rumah bagi mereka yang ada di Indonesia akan segera menghadapi babak baru. Momentum puasa dan lebaran adalah agenda tahunan bagi seluruh perantau untuk bisa kembali menikmati suasana berkumpul bersama keluarga di kampung halaman.

 MUDIK adalah hal yang sudah menjadi budaya yang ada di Indonesia sejak dulu. Memberi kesempatan bagi para pekerja di tanah rantau untuk membawa hasil jerih payah bekerja mereka selama merantau. Di tengah kondisi saat ini, MUDIK menjadi hal paling disoroti, baik oleh kalangan masyarakat pelaku mudik yang biasanya sudah mulai bersiap menyambut momen tersebut, ataupun pemerintah sebagai pusat kebijakan. Pemerintah sudah mulai meyuarakan dan menghimbau untuk tidak melakukan mudaik puasa dan lebaran tahun ini demi benar-benar emurus rantai penyebaran COVID-19.

Pemeritah DKI Jakarta yang lebih duli menghimbau dan mengkampanyekan hal tersebut, bahkan meniadakan seluruh kegiatan mudaik gratis yang biasanya rutin diadakan setiap tahun. Hal ini bukan perkara yang mudah. Tidak semua paham kondisi yang saat ini terjadi, bahkan mungkin sebagian lagi merasa masa bodoh dengan apa yang saat ini terjadi.

Denagn perkembangan teknologi saat ini, mudik bisa disiasati menjadi lebih memungkinkan, tanpa harus beranjak dari rumah dan tanpa harus ikut menjadi penyebar malapetaka. Yang harus disadari adalah, biasanya banyak juga mereka yang tidak mudik lebaran degan alasan belum cukup uang, atau karena justru usaha sdang ramai saat menjelang lebaran. Momen ini justru diuji kebalikannya. Manfaatkan seluruh aplikasi social networking yang dimiliki untuk bisa tetap “berjabat tangan” denagn sanak keluarga. Mengingat sayang dengan menjaga keselamatan mereka.

Video call adalah salah satu yang paling mudah digunakan, bisa menggunakan aplikasi whatsapp, skype, instagram video, atau bahkan dengan aplikasi meeting online yang biasa digunakan untuk bekerja selama WFH untuk tujuan bersilaturahmi. Hal-hal tersebut kiranya cukup membantu silaturahmi “dari rumah”, yang terhalang dengan situasi yang tidak memungkinkan. Jadilah pejuang kesehatan dengan memaksimalkan usaha mendukung kebijakan pemerintah dengan #stayathome. Jadi pelopor dan bagian digitalisasi, tanpa mengurangi esensi silaturahmi yang sebenarnya.