Definisi Influencer Menurut Para Ahli

Menurut Hariyanti & Wirapraja (2018: 141), influencer adalah seseorang atau figur dalam media sosial yang memiliki jumlah pengikut yang banyak atau signifikan, dan hal yang mereka sampaikan dapat mempengaruhi perilaku dari pengikutnya. Dalam konteks ini, influencer tidak hanya menjadi penyampai pesan, tetapi juga menjadi panutan yang bisa membentuk pola pikir dan kebiasaan audiens mereka.

Sedangkan menurut Brown & Hayes (2008: 52) dalam bukunya Influencer Marketing: Who Really Influences Your Customers?, influencer adalah pihak ketiga yang secara signifikan membentuk keputusan pembelian pelanggan, tetapi mungkin pernah ikut bertanggung jawab untuk itu. Penggunaan kata “mungkin” di sini menjadi menarik karena menyiratkan keraguan: sejauh mana influencer bertanggung jawab atas pesan yang mereka sampaikan?

Peran dan Tanggung Jawab Influencer di Era Digital

Media sosial telah menjadi lahan subur bagi lahirnya figur-figur baru yang dikenal sebagai influencer. Keberadaan mereka tidak bisa dilepaskan dari arus informasi dan komunikasi yang begitu masif di platform digital. Influencer kerap menjadi jembatan antara brand dengan konsumen, antara gagasan dengan publik, serta antara gaya hidup dengan tren yang terus bergulir. Namun, apa sebenarnya makna dari influencer dan seberapa besar pengaruh mereka terhadap masyarakat?

Antara Pengaruh dan Tanggung Jawab

Kutipan dari Brown & Hayes membuka ruang diskusi yang mendalam. Jika influencer memiliki pengaruh terhadap keputusan pelanggan, apakah mereka juga bertanggung jawab atas hasil dari keputusan tersebut? Ataukah mereka hanya sekadar menyampaikan informasi, tanpa peduli pada dampak lanjutan? Ini menjadi isu etis yang harus dipahami oleh para influencer dan juga pengikutnya.

Siapa saja Influencer  Indonesia

Nama-nama seperti Raditya Dika, Arief Muhammad, Diana Rikasari, Keenan Pearce, Rachel Vennya, Atta Halilintar, Awkarin, hingga Lucinta Luna tentu sudah tidak asing lagi di telinga publik Indonesia. Mereka adalah contoh nyata bagaimana seseorang bisa memiliki pengaruh besar melalui platform digital. Dengan jutaan pengikut, konten mereka bisa menyebar luas dan membentuk opini publik.

Konten yang mereka hasilkan sangat beragam, mulai dari vlog harian, ulasan produk, opini sosial, hingga konten hiburan. Beberapa di antaranya menginspirasi dan mengedukasi, namun tidak sedikit juga yang kontroversial dan hanya menjual sensasi.

Influencer Sebagai Sarana Promosi

Dalam dunia pemasaran, influencer kini menjadi bagian dari strategi promosi yang efektif. Perusahaan memanfaatkan kekuatan personal branding para influencer untuk menjangkau target pasar secara lebih organik. Bentuk kolaborasi pun beragam, mulai dari endorsement, paid promote, hingga brand ambassador.

Namun demikian, di balik potensi komersial yang besar, para influencer dihadapkan pada dilema: bagaimana menjaga keseimbangan antara idealisme konten dengan tuntutan pasar. Ayu Utami dalam acara Indonesia Creative Meetup Vol. 7 pernah menyatakan bahwa banyak content creator kini berada di persimpangan antara menjaga idealisme atau menjadi lebih komersil.

Etika dalam Dunia Influencer

Kembali pada peran sebagai content creator, influencer perlu mempertimbangkan aspek etika dalam menyusun kontennya. Pertanyaan penting yang harus mereka ajukan adalah: apakah konten ini layak dikonsumsi publik? Apakah pesan yang disampaikan membawa dampak positif?

Prince Ea, seorang seniman dan influencer internasional, pernah menyampaikan dalam akun Instagram-nya, “That word influencer, is interesting to me. Because it’s like, we’re influencing people to do what?… when people come to your page, do they walk away better or worse?” Kutipan ini menantang semua influencer untuk merefleksikan dampak dari kehadiran mereka di dunia digital.

Dampak Positif dan Negatif

Pengaruh yang dimiliki oleh influencer bisa mengarah pada dua sisi: positif dan negatif. Positifnya, influencer bisa menjadi agen perubahan sosial, menyebarkan informasi bermanfaat, dan memotivasi publik untuk berbuat lebih baik. Contoh nyatanya adalah kampanye kesehatan mental yang digerakkan oleh beberapa influencer di Indonesia.

Namun, sisi negatifnya juga nyata. Ketika influencer menyebarkan hoaks, gaya hidup konsumtif, atau standar kecantikan yang tidak realistis, mereka bisa menimbulkan tekanan sosial yang tidak sehat di kalangan pengikutnya..

Kesimpulan

Influencer bukan hanya sekadar profesi baru di era digital, tetapi juga simbol dari pergeseran paradigma komunikasi dan pemasaran. Pengaruh besar yang mereka miliki harus diimbangi dengan kesadaran akan tanggung jawab sosial. Influencer yang bijak adalah mereka yang tidak hanya mengejar popularitas dan keuntungan, tetapi juga berkomitmen untuk memberikan dampak positif bagi masyarakat.

Dalam dunia yang semakin terhubung ini, setiap individu sejatinya adalah influencer bagi lingkungannya. Maka, pertanyaannya seperti yang diajukan Prince Ea: “When people come to your page, do they walk away better or worse?” adalah cermin yang layak kita renungkan bersama.