Bank sebagai lembaga keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan kegiatan perekonomian suatu negara tidak pernah terlepas dari lalu lintas pembayaran uang, dimana industri perbankan memegang peranan yang sangat strategis sehingga dapat dikatakan sebagai pusat dari sistem perekonomian. Kegiatan pokok bank yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dengan tujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pertumbuhan ekonomi serta stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia secara menyeluruh merupakan fungsi bank sebagai intermediary service.

Pertumbuhan ekonomi digital berkembang sangat cepat, hampir semua perbankan dan perusahaan-perusahaan besar bertransaksi dengan menggunakan bantuan teknologi begitu juga perbankan yang sekarang banyak sekali membuka produk-produk baru yang dapat di akses melalui teknologi yang mungkin dapat mempermudah transaksi nasabah. Teknologi aplikasi dalam perbankan dinamakan digital banking yang merupakan layanan perbankan dengan memanfaatkan teknologi digital untuk memenuhi kebutuhan nasabah demi mewujudkan ekonomi digital seperti yang dicita-citakan banyak sekali produk baru yang di keluarkan perbankan seperti internet banking, mobile banking, video banking, sms banking dan phone banking. Beberapa bank juga telah meluncurkan layanan keuangan tanpa kantor (branchless banking) sesuai dengan kebijakan OJK yang utamanya ditujukan untuk masyarakat yang belum memiliki akses ke perbankan lalu bagaimana legalitas dan moralitasnya, untuk lebih memahami kaitannya dengan legalitas dan moralitas penulis akan memaparkan tentang hal tersebut dalam makalah ini.

Bank 1.0

Bank 1.0 mendeskripsikan cara kerja bank yang masih menitikberatkan pada perangkat fisik seperti penggunaan ATM, ketersediaan kantor cabang serta interaksi tatap muka dalam bertransaksi. Selain itu, pembukuan / dokumentasi transaksi dalam bank 1.0 ini masih sangat bergantung pada pembukuan fisik dalam media kertas. Cara kerja bank 1.0 ini mulai tergeser oleh inovasi perbankan selanjutnya yang disebut bank 2.0. The Wall Street Journal mengabarkan bahwa bank negara terbesar di Amerika, Bank of America, telah menutup sebanyak 600 cabang di tahun 2011, atau sekitar 10% dari total cabang yang dipunyai. Di beberapa negara berkembang pada awal tahun 1990an, nasabah mengunjungi kantor cabang sebanyak beberapa kali dalam sebulan. Jumlah tersebut menurun sekitar 90% di masa sekarang menjadi 2 sampai 3 kali kunjungan per tahun.

Bank 2.0

Brett King (2012) mengemukakan bahwa Bank 2.0 menandai adanya peningkatan penggunaan media online dalam kegiatan perbankan. Pada tahun 1990an mengikuti lahirnya internet serta perkembangan penggunaannya di banyak lini kehidupan semakin mendorong masyarakat dalam menggunakan media ini dalam bertransaksi. Sebagai akibatnya, hal ini menuntut adanya pengembangan sistem yang ramah pengguna dan aman. Menjelang tahun 2000an hingga sekarang transaksi perbankan semakin banyak dilakukan melalui perangkat bergerak dengan munculnya ponsen pintar 3G untuk transaksi perbankan dasar, apps yang mendukung pembayaran, transfer dan detail akun. Beberapa bank pada saat ini juga menyediakan deposit saldo melalui foto. Selain itu, perangkat bergerak saat ini juga sudah jamak menyediakan fungsi pendeteksian lokasi ATM. Imbasnya, hal ini semakin menurunkan kebutuhan untuk mengunjungi kantor cabang bank untuk aktivitas dasar perbankan.

Bank 3.0

Pada Bank 3.0, King membahas bagaimana konsumen cenderung tidak melihat perbankkan pada bidang modal, jaringan cabang, produk dan harga. Sebaliknya, pelanggan lebih cenderung menjadi mitra perbankan dengan cara mereka dapat mengakses akun mereka saat diperlukan, dan seberapa banyak mereka mempercayai penyedia fasilitas untuk melakukan bisnis atas nama mereka. Pada buku yang ketiga ini yang paling penting adalah pengiriman digital, pembayaran, media sosial, dan kekuatan ‘big data’. Pasar telah berubah secara signifikan kurang lebih bagaimana konsumen terlibat dengan lembaga keuangan mereka. Dibandingkan dengan dua tahun lalu (2010), bank tradisional memiliki tantangan yang lebih besar dari sebelumnya karena perpindahan dari perspektif distribusi yang beralih ke mobile dan digital. Kemudian Orang-orang mulai mengambil pandangan fungsional dan kegunaan tentang perbankan, itulah sebabnya judul buku ke 3,’perbankan bukan lagi tempat yang Anda tuju, tetapi sesuatu yang Anda lakukan’. Bank 3.0 adalah tentang transisi dari perbankan bergantung pada struktur fisik ke perbankan yang dapat dilakukan pada suatu waktu dan tempat yang paling nyaman bagi pelanggan untuk melakukan transaksi. Ini adalah tentang bentuk keterlibatan dan pengalaman baru yang memanfaatkan kekuatan internet tanpa mengorbankan ‘sentuhan manusia’. Ini adalah tentang memanfaatkan potensi data besar untuk interaksi 1: 1 yang lebih baik dan pemasaran yang lebih kuat.

Bank 4.0

King dalam bukunya Bank 4.0 Banking Everywhere, Never at a Bank mengungkapkan bahwa Bank 4.0 tidak lagi tentang penyimpanan nilai uang, pembayaran dan pemberian kredit. Bank 4.0 akan tertanam di mobil sehingga nasabah bisa membayar secara drive through tanpa harus menempelkan kartu plastik, atau mobil otomatis tanpa pengemudi yang bisa menghasilkan penghasilan dan membayar tarif toll sendiri. Bank 4.0 juga akan tertanam di asisten pintar berbasis suara seperti Alexa dan Siri, yang siap menjalankan perintah untuk membayar, memesan, transaksi, cek saldo, menabung ataupun berinvestasi. Selain itu, ia juga akan menjadi fitur kacamata pintar yang bisa memberitahu ketika pengguna menonton televisi atau melihat mobil baru, apakah ia mampu membelinya dengan mempertimbangkan kondisi finansialnya. Bank 4.0 adalah tentang kemampuan mengakses manfaat bank di manapun dan kapanpun solusi keuangan dibutuhkan, saat itu juga, sesuai karakter unik pengguna masing-masing.

KESIMPULAN

Penting tidaknya implementasi Bank 4.0 tergantung bagaimana masing-masing bank sudah beradaptasi dengan karakter dan kebiasaan pengguna saat ini. Hal ini tentang bagaimana bank beradaptasi dengan dunia yang serba terhubung, menghilangkan batasan dan memungkinkan kebermanfaatan di banyak hal. Perubahan dalam semantik dan dunia ter-augmentasi ini terjadi menyusul perkembangan teknologi di luar perbankan dan permintaan pengguna yang terus menerus akan terobosan baru dalam meningkatkan taraf hidup mereka. Penolakan terhadap adopsi seperti ini sama halnya dengan menolak kenyataan bahwa ponsel pintar dan kecerdasan buatan berbasis suara sudah menjadi kebutuhan masyarakat modern sekarang. Bisnis yang terlambat mengadopsi hal-hal semacam ini (mobile payment) lambat laun akan terpinggirkan dan terlihat ketinggalan jaman dalam dunia yang berubah cepat seperti sekarang ini.