Sumbangsih Bahasa Indonesia pada Pembangunan Infrastruktur Negara
Ungkapan bahasa adalah jiwa bangsa merupakan ungkapan yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa bahasa suatu bangsa mencerminkan jiwa penuturnya. Jika menghitung jumlah bahasa daerah di Indonesia, terdapat 718 bahasa daerah yang membentang tersebar dari ujung barat Sumatera hingga timur di Papua hingga Oktober 2019. Jumlah yang begitu besar dan mencerminkan jiwa bangsa yang kaya raya.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa penggunaan bahasa asing terutama di ruang publik juga sangat banyak. Mulai dari reklame, penamaan gedung, perumahan, fasilitas umum, hingga infrasturktur yang dibangun oleh pemerintah Indonesia. Harus diakui bahwa sejak 2015, Indonesia melaksanakan banyak pembangunan infrastruktur untuk menunjang perekonomian negara. DKI Jakarta dan penunjang sekitarnya adalah wilayah yang paling merasakan dampak positif pembangunan infrastruktur tersebut. Mulai dari MRT, LRT, jalan tol layang, simpang susun, bandara, kereta cepat, dan sebagainya.
Proyek pembangunan tersebut sebagian besar sudah selesai dilaksanakan. Pada awalnya hampir seluruh infrasturktur tersebut menggunakan nama istilah asing seperti Mass Rapid Transit, Light Rail Transit, Jakarta—Cikampek Elevated Toll Road, Semanggi Interchange, Terminal 3 Ultimate, dan lain-lain. Seiring berjalannya proyek pembangunan infrastruktur tersebut, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yang memiliki tugas untuk melakukan pengawasan dan perlindungan bahasa Indonesia memberikan berbagai masukan kepada pemerintah. Hal itu dilakukan agar pemerintah dapat memberikan nama infrasturktur tersebut dengan nama Indonesia. Dengan demikian, amanat Undang-Undang nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan benar-benar dapat dilaksanakan dengan baik.
Pada akhirnya, pemerintah memberikan nama berbahasa Indonesia pada infrastruktur yang telah selesai dibangun, seperti Moda Raya Terpadu (MRT), Lintas Rel Terpadu (LRT), Jalan Layang Jakarta—Cikampek (meski pada akhirnya berganti menjadi Jalan Layang Sheikh Mohammed Bin Zayed), Simpang Susun Semanggi, Terminal 3 Soekarno Hatta (tanpa menggunakan istilah ultimate), dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa sebetulnya penggunaan bahasa asing masih cukup banyak ditemukan di ruang publik, namun penamaan infrastruktur sebagai bagian dari fasilitas publik sudah sepatutnya menggunakan nama berbahasa Indonesia. Selain karena faktor amanat Undang-Undang nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan juga karena adanya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia. Dengan demikian, bahasa Indonesia tidak hanya berfungsi sebagai media komunikasi semata namun memiliki sumbangsih dan peran yang strategis dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Comments :